Tidak dapat dipungkiri perkembangan internet dewasa ini semakin pesat. Banyak hal dapat dilakukan dengan internet, seperti browsing, email, download, bahkan telepon pun dapat dilakukan melalui internet. Akses internet pun semakin mudah, berbagai teknologi telekomunikasi seperti handphone, smartphone, tablet PC, komputer dapat digunakan untuk mengakses internet. Selain itu operator seluler juga berlomba-lomba memberikan tarif internet murah dan hemat. Hal tersebut tentu saja memanjakan para pengguna internet, mereka dapat mengakses internet dengan mudah, nyaman, dan tanpa khawatir mengeluarkan biaya besar.
Perkembangan internet ini rupanya juga berpengaruh pada gaya hidup masyarakat terutama dalam budaya membaca. Sebelum maraknya internet, surat kabar harian sangat berjaya dan memiliki pembaca setia, namun sekarang pembaca surat kabar mulai beralih ke media online. Portal-portal berita online banyak bermunculan dengan menyajikan berita yang sangat aktual dengan selisih waktu per menit, bahkan per detik. Sifatnya yang aktual mungkin menjadikan media online ini sebagai yang tercepat dalam menyajikan berita dan informasi dibanding media massa lainnya. Media online juga dapat menyajikan berbagai konten seperti teks, visual, audio, maupun audio visual.
Di samping kelebihannya, media online ternyata juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah keakuratan dan ketelitian. Untuk mengejar keaktualan berita, terkadang media online mengesampingkan keakuratan fakta. Fakta yang masih simpang siur, terkadang malah sudah di share ke publik akibatnya masyarakat mendapat informasi yang kurang tepat. Hal tersebut menyalahi prinsip jurnalisme dalam disiplin verifikasi fakta. Seharusnya fakta yang diperoleh harus dikroscek terlebih dahulu agar nantinya masyarakat memperoleh informasi yang sebenar-benarnya.
Selain keakuratan, media online juga sering tidak teliti dalam menulis. Ketidaktelitian tersebut contohnya kesalahan penulisan, baik itu teks berita, bahkan judul juga banyak yang salah tulis. Pernah saya membaca portal berita online dengan judul “Sutan Lantik Wali Kota Yogyakarta”. “Sutan” dalam judul tersebut yang dimaksud adalah Sri Sultan HB IX, namun huruf ‘l’ nya menghilang entah kemana. Saya pun kemudian meng-upload link berita tersebut di Facebook, beberapa saat kemudian saya coba buka lagi linknya dan ternyata judulnya sudah diralat. Saya pun sempat berpikir “Haduh, nulis judul kog bisa salah?”. Hal-hal kecil semacam ini sepertinya sepele, namun memiliki dampak yang fatal jika terjadi kesalahan penulisan nama orang. Salah satu huruf pun bisa jadi bukan nama orang yang dimaksud, tetapi nama orang lain. Dari uraian tersebut, media online sebaiknya lebih berkaca lagi. Media online menjadi sarana yang mudah diakses masyarakat dalam memperoleh informasi, oleh karena itu sebaiknya dalam proses produksi berita hendaknya tidak mengesampingkan prinsip-prinsip jurnalisme. Jika berita yang disajikan ke masyarakat tidak tepat tentu saja sangat merugikan masyarakat dan media online itu sendiri. Kita sebagai orang yang ‘melek’ media, hendaknya tidak mencari referensi informasi dari satu media online saja, tetapi dari beberapa media online untuk mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H