Mohon tunggu...
Veronika Nainggolan
Veronika Nainggolan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Baru selesai kuliah, sdg mengadu nasib di ibukota. \r\n\r\nMotto : "MENGAMATI lalu MENULIS" \r\n \r\nuntuk KEDAMAIAN NEGERI......\r\n \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mentawai, Contoh Sukses Tolak Beras Miskin

21 Maret 2014   19:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_327670" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi: bisnis.com"][/caption]

Menko Kesra Agung Laksono tampak kesal mendengar laporan bahwa bantuan beras miskin (Raskin) untuk wilayah Sumetera Barat sejak September tahun lalu belum tersalurkan ke semua wilayah, khususnya ke daerah-daerah terpencil. Mentawai termasuk daerah yang belum menerima pendistribusian raskin itu.

Menurut Agung, Raskin adalah hak rakyat, maka harus sampai ke tangan rakyat yang berhak. Biaya distribusi dari APBN hanya sampai ke titik distribusi di kecamatan. Sedangkan dari Kecamatan ke dor to dor, bisa menggunakan APBD. Demikian komentar Pak Menko sebagaimana disiarkan RRI Pro-3 Jumat pagi (21/3/2014).

Kasus beras miskin di Kabupaten Mentawai tergolong unik. Bukan lantaran beras hak warga miskin itu dikorupsi pejabat tetapi karena Pemkab setempat memang menolaknya. Penolakan itu lalu diperhalus oleh Pemerintah Provinsi Sumbar dengan membuat surat permohonan kepada Meno Kesra bernomor 525.1/1083/Perek-2013. Isinya meminta persetujuan meng­alokasikan beras miskin hak Mentawai ke kota dan kabupaten lainnya di Sumbar.

Alasan Penolakan Raskin

Pertanyaannya, kenapa Pemkab Mentawai menolak Raskin? Dalam surat permohonan di atas, tidak disebutkan alasannya. Tetapi kepada RRI Pro-3 Bupati Mentawai mengatakan, pihaknya keberatan harus menyediakan dana sebesar Rp 2,5 miliar setiap tahunnya untuk biaya distribusi raskin hingga ke kampung-kampung di Mentawai.

“lebih baik Rp 2,5 miliar itu digunakan untuk mencetak sawah baru bagi masyarakat, karena di Mentawai banyak daerah potensial yang bisa dijadikan areal persawahan,” ungkap Bupati.

Dan ia sudah melakukan itu tahun 2013 lalu. Sawah baru yang dicetak menggunakan APBD untuk biaya distribusi raskin itu, kini sudah mulai menghasilkan padi.

“Sebagian sudah menguning, sebagian lagi sedang berbulir,” ungkap Bupati penuh semangat.

Bukang Pembangkangan

Sikap Pemkab Mentawai sungguh menarik. Terkesan seperti membangkang terhadap kebijakan nasional. Tetapi sesungguhnya, apa yang dilakukannya sangat mulia. Ia menangkap sebuah kebijakan nasional bukan pada bentuk formalnya, tetapi pada jiwanya. Program beras miskin itu sifatnya darurat. Karena jika tidak, rakyat bisa kehilangan sifat kemandiriannya.

Sang Bupati lalu membuat terobosan baru. Dana Rp 2,5 milar per tahun akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk membangun saluran irigasi permanen dan biaya mencetak lahan nganggur mejadi sawah produktif. Lalu dibagikan kepada masyarakat yang selama ini terdata sebagai kelompok sasaran program raskin. Tahun ini mereka mulai memanen hasilnya. Setelah sawah sudah mulai menghasilkan, para petani itu sudah bisa membiayai dirinya sendiri, dan Pemkab bisa menghemat Rp 2,5 miliar yang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur lainnya. Luar biasa!!!

Ini hanya sebuah contoh kecil dari daerah terpencil di Mentawai. Ada pelajaran besar yang bisa kita petik untuk menata masalah kemiskinan yang terus melilit di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Coba kita kalkulasikan secara awam saja. Kalau satu kabupaten mengalokasikan biaya distribusi raskin sebesar Rp 2,5 miliar per tahun atau taruhlah Rp rata-rata Rp 2 miliar, maka 508 kab/kota se-Indonesia (tahun 2013) mencapai Rp 1 triliun per tahun. Belum biaya distribusi dari provinsi hingga ke kecamatan tentu lebih besar lagi, serta biaya pengadaan beras itu sendiri. Berapa persisnya agak sulit saya menghitungnya. Tetapi barangkali tidak kurang dari seratus triliun per tahun ABPN untuk program raskin. Kalau semua dana itu secara terencana dan bertahap didistribusikan ke kabupaten-kabupaten dan digunakan seperti di Kab. Mentawai, niscaya swasembada beras sudah dari kemarin-kemarin kita capai!!!

Untuk kabupaten Mentawai, dalam lima tahun ke depan, bukan hanya swasembada beras yang bisa mereka wujudkan, tetapi mereka bahkan sudah bisa mengirim hasil panen mereka ke daerah Sumbar lainnya.

Nah, kepada para wakil rakyat yang saat ini sedang berkampanye, kepada para kepala daerah yang sedang menjabat, kepada para tenaga ahli pengentasan kemiskinan, mari kita belajar program kemandirian pangan ke Mentawai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun