Mohon tunggu...
Veronika Nainggolan
Veronika Nainggolan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Baru selesai kuliah, sdg mengadu nasib di ibukota. \r\n\r\nMotto : "MENGAMATI lalu MENULIS" \r\n \r\nuntuk KEDAMAIAN NEGERI......\r\n \r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Papua, Mata Dunia, dan Mata Pena

7 November 2011   19:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:57 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

GEJOLAK Papua yang mencuat selama beberapa waktu ini, ibarat magnit dengan daya tarik luar biasa. Ia telah memaksa mata dunia, lebih-lebih mata para perwarta agar tak boleh lepas dari  "daya tariknya".

Apakah lantaran deraan kemiskinan yang seakan sulit diusir dari wilayah itu? Atau karena tingginya angka penderita HIV/AIDS? Atau karena aksi-aksi demonstrasi massa serta aksi kekerasan bersenjata yang telah muncul silih berganti di wilayah itu ?

Saya kira, lebih dari itu, yakni terkait deklarasi berdirinya "Negara" Republik Demokratik Papua Barat pada 19 Oktober lalu. Mengapa? Karena peristiwa itu  –diakui atau tidak- nyaris merobek keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gara-gara deklarasi itu, publik lantas ingin tahu untuk mengupas peristiwa-peristiwa lain yang mendahuluinya, karena publik tahu, peristiwa deklarasi itu tidaklah tunggal.  Sebut saja beberapa peristiwa sebelumnya yang cukup membelalakan mata, yakni Konferensi Perdamaian Papuadi Abepura, Jayapura tanggal 5-7 Juli, disusul konferensi internasional yang diadakan International Lawyers for West Papua (ILWP) di Inggris pada 2 Agustus 2011.

Tidak cukup sampai disitu. Peristiwa Deklarasi itu sendiri berlangsung di tengah-tengah suasana riuh-rendahnya aksi mogok kerja ribuan karyawan PT. Freeport Indonesia, serta sejumlah aksi kekerasan bersenjata yang telah menewaskan sejumlah korban, baik warga sipil maupun aparat keamanan.

Maka wajar, kalau mata dunia tertuju padanya. Dan mata pena-lah yang menggiring mata dunia ke bumi cenderawasih ini. Dan pantas pula jika mata dan hati Pemerintah RI pun dipaksa agar mengarah lebih fokus ke wilayah ini.  Maka pada kesempatan pertama -setelah pidato-pidato resmi dari Jakarta- terbentuklah P4PB, sebuah unit kerja khusus yang dibentuk Presiden guna menata kembali pelaksanaan kebijakan Otsus du wilayah Papua. Unit kerja ini sebetulnya sudah lama digagas, bahkan telah ditetapkan dengan Perpres, namun baru mulai menggeliat setelah seluruh mata dunia tertuju ke Papua.   

Pertanyaan selanjutnya, sudah cukupkah seluruh permasalahan yang selama ini melilit wilayah paling timur Indonesia itu "hanya" direspon dengan pembentukan P4PB? Jawabannya, tentu saja tidak. Solusi atas kompleksitas permasalahan di wilayah Papua tidak cukup hanya dijawab dengan pembentukan P4PB, atau dengan upaya pembenahan kebijakan Otsus serta pelipat-gandaan dana Otsus.

P4PB dan Otsus (baik dari aspek kebijakannya maupun uangnya) tak akan mampu menjawab perbedaan sudut pandang antara Pemerintah Indonesia dengan masyarakat di sana yang berdampak pada kesenjangan persepsi terhadap sejarah. Juga belum bisa mengobati luka-luka lama yang masih menganga akibat kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas tertangani, kontrak kerja dengan PT Freeport yang dinilai melukai rasa keadilan orang Papua, masalah korupsi, hingga dikotomi OAP (orang asli papua) – amber (warga pendatang).

Zona Damai

Solusi yang paling bermartabat sudah banyak dikemukakan berbagai pihak dalam satu bulan terakhir. Para pengambil kebijakan tinggal memilah dan memilih mana yang perlu diprioritaskan, dan mana yang bisa ditunda. Kalau boleh berurun rembug, menciptakan Papua sebagai zona damai adalah langkah prioritas. Hentikan penambahan aparat keamanan yang dibarengi dengan upaya pendekatan untuk meredam aksi kekerasan bersenjata dari kelompok pro- M.

Hanya dalam suasana damai pembangunan dapat dilanjutkan. Hanya dalam suasana damai wacana dialog dapat dibahas. Hanya dalam suasana damai, para pemimpin dari Jakarta dapat mendarat di Tanah Papua tanpa perasaan was-was. Hanya dalam suasana damai niat baik para pemimpin di negeri ini bisa dipahami dan diterima. Hanya dalam suasana damai, perhatian yang diberikan oleh pemerintah RI kepada orang Papua akan terasa lebih tulus. Memang hal ini sulit, tetapi harus diupayakan. Hanya dalam suasana damai kita bisa hidup secara bermartabat. Selamat Berupaya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun