[caption id="attachment_255648" align="aligncenter" width="620" caption="sumber : Foto KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO"][/caption]
Persis satu tahun lalu di tanggal yang sama dgn hari ini, saya tulis topik ini. Judulnya pun nyaris sama. Yang berbeda cuma AKTOR-nya, the man who made the news. Kalau tahun lalu Ramdani Sirait (Juru bicara PT Freeport), kali ini adalah Lukas Enembe, the men who would be news.
http://politik.kompasiana.com/2012/04/19/berita-baik-seputar-freeport-ada-apa-gerangan-450962.html
Belum genap sebulan jadi Gubernur Papua, Lukas Enembe sudah berani “menantang” raja emas (a Freeport-McMoRan Company) dari negeri Paman Sam yang sudah puluhan tahun menumpuk kekayaan dari Tanah Papua. Pak Gub Papua ini diundang manajemen PT. Freeport Indonesia untuk sebuah pertemuan yang akan berlangsung bulan ini, tapi kontan ditolaknya dengan alasan sangat rasional :
“Yang sepantasnya mengundang adalah saya sebagai gubernur yang dipercaya rakyat Papua untuk memimpin tanah lokasi penambangan Freeport,” ujarnya berang.
Menurut Gubernur, dirinya tidak akan pernah memenuhi undangan Freeport, karena tidak ingin mengecewakan rakyat Papua yang telah mempercayainya sebagai pemimpin Papua.
‘’Saya tidak ingin muncul interpretasi macam-macam bila memenuhi undangan Freeport dan seyogyanya yang mesti mengundang adalah gubernur bukan mereka, dan harus hadir jika diundang,’’tegasnya. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/3759-gubernur-%E2%80%9Cogah%E2%80%9D-penuhi-undangan-freeport
Tidak hanya akan mengundang balik manajemen PT. Freeport, mantan Bupati Puncak Jaya ini bahkan akan mengambil langkah lebih drastis terkait kompensasi atas hak tanah ulayat tempat PT. Freeport beroperasi.
‘’Kami akan hitung berapa ribu hektar luas areal penambangan, dan meminta kompensasi atas hak ulayat dan adat selama berpuluh-puluh tahun mereka beroperasi, diberikan. Kami akan hitung itu semua menggunakan ahli,’’jelasnya.
Renegosiasi Kontrak Karya
Tampaknya Gubernur Papua Lukas Enembe sudah kesal lantaran renegosiasi kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport terus menggantung. Bahkan berita tentang hasil kerja Tim Evaluasi Penyesuaian Kontrak Karya yang dibentuk dengan Keppres No. 3 Tahun 2012 tgl 10 Januari 2012 seperti hilang ditelan bumi.
Khabar terakhir yang kita dengar waktu itu, Freeport sudah mengantongi kontrak hingga tahun 2041. Ada enam poin yang dinegosiasikan ulang, yaitu luas wilayah kerja pertambangan, perpanjangan kontrak, penerimaan negara/royalti, kewajiban pengelolaan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dari dalam negeri.
Untuk luas areal dari 170 ribu Ha sudah dikurangi menjadi 100 Ha. Untuk kewajiban pengelolaan dan pemurnian, Freeport sudah mengolah hasil tambang mereka di pabrik pengolahan (smelter) PT Smelting Gresik. Begitu juga soal kewajiban divestasi dan penggunaan barang dan jasa dalam negeri, juga sudah dilakukan. Sedangkan mengenai besaran royalti emas sebesar 3,75 persen seperti yang diminta pemerintah, itulah yang masih alot.
Padahal aturannya jelas. Peraturan Pemerintah No. 45/ 2003 yang direvisi PP No. 9/2012, menetapkan royalti emas sebesar 3,75 persen, tembaga 4 persen, dan perak sebesar 3,25 persen dari penjualan. Freeport saat ini hanya memberi royalti kepada pemerintah sebesar 1 persen untuk emas dan 1,5-3,5 persen untuk tembaga.
‘’1 persen itu dari mana, dari keuntungan bersih atau kotor, sampai kini kita semua tidak tau,” kritik Lukas sebagaimana dirilis bintangpapua.com (17/4/2013).
Karena tidak jelas hitungannya, Lukas Enembe ingin menggantinya dengan tailing (limbah) PT. Freeport untuk dijadikan material pembuatan jalan raya yang dapat langsung dinikmati warga. Ia minta pihak Freeport mau memberikan tailing (limbah) perusahaan, untuk material pembangunan jalan di Papua.
Hasil penelitian Daniel Bassang ST.MT, yang dipublikasikan di Cendrawasih Post 4 January 2010 dengan judul “Tailing PT Freeport Indonesia Sebagai Sumber Daya, Untuk Membangun Papua Baru”, Total tailing yang diproduksi oleh PT. Freeport Indonesia dari Grasberg adalah kurang lebih 230.000 ton/hari. Menurutnya Tailing atau pasir sisa tambang bukanlah hal yang harus ditakuti tetapi tailing dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Tailing dapat dipakai sebagai bahan bangunan, pengerasan jalan, konkrit jalan, dapat dibuat batu bata, sebagai bahan coran pada bangunan jembatan dan perumahan dan lain-lain. http://marlonkambuaya.blogspot.com/2010/08/tailing-pt-freeport-indonesia-sebagai.html
‘’Freeport tidak usah bantu saya dengan dana royalty karena masyarakat tidak tau dan merasakan royalty. Lebih baik mereka bantu (masyarakat) dengan memberikan limbah perusahaan untuk pembangunan jalan, agar masyarakat bisa merasakannya secara langsung,’’pinta Gubernur.
Semoga Papua di bawah kepemimpinan Lukas Enembe dan Klemen Tinal (mantan Bupati Mimika), ada banyak terobosan baru berupa untuk mensejahterakan masyarakat Papua melalui kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Semoga***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H