[caption id="attachment_216448" align="aligncenter" width="543" caption="sumber : Papua Cloud"][/caption] Hari ini, 5 Oktober 2012, perhelatan akbar Pramuka atau Raimuna Nasional (Rainas) ke-X dibuka di Tanah Papua. Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan membuka Raimuna yang sedianya akan digelar di Bumi Perkemahan Waena, Jayapura itu. Tema Raimuna tahun ini cukup menyentuh : "Pramuka Indonesia bersama masyarakat membangun Tanah Papua". Berkaitan dengan momentum kehadiran Presiden RI di Bumi Cenderawasih itu, sejumlah tokoh Papua tampak bergeliat. Berbagai tema terlontar dari mulut mereka. Mulai dari pernyataan bernada kritik-sinis, hingga ancaman. Tokoh OPM yang bergerak di hutan sibuk mengklarifikasi diri bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi-aksi terror bom yang dalam sebulan terakhir marak terjadi di Wamena. Teror itu dituding ada kaitannya dengan upaya menghadang kedatangan Presiden SBY ke Papua dalam rangka membuka Raimuna Nasional tersebut. http://www.suarapembaruan.com/nasional/opm-tegaskan-tak-terlibat-teror-bom/25382 Tokoh gereja, Ptd. Sokratez s Yoman punya pendapat lain soal Raimuna. Ia berujar bahwa pelaksanaan Raimuna Nasional penuh dengan nuansa politis, yakni sebagai upaya pemerintah RI membangun citra di mata dunia internasional, bahwa Papua merupakan daearah yang aman dan tidak ada gangguan apapun. http://politik.kompasiana.com/2012/10/04/tokoh-agama-recokin-perhelatan-pramuka-di-papua/ Tokoh politik pun tak kalah seru. Kenius Kogoya (Ketua Komisi E DPRP) mengharapkan, Presiden SBY tidak cuma datang dan kemudian kembali ke Jakarta tanpa berdialog dari hati ke hati dengan rakyat Papua. Ketua Pemuda Pegunungan Tengah itu meminta, Presiden hendaknya menyisihkan waktu bagi rakyat Papua. "Apakah memang Presiden tidak mampu menghadapi orang Papua atau Presiden merasa takut bertemu dengan orang Papua...?" Tantangnya. http://zonadamai.wordpress.com/2012/10/05/presiden-jangan-cuma-datang-dan-pergi-dengar-jeritan-rakyat-papua/ Pernyataan-pernyataan itu menunjukkan bahwa tokoh-tokoh Papua memang ingin agar Papua diperlakukan khusus. Tidak cukup hanya dengan Otonomi Khusus. Bukan pula hanya kesejahteraan dalam arti ekonomi. Mereka juga butuh didengar, diperhatikan, disentuh, tidak ingin dipaksa-paksa untuk maju, karena kemajuan bisa saja mengancam identitas ke-Papua-an mereka. Mereka tidak mau terlalu didikte untuk menggapai kesejahteraan, karena hutan, tanah dan air di bumi mereka sudah membuat mereka sejahtera. Sebagian besar dari kita mungkin was-was dengan tuntutan mereka. Mencurigai permintaan mereka sebagai bentuk lain dari tuntutan merdeka. Mereka akan membenci siapa saja yang menuduh mereka separatis, apalagi teroris. Karena sesungguhnya, jauh di dalam lubuh hati mereka hanya ada Merah-Putih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H