Mohon tunggu...
Vera Verawati
Vera Verawati Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary woman

Kopi dan buku, serta menulis apa pun yang tergerak hati.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belum Terisi

10 Januari 2023   07:56 Diperbarui: 10 Januari 2023   08:01 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


            Suara-suara belum terdengar, koin-koin masih saling berjauhan, tak ada denting beradu, meski satu lemparan dari pejalan kaki yang sedang rapuh. Tersentuh oleh lagu yang disenandungkan dari petikan gitar memainkan nyanyian resah.

            Jangan bertanya berapa jauh bulan dan bintang, walau saling melengkapi tapi jarak atara keduanya tak berbilang jengkalan tangan. Orang-orang sebagian berlari, berlomba bersama roda-roda yang kian memadati kota. Semakin tua saja sebagian dindingnya.

            Cat-cat yang menempel terlihat mengelupas, terkikis panas dan hujan yang datang tak pernah memberi kabar walau satu pesan yang dihembuskan. Seperti juga hati, orang-orang mulai meragu saat hari ini, kemarin masih tak terlihat perubahan pada setitik impian.

            Telah dipinjam pepohonan paling tinggi, lantas memanjat mercusuar untuk meneriakan satu persatu harapan, seperti Tuhan tersangkut di dedauan. Mereka yang berwajah lembut, senyum sewarna awan putih biru, cahaya terbias hangat oleh taqwa yang taat.
     
Dunia tak pernah tidur, Nak

            DIA terus mencatat dan menyaksi laku diri di muka bumi yang kian ringkih. Remuk redam dendam bertebaran di jalanan. Seperti juga sedih kadang bertukar bahagia, sedetik kemudian terbias gelisah lalu menitik hati oleh nyeri.

            Tapi sungguh cinta-Nya tak pernah berkurang, terbagi rata pada laut, bumi, langit juga pada yang salih, pada yang ingkar bahkan pada yang murtad sekali pun. Memberi tak pilih-pilih, meski yang tetap bedoa karena cinta hanya segelintir saja.

Dunia tak pernah tidur, Nak

            Periksa segera kendi-kendimu, sudahkah terisi amal kebaikan, atau sesak oleh lembaran penuh kesombongan. Kematianmu sedang mencuri-curi pandang, kapan waktu itu tiba, tak satupun kekuatan mampu menolaknya. Kuningan, 070123

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun