Mohon tunggu...
Veroze Waworuntu Saad
Veroze Waworuntu Saad Mohon Tunggu... -

Tipikal nerd & geek yang lebih tertarik dengan sastra ketimbang hingar bingar disko.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dokar, Masih Adakah?

11 November 2011   16:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:47 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_143060" align="alignleft" width="300" caption="I Nyoman Mertha dan Dokar Kebanggaannya - AKA/Intan"][/caption]

“Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota. Naik delman istimewa kududuk di muka..”

Siapa pun pasti mengenal alunan riang lalu anak-anak itu. Delman, atau dokar memang jenis transportasi yang unik. Selain menggunakan kuda sebagai penarik bebannya, laju dokar yang lambat dapat menciptakan romantisme tersendiri bagi para penumpangnya. Dalam perjalanannya mengiringi kepariwisataan Bali, dokar sempat menjadi moda transportasi alternatif khususnya bagi wisatawan untuk menikmati Kota Denpasar.

Namun, belakangan ini dokar jarang terlihat. Karena banyaknya keluaran transportasi baru nan canggih, kebutuhan serta kepentingan masyarakat yang semakin meningkat, dan keinginan untuk mengefisiensikan waktu, dokar pun tergusur.

Terbukti di penambangan dokar di kawasan pemakaman umum, Desa Adat Badung yang biasanya paling ramai tak terdapat satu dokar pun. Di Banjar Pamereganpun hanya terdapat dua dokar yang sedang menganggur. Pemendangan yang sama yang dapat ditemukan di kawasan penambangan dokar Kumbasari. Bahkan lebih miris, dokar di kawasan Kumbasari hanya satu yang tampak masih bertengger. Sungguh sangat disesalkan.

“Saya juga merasa sayang dengan keberadaan dokar yang mulai langka di Denpasar saat ini,” ungkap Nyoman Dana, salah seorang warga Denpasar yang kemudian menunjukkan tempat dokar-dokar biasa mangkal.

Pada tahun 1660an, jumlah dokar di kota Denpasar menapai 1000 dokar. Bahkandi satu tempat penambangan saja terdapat hingga 300 dokar. Tak heran jika I Nyoman Merta mampu menghidupi dan menyekolahkan kedelapan anaknya hingga tamat SMA hanya dengan bekerja sebagai kusir dokar sejak tahun 1960. Tapi sungguh berbanding terbalik dengan masa kini. Dokar di Kota Denpasar hanya berkisar 70 dokar saja. Bahkan di tempat mangkal yang berkawasan di pinggiran pasar Kumbasari, kini hanya terdapat 18 dokar.

Ketika ditemui saat sedang menunggu calon penumpangnya, I Nyoman Mertha, dengan kemeja putih lusuhnya, menuturkan kisahnya selama menjadi kusir dokar. Memang, secara tidak langsung I Nyoman Mertha telah menjadi saksi dari sejarah perkembangan dokar.

“Karena sudah tidak ada tamu lagi, dan peminat dokar semakin sepi, terutama pasca Bom Bali I dan II”, ungkap lelaki paruh baya ini. Karena itu banyak teman-temannya yang menjual dokarnya dan berhenti menjadi kusir.

Dokar sendiri dulunya mempunyai penumpang yang istimewa. Dokar diminati oleh wisatawan asing, seperti Taiwan, Jepang, Australia, dan lain-lain. Namun Kini hanya dijadikan transportasi para pedagang dan pembeli di Pasar Kumbasari. Hal itu juga yang menjadi faktor kenapa mereka mangkal di dekat pasar. Tarifnya pun tergantung dari si penumpang sendiri alias sukarela.

“Ya, karena sepi jadi berapa pun penumpang membayar ongkosnya, saya terima. Kalau ada yang memberi lebih, ya syukur”, ujar Nyoman Mertha, kakek dari lima belas orang cucu ini.Tidak heran, kalau sejak pukul tiga dini hari hingga pukul sembilan pagi, ia baru berhasil mengantongi Rp.50.000,00 dengan tiga kali berkeliling. Lain Nyoman Mertha, lain pula yang dialami oleh Darpa.

“Sejak pukul lima subuh, saya baru dapat 2 kali berkeliling, dengan tarif enam ribu rupiah dan tujuh ribu rupiah,” paparnya sendu. Hal ini juga yang menjadi faktor orang enggan untuk mempertahankan dokarnya dan beralih ke perkerjaan yang lebih menjanjikan.

Semakin sulitnya dokar ditemukan di Denpasar terutama diakibatkan oleh semakin menurunnya minat masyarakat akan dokar itu sendiri. Padahal dokar sebagai salah satu warisan Budaya, sudah selayaknya dipertahankan. Jadi jangan segan-segan untuk mencoba merasakan alunan alon dokar untuk menikmati Kota Denpasar, agar dokar kembali menjadi salah satu transportasi yang di gemari. Sehingga para pemilik dokar tidak lagi berniat untuk menjual dokarnya, dan para Kusir pun kembali bisa berjaya dengan penghasilan yang selayaknya. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun