Mohon tunggu...
Verlit Ivana
Verlit Ivana Mohon Tunggu... -

aku hanya seorang pecinta fiksi, seni dan arsitektur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(MIRROR) Di Sebuah Lahan Tidur

19 Desember 2011   09:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekelumit benci berkecamuk dalam benak muda Gaira, sang chief melemparnya ke tepian peradaban untuk mengawasi pembabatan lahan. Menggeser kedudukannya sebagai Quality Control dengan seorang fesh graduate.

“Cih! Kiranya aku menyerah begitu saja! Lihatlah aku pasti mampu membuktikan kalau dia membuang orang yang salah!” Gaira mulai sesumbar di telinga Supri, supir truk yang ditumpanginya.

“Tapi pak setahu saya lahan yang di sana itu pernah…” Supri merasa tidak yakin dengan daerah yang disebut Gaira sepanjang perjalanan.

“Udah deh jangan banyak omong!” Potong Gaira galak, Supri angkat bahu, lalu mengarahkan konsentrasinya mengendalikan laju truk di jalan penuh bebetuan besar juga diapit jurang nan terjal. Di atas sana langit telah muram, mengirim angin dingin dan temali hujan.

Akhirnya, mereka pun tiba koor burung gagak dan burung hantu ramai memecah malam, seolah menyambut kedatangan Gaira di sebuah bedeng kayu yang berdiri kokoh di antara semak dan pepohonan besar. Nun jauh di sana, atap rumah-rumah penduduk tampak susul menyusul di atas lahan berkontor curam.  Supri tetap bungkam menatap ‘lokasi proyek’ Gaira. Lalu setelah membantu membereskan barang-barang penumpangnya itu, ia bergegas pergi.

Meski pakaiannya agak kuyup Gaira berdiri ponggah di depan bedeng, menyapu ‘wilayah kekuasaannya’. Lalu matanya menangkap siluet orang-orang dengan celurit serta cangkul bergulat dengan tingginya semak, berbekal cahaya remang lampu-lampu proyek serta sedikit pedar purnama.

“Aneh kok gak nunggu istruksi saya sih! Mana malam-malam begini lagi!” Gaira naik pitam, lalu bergegas mengenakan sepatu proyeknya, dengan gusar ia melangkah menuju semak menerobos hujan dengan gagah. Tapi…T

Brugh!

Ia terjatuh. Emosi membuatnya tak memperhatikan banyak akar besar melintangi langkahnya.

“Arh…sialan! Das… Hah?” Gaira tercekat, ketika sepasang telapak kaki berada tepat di depan cuping hidungnya. Ia mendongak lalu bergidik…menatap sepasang mata yang berkilat yang kemudian mulai mengulurkan tangannya.

Ketakutan Gaira seketika berubah menjadi rasa malu yang sangat. Ternyata itu hanya seorang gadis kampung berkebaya dengan rambut panjang menutupi sebagian wajahnya.

“Ter..terimakasih Neng!” Tukas Gaira masih gugup, ketika gadis itu membantunya berdiri. Dadanya berdegup-degup menyadari kecantikan sang gadis kampung.

“Lain kali hati-hati.” Ujar gadis itu datar, hampir berbisik. Lalu berbalik meninggalkan Gaira.

“Hey…tunggu!” Gaira berteriak melawan hujan yang menderas, namun sang gadis tak peduli.

Sambil terseok menyeret kakinya yang sakit, Gaira mengejar gadis itu menyibak kerimbunan ilalang hingga sampai pada tirai semak yang mengantarkannya pada sebuah susunan batu bulat yang besar.

CTAAAARRRR!

KIlatan petir menyadarkan Gaira, ia berada di tepian sebuah sumur tua. Entah di mana arah bedengnya, tapi suara celurit memberantas semak dan kayu terdengar begitu jelas di tengah riuh air langit.

Ia mengedarkan pandangannya yang perih terkena hujan, mencari sang gadis, namun yang ditemukannya hanya sehealai kain kebaya koyak, tersangkut di bibir sumur. Penasaran…ia mengintip lubang sumur lalu…

`                                               AAAARGH!

Sekonyong-koyong ia terdorong ke dalam lubang sumur. Samar…terdengar olehnya sang gadis berbisik.

“Makanya, hati-hati…”

**

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun