BAHASA INDONESIA DIJAJAH BANGSANYA
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan Republik Indonesia yang secara resmi diakui saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Namun, penggunaannya baru diresmikan sehari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, yaitu 18 Agustus 1945. Pada tanggal tersebut, ditandatanganilah UUD 1945 yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menyatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Selain itu, penyempurnaan bahasa Indonesia juga terus berlangsung. Pada tanggal 16 Agustus 1972, diresmikanlah pedoman ejaan yang dipakai di Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan inilah yang kita pakai sampai saat ini.
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang terjadi atau tercipta begitu saja tanpa proses. Untuk menjadi sebuah bahasa persatuan suatu negara, bahasa Indonesia melewati masa-masa perundingan bahkan perjuangan. Perundingan dan perjuangan tersebut diawali dari Sumpah Pemuda sampai Indonesia meraih kemerdekaan. Lalu, apa yang terjadi saat ini? Sudahkah kita menghargai bahasa kita?
Posisi bahasa Indonesia saat ini terancam punah sebab bangsanya sendiri sudah mulai meninggalkan dan melupakannya. Sebuah seruan yang telah biasa diucapkan "Kalau bukan kita, siapa lagi?". Ya, kalau bukan kita yang bangga akan bahasa kita dan mempertahankannya, siapa lagi? Kalau kita saja merasa malu menggunakannya dan menganggap sepele bahasa itu, apalagi bangsa lain. Dulu bangsa Indonesia telah mengalami penjajahan oleh bangsa-bangsa lain dan akhirnya para pahlawan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memperoleh kemerdekaan. Sedangkan yang menikmati hasil perjuangan mereka saat ini adalah kita, kita generasi muda yang tidak tahu berterima kasih. Salah satu contohnya adalah penjajahan yang kita lakukan terhadap bahasa negara kita, yaitu bahasa Indonesia.
Sengaja atau tidak sengaja, kita telah menjajah bahasa Indonesia. Pengalaman saya sebagai mahasiswa, di kampus tempat saya menimba ilmu, banyak dosen dan mahasiswa yang sering menjajah bahasa Indonesia. Penjajahan itu tampak saat para dosen dan mahasiswa cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku saat berkomunikasi. Sikap seperti itu bisa dilakukan sengaja atau tidak sengaja. Ketidaksengajaan itu bisa terjadi karena pengaruh bahasa daerah yang telah terbiasa kita pakai dalam bahasa sehari-hari, misalnya suku Batak Toba yang sering mengganti fonem /e/ lemah menjadi fonem /e/ keras, suku Jawa yang sering mengganti fonem /e/ keras menjadi fonem /e/ lemah, suku Sunda yang sering menambahkan fonem /k/ pada kata yang huruf terakhirnya adalah huruf vokal dan menambahkan kata "teh" pada saat berbicara, suku Nias yang sering menghilangkan huruf konsonan pada kata yang huruf terakhirnya adalah huruf konsonan, dan suku-suku lainnya yang dipengaruhi oleh dialek masing-masing.
Sedangkan sikap sengaja menjajah, sering kita lakukan karena takut dikatakan kuper(kurang pergaulan). Akibatnya, kita sering mencampuradukkan bahasa asing, seperti bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia pada saat berbicara. Penggunaan bahasa asing tidaklah salah, apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak mendominasi. Namun, kenyataannya adalah penggunaan bahasa asing tidak sesuai dengan ketentuan dan mendominasi. Selain itu, dalam situasi formal kita juga sering mencampur bahasa asing dengan bahasa Indonesia, padahal bahasa atau istilah tersebut belum diserap secara resmi ke dalam bahasa Indonesia. Penjajahan yang sering kita lakukan juga terlihat dari kecenderungan kita dalam memilih kata. Kita, khususnya anak muda sekarang, lebih suka menggunakan kata "gue" daripada kata "saya atau aku" dan kata "loe" daripada kata "kamu atau kau".
Akibat dari sikap penjajahan kita tersebut, posisi bahasa Indonesia saat ini berada di mulut jurang kepunahan. Banyak bangsa Indonesia yang tidak tahu lagi bentuk baku dari beberapa kata dalam bahasa Indonesia dan tidak peduli terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Padahal salah satu ciri-ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pengorbanan para pahlawannya, yaitu bangga menggunakan bahasa negaranya. Oleh karena itu, marilah kita mulai dari diri kita sendiri dengan menambahkan kadar cinta kita terhadap tanah air Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada konteks yang tepat, dan tidak memberi peluang bagi bangsa lain untuk 'mencuri' bahasa kita sehingga jumlah para penjajah semakin berkurang. Cintailah bahasa Indonesia, jagalah bahasa Indonesia agar keberadaannya tetap awet sampai ke generasi-generasi berikutnya, dan hargailah bahasa Indonesia sebagai wujud penghargaan terhadap pengorbanan para pahlawan kita. Perangi penjajahan terhadap bahasa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H