Dari sekian banyak faktor yang menentukan kualitas pendidikan sebuah bangsa, guru adalah salah satu faktor terpentingnya. Namun, nasib mereka kadang hanya dibicarakan sekali dalam setahun, yaitu pada momentum Hardiknas yang diperingati setiap tanggal 2 Mei.
Kompas.com menyuguhkan kepada kita sebuah gambaran tentang kondisi obyektif yang sudah sepuluh tahun dialami sejumlah guru di wilayah Aceh Utara. Gambaran itu seakan memberikan legitimasi, mengapa pendidikan di Provinsi Aceh menempati peringkat ke-32 nasional. https://zonadamai.com/2016/05/02/terpuruk-di-peringkat-32-nasional-mahasiswa-tuding-pemerintahan-zaini-muzakir-politisasi-isu-pendidikan/
Perhatian yang minim dari pemerintah Kab. Aceh Utara, maupun dari Pemprov Aceh melahirkan sebuah ungkapan yang cukup populer di kalangan guru di Lhokseumawe, 'Guru Lillahitaala'. Yaitu sebutan untuk guru yang tidak memiliki gaji tetap, hanya dibayar dengan honor seadanya saja. http://regional.kompas.com/read/2016/05/03/20300011/Sekolah.di.Pedalaman.Aceh.Ini.Hanya.Beratap.Seng.dengan.Guru.Berhonor.Lillahitaala.
Kisah tentang dinding bangunan sekolah yang bolong-bolong, atap dari seng yang bocor, dan guru lillahitaalah yang diangkat oleh Kompas.com di atas, mungkin hanya satu dari puluhan bahkan ribuan contoh soal yang sama di seluruh negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Â
Entah disengaja atau tidak, contoh soal yang diangkat Kompas.com persis terjadi di tempat kelahiran tokoh politik paling berpengaruh di Aceh saat ini, yaitu Muzakir Manaf. Disebut demikian, karena ia memiliki sejumlah posisi penting, yaitu sebagai Wakil Gubernur, dan Ketua Parta Aceh (PA) yang memiliki wakil paling banyak di DPR Aceh saat ini. Namun justru di tempat kelahiran ketua PA inilah (Aceh Utara) ketertinggalan itu paling tampak kasat mata.Â
Di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf (keduanya adalah petinggi PA), Provinsi Aceh saat ini mendapatkan dua predikat buruk. Dengan 859 ribu warga miskin (Maret 2016) Aceh menempati urutan ke-7 provinsi termiskin di Indonesia, dan peringkat ke-32 nasional di bidang pendidikan. Padahal Aceh adalah daerah otonomi khusus dengan dana otsus puluhan triliun setiap tahunnya.Â
Jika masyarakat Aceh tak ingin semakin terpuruk, pertimbangkan dengan pikiran jernih untuk memperyakan kembali Pemerintahan Aceh lima tahun ke depan (2017-2022) kepada kedua tokoh ini.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H