Mohon tunggu...
Veronika Putri
Veronika Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Kedokteran Gigi

Hobi baca buku filosofi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Schadenfreude: Your Pain My Gain

15 Juni 2023   12:06 Diperbarui: 15 Juni 2023   12:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebagai pribadi manusia, kita tidak suka kegagalan, sebisa mungkin kita menghindari kemalangan maupun kesusahan baik di masa depan maupun masa kini. Manusia melakukan banyak effort untuk bergerak dari kesusahan, healing, therapy, maupun hal lainnya. Namun berkebalikan bila kemalangan diri sendiri, manusia cenderung suka dengan kemalangan orang lain. Schadenfreude berasal dari bahasa Jerman, dengan schaden berarti kerusakan atau bahaya dan freude yang berarti kesenangan. Mungkin kita heran kenapa dua kata yang memiliki arti bertentangan bisa bersatu. Namun schadenfreude memang bermakna seperti arti leksikalnya, rasa senang dari ketidakberuntungan orang lain. Walau secara teori terlihat  super jahat dan sesuatu yang hanya dilakukan antagonis dalam cerita fiksi, namun ternyata perasaan schadenfreude ini lebih dekat dengan realita dari yang kita bayangkan.

Pernah melihat foto di belakang layar artis papan atas? Yang biasanya berbeda dengan penampilan mereka di TV maupun media sosial. “Ah ternyata kulitnya ada jerawat juga” “Badannya gak setinggi yang di TV tuh”. Saat berkomen seperti ini kita bisa merasa senang, tertarik, bahkan sampai banyak media yang membahas sifat maupun penampilan fisik celebrity yang sedikit berbeda dengan ekspektasi warganet.

Nah gemericik rasa senang tadi sudah termasuk schadenfreude, kita merasa senang atas kesusahan orang lain. Masih banyak contoh lain dari fenomena ini, yang mungkin akan terlihat jahat ketika ditulis, tapi coba kita pikirkan seberapa sering sih perasaan schadenfreude menghampiri?

Fenomena senang atas kesusahan orang lain sekiranya bisa jadi sifat dasar manusia. Hal ini bisa terjadi karena keadaan sosial dimana kita  tinggal adalah tempat yang terlampau kompetitif. Seperti ada seleksi alam kita seringkali harus memikirkan kepentingan sendiri saja bahkan menganggap orang lain sebagai kompetitor. Walau  berbeda sebutan, banyak frasa yang mendeskripsikan perasaan yang sama dengan schadenfreude dari berbagai daerah di dunia. Di Jepan terdapat pepatah  他人の不幸は蜜の味[tanin no fukou wa mitsu no aji] yang berarti kemalangan orang lain terasa manis seperti madu. Filsuf terkenal, Friedrich Nietzsche mengatakan bahwa melihat orang lain sengsara membawa kebahagiaan. Ia menambahkan walau perkataan ini sulit diterima namun pepatah ini terlampau manusiawi.

Walaupun tidak dipungkiri schadenfreude tidak selalu terjadi. Manusia memiliki rasa empati yang membuat mereka paham akan kesusahan orang lain. Seperti saat anggota keluarga jatuh sakit kita juga merasa ikut sedih, empati cenderung bisa dicurahkan saat kita memiliki afeksi terhadap orang tersebut. Schadenfreude cenderung muncul pada orang asing atau orang yang kita labeli kompetitor. 

Schadenfreude tidak selalu berarti buruk, walau bisa menjadi indikasi kita kekurangan empati. Sangking manusiawinya sifat ini, schadenfreude sudah bermanifestasi lekat di dunia sosial.  Gosip adalah salah satunya, siapa sih yang gak gemar gossip? Gosip itu bisa mendekatkan hubungan dan jadi kegiatan asik yang bisa dilakukan berjam-jam. Schadenfreude tidak bisa digolongkan menjadi sikap buruk atau baik karena reaksinya yang otomatis, seringkali di luar kendali manusia. 

Maka setelah memahami pengertian Schadenfreude, kita tidak boleh merasa buruk pada diri sendiri. Yang harus kita lakukan adalah mengontrol diri, jangan sampai kebablasan. Boleh merasa senang akan kesusahan orang lain namun jangan sampai kita merasa menang dari kemalangan orang lain. Jangan sampai gemercik rasa senang dari keterpurukan orang lain ini bermanifestasi lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun