Mohon tunggu...
Verlyta Iskandar
Verlyta Iskandar Mohon Tunggu... -

vamos

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Effect Nggak Ampuh

10 April 2014   23:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak mencapai 25 persen berdasarkan hasil penghitungan cepat (quick count) yang dirilis sejumlah lembaga.  Perolehan suara PDIP yang tidak mencapai 25 persen dalam hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga, dimaknai oleh sejumlah pakar dan pengamat politik bahwa pencapresan Jokowi oleh PDIP atau 'Jokowi Effect' sama sekali tak berpengaruh.

Dengan perolehan itu, pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menjadi calon presiden (capres) dari PDIP untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dinilai tak membawa pengaruh suara yang signifikan.

Memang sebelum resmi mencapreskan Jokowi, perolehan suara PDIP sudah diperkirakan akan berada pada level 18-20 persen. Tetapi angka itu ternyata tidak banyak berubah pasca Jokowi benar-benar dicapreskan. Tidak terjadi lonjakan suara pada PDIP.

Sekarang pasca pemulu legislative kemaren PDIP harus realistis membangun koalisi dengan partai politik (parpol) peserta pemilu lainnya guna mencapai ambang batas presiden (presidential threshold) supaya bisa mencalonkan mantan Wali Kota Solo tersebut.

Banyak pengamat juga menilai kegagalan PDIP untuk mencapai angka 20 persen pada Pemilu Legislatif kali karena kesalahan mereka sendiri. Menurutnya, PDIP terlalu terburu-buru mendeklarasikan pencapresan Jokowi.

Bisa jadi ini kesalahan strategi PDIP, yaitu terburu-buru mendeklarasikan Jokowi. Semestinya Jokowi dideklarasikan seminggu sebelum pencoblosan sehingga euforia terhadap sosok Jokowi masih terjaga.  Selain itu tim sukses Jokowi nampaknya kurang mampu menciptakan counter attack terhadap serangan negative campaign. Contohnya, lanjutnya, tim sukses Jokowi tidak mampu meluaskan wacana konflik sehingga serangan dari kompetitor kian melebar.

Seperti diketahui, meski PDIP berada di peringkat teratas dalam berbagai hasil quick count, namun nyatanya pengusungan Jokowi tidak berimbas pada jumlah suara yang diperoleh PDIP. Suara PDIP masih belum mencapai 20 persen sebagaimana yang diharapkan.  Tim suksesnya cenderung menutup diri dengan bersandar pada sosok Jokowi yang dianggap suci.  Dengan demikian, efek Jokowi sukses dikecilkan.

Memang hasil quick count yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei termasuk media, hingga perhitungan suara mencapai 85%, PDI-P mengungguli dua partai lainnya yang memang selama ini banyak dibicarakan dan saling berebut simpati - Golkar dan Gerindra. Munculnya ketiga partai ini pada posisi tiga besar sudah banyak yang memprediksi. Menjelang Pileg dan Pilpres, hanya nama ketiga Capres ini yang sering dibidik media dan disorot oleh masyarakat baik yang mendukung atau menolak ketiganya.

Pada mulanya, PDI-P diprediksi oleh berbagai lembaga survei akan meraih 30% suara di Pileg 2014 ini, faktanya hingga perhitungan suara sudah 85%, baru meraup sekira 19% suara. Tentu amat jauh untuk mencapai sisanya hingga ke angka 30% yang ditargetkan lembaga survei atau 27% sesuai target PDI-P. Saya melihat ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi;

Pertama, PDI-P dalam hal ini Megawati sebagai Ketum telat memberi mandat pencapresan kepada Jokowi yang sudah dari semula konon diminta oleh masyarakat pendukungnya untuk segera dicapreskan. Mepetnya pemberian mandat ini, memberikan sedikit peluang untuk PDI-P mengiklankan Jokowi sebagai Capres. Bandingkan dengan Prabowo dan Abu Rizal Bakrie yang sudah mantap dengan pencapresan dirinya, iklannya bolak-balik muncul di televisi (sebagai media yang paling banyak dimanfaatkan oleh publik) dari jauh-jauh hari, sehingga masyarakat hafal betul nama dan wajah keduanya bahkan hingga ke detil isi iklannya.

Bukankah Jokowi ditenarkan oleh media? Benar! tetapi jangan menggenarisir, sebab tak banyak masyarakat awam yang melek media secara aktif. Mereka ini hanya menerima informasi dari media televisi. Dan PDI-P terlalu PD dengan ketenaran Jokowi ini sehingga tidak merasa perlu beriklan. Ada loh, yang nggak tahu kalau Jokowi sudah diberi mandat untuk menjadi Capres PDI-P.

Kedua, dan ini yang saya amati langsung di TPS hari ini. Tak sedikit para pemilih yang berharap Jokowi menjadi Presiden RI, tetapi mereka masih bertahan untuk tidak memilih PDI-P pada tahap Pileg. Alasannya beragam; ada yang memilih orang dekat dari partai lain, ada yang merasa tidak mengenal satu pun Caleg dari PDI-P, ada yang masih antipati dengan PDI-P. Kesimpulannya, nanti saja nyoblos Jokowi saat Pilpres.

Ketiga, kemungkinan banyak pendukung Jokowi yang tidak dapat menyalurkan hak pilihnya karena satu dan lain hal seperti; kurang antusias terhadap Pileg (cuek - apatis), tidak terdaftar sebagai DPT, dan beberapa pemilih yang mengaku dipersulit untuk memperoleh hak mencoblos karena bukan merupakan warga setempat (perantau).

Untuk melenggang menuju Pilpres tanpa berkoalisi dengan partai lain, Jokowi memerlukan 20% suara. Melihat perolehan sementara, angka tersebut sepertinya akan dapat terpenuhi. Dan, semua masih harus menunggu hingga seluruh kertas suara rampung dihitung.

Keseimpulan penulis bahwa ada hal yang tidak teruji. Yakni mesin Politik PDIP tidak optimal. semangat relawan dan semangat kultur partai tidak tamp-ak terorganisasi. masih banyak caleg tua dan tidak dikenal di wilayahnya. Sarat nepotisme dan semangat kelompok yang sudah jauh dari masyarakatnya.

Memang ngga ada yang namanya JOKOWI EFFECT! Setelah kirim jutaan SMS SPAM ‘Coblos PDIP, Jokowi Presiden’ ternyata hasilnya begini saja. Partai2 lain ngga sampai pakai cara kayak sales kartu kridit demikian juga PKB cuma perlu Rhoma ngga perlu kirim spam  Iklan 3 hari..? Si Jokowi ini cuma Gubernur Jakarta aja tapi diliput TV, korannasional dll siang malam.

Sebenarnya peta sudah jelas. Ada 29% yang bisa jadi bancakan. 16% dari partai2 tahun 2009 yang kini tak lagi ikut Pemilu. 10% suara Demokrat yang hilang, dan 3% penurunan Golkar karena digembosi Nasdem.

Dari 29% itu Gerindra dapat jatah 8%, naik dari 4% jadi 12%. Nasdem kebagian 7%. PDIP naik hanya 5%. PKB naik 3%. Hanura naik 2,7%. Mana Jokowi Effec tenyta belum ada efecnya.  Apakah 5% itu efek..? Kalau iya, efek Jokowi lebih jelek dari Surya Paloh!!!

Tidak heran mendung menggantung di langit PDIP, muka pada kusut  Megawati telah membayar kemahalan barang yang kurang laku. Tanpa Jokowipun kenaikan 5% itu bakal terjadi. Kalau tetap capreskan Jokowi, 2 bulan ke depan hanya akan jadi hari-hari berat buat PDIP membela Jokowi dan Megawati.

Tendensi ke depan hanya ada semakin jatuhnya nama Jokowi dengan semakin terbongkarnya kasus-kasus di DKI dan kurangnya kualitas kepemimpinan si capres boneka…! Ada capres yang bagus juga ga akan mampu menutupinya. Terakhir penulis berpendapat gak ada tuh namanya “Jokowi Effect” Mega dan PDIP sudah kena tipu. Begitu juga mereka yang antri ingin menjadi cawapresnya Jokowi  semua akan kena tipu rekayasa pencintraan Jokowi.(***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun