Dalam media sosial, tidak sedikit orang yang menunjukkan kesempurnaan dan kebahagiaan hidupnya. Pengguna media sosial (termasuk saya sendiri) seakan berpura-pura dan menyaingkan kisah hidup untuk mendapatkan perhatian atau atensi orang lain.Â
Seiring berjalannya waktu, kesedihan dan kesulitan menjadi sebuah denial dalam media sosial. Dari sinilah saya berasumsi bahwa gambar tersebut menunjukkan sisi hipokrisi.
Proses yang saya jalani tersebut menimbulkan persepsi dan kepercayaan saya terhadap sesuatu. Hal ini berlaku pada kehidupan manusia sehari-hari. Segala tindakan, pola pikir, dan gagasan yang dimiliki individu adalah hasil dari pengalaman dan kepercayaan yang tertanam. Tentunya kedua hal tadi merupakan sebagian kecil dari indikator pemikiran seseorang.
Saya mengambil pembiasan sebagai gambaran bagaimana manusia membentuk persepsi. Contohnya seperti melihat kolam renang dari permukaannya. Ketika dilihat, kolam renang tampak dangkal, bisa saja orang yang ingin melompat berpikir bahwa kolam renang tersebut dangkal.Â
Walaupun begitu, keberadaan konsep pembiasan memberikan orang tersebut pertimbangan untuk melompat ke kolam. Apabila dihubungkan, pembiasan menjadi fungsi dari refleksi dan memperkaya refleksi. Ruang bias dalam persepsi menjadi celah bagi refleksi untuk memberikan alternatif dalam berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Samovar, L.A., Porter, R.E., McDaniel, E.R., & Roy, C.S. (2017). Communication Between Cultures, Ninth Edition. Boston: Â Cengage Learning.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H