Mohon tunggu...
Muh Ferdhiyadi N
Muh Ferdhiyadi N Mohon Tunggu... -

Melawan lupa. Merawat dendam. Menolak patuh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kampus dan mahalnya sebuah nilai Kemerdekaan untuk Mahasiswa

3 Januari 2013   09:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:34 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Niaa riasennge maradeka, tellumi pannessai:

Seuani, tenrilawai ri olona.

Maduanna, tenriangkai’ riada-adanna.

Matellunna, tenri atteanngi lao ma-niang,

lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao ri awa

Artinya :

Yang disebut merdeka atau bebas hanya tiga hal yang menentukannya: pertama, tidak dihalangi kehendaknya, kedua, tidak dilarang mengeluarkan pendapat, ketiga tidak dilarang ke Selatan, ke Utara, Ke Barat, ke Timur, ke atas dan ke bawah. Itulah hak-hak kebebasan.


Kutipan isi lontara’ Bugis-Makassar diatas menegaskan bahwa jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia di Sulawesi Selatan pada masa feodalisme kerajaan sebahagian telah diupayakan suatu penegakan hak demokratis bagi rakyat agar terciptanya suatu kemerdekaan individu bagi rakyat dibawah naungan sistem pemerintahan aristokrasi. Meskipun nilai-nilai demokrasi pada masa tersebut belum sama dengan konsep demokrasi kekinian secarah utuh namun  perlu digaris bawahi bahwa nilai atau esensi kemerdekaan dapat rakyat rasakan pada masa tersebut. Kedudukan rakyat amat besar dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat berarti segala-galanya bagi kerajaan. Raja atau penguasa hanyalah merupakan segelintir manusia yang diberi kepercayaan untuk mengurus administrasi.

Jelas tergambar bahwa kekuatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan raja. Jika hal ini dihubungkan dengan teori demokrasi Rousseau tentang volonte generale atau kehendak umum dan volonte de tous atau kehendak khusus, jelas tergambar bahwa teori Rousseau berkesesuaian dengan sistem pemerintahan yang dikembangkan di Tanah Bugis yaitu apabila dua kepentingan (antara penguasa dan rakyat) bertabrakan, kepentingan yang harus dimenangkan adalah kepentingan rakyat (umum). Kalau saja pada masa Kerajaan di Sulawesi Selatan kemerdekaan rakyat dalam segala aspek hampir terjamin bagaimana kondisi kampus yang kalau di analogikan merupakan sebuah representasi dari konsep Negara yang ada saat ini, apakah mahasiswa yang merupakan kaum mayoritas di kampus juga mendapatkan kemerdekaannya sebagai manusia maupun sebagai mahasiswa?

Setiap manusia adalah individu yang bebas dan merdeka selama tidak mengganggu kebebasan atau kemerdekaan manusia lainnya, begitu pula dalam dunia kampus secara idealnya baik dari segi hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya bahwa mahasiswa adalah insan merdeka mulai dari terdaftarnya diperguruan tinggi sampai pada proses penyelesaian studinya. Namun sungguh ironis dalam kondisi realitas yang terjadi dikampus kemerdekaan sebagai mahasiswa tak dapat diperoleh secara utuh. Hak-hak demokratis dirampas, kebebasan berorganisasi dibatasi semakin merajalelanya komersialisasi pendidikan dan hak untuk memperoleh pendidikan ilmiah dan mengabdi pada rakyat sangat susah untuk di temukan dalam dunia kampus. Upaya untuk memberangus kemerdekaan pemuda-mahasiswa sebagai salah satu kekuatan demokratik, telah dimulai sejak diberlakukannya sistem Nor-malisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) oleh rezim Orde Baru (Orba). Kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) melalui SK Mendikbud No. 0457/U/1990 yang menggantikan posisi dari Dewan Mahasiswa (DEMA). Peran SMPT selama zaman orde baru jus-tru mengebiri kekritisan mahasiswa, termasuk aktifitas di kampus yang bersifat politik dan organisasi.

Meskipun saat ini NKK/BKK telah dihapus, namun prakteknya masih bisa dirasakan. Posisi mahasiswa tetap menjadi subordinasi dari birokrasi kampus, dimana Pembantu Rektor III dan Pembantu Dekan III tetap berperan dalam mengontrol aktifitas mahasiswa di kampus. Aktifitas mahasiswa didorong semata-mata menyelesaikan masa studi secepatnya, tanpa perlu memikirkan persoalan-persoalan di sekitar kampus. Hal itu bisa terlihat dengan pemberlakuan beberapa peraturan kam-pus yang cukup represif seperti : kode etik, jam malam, ancaman DO, larangan berdemonstrasi, larangan berorganisasi dan sebagainya. Aktivitas rutin di kampus yang diatur sedemikian rupa oleh pimpinan kampus tidak menjamin menciptakan sarjana yang ahli di bidangnya dan mengabdikan ilmunya untuk kepentingan buruh dan petani. Ini terjadi karena rutinitas yang ada tidak bersandar pada kebutuhan un-tuk menyelesaikan problematika yang dihadapi rakyat. Hanya sekedar rutinitas membaca tulisan, memahami tulisan dan diukur tingkat pemahamannya hanya ketika menjalankan ujian penilaian. Sehingga Nampak terang hanya menghasilkan sarjana yang do less, talk more atau banyak teori, sedikit kerja. Sarjana-sarjana yang men-jadi sampah bagi peradaban, dan ancaman bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Sarjana hasil kreasi dari borjuasi komprador, tuan tanah dan kapitalisme birokrat bukan hasil kreasi sarjana-sarjana demokratis pro rakyat.

Kampus dewasa ini telah menjadi penjara intelektual bagi mahasiswanya sendiri, dengan paradigma kolonial yang dimiliki oleh birokrasi kampus sehingga kemudian melahirkan regulasi-regulasi yang tidak pro kepada mahasiswa sendiri bahkan justru menjerumuskan mahasiswa kedalam lingkaran setan dunia pendidikan Indonesia. Maka dari itu adalah suatu kewajiban mutlak bagi mahasiswa sendiri untuk memerdekakan dirinya melalui perjuangan demokratik demi terwujudnya suatu tatanan kampus yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat.

Tak ada kebebasan tanpa teriakan…

Tak ada teriakan tanpa adanya penindasan…

Tak ada penindasan tanpa lumuran darah pejuang…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun