Bagi masyarakat pedesaan kebanyakan sudah pernah merasakan nikmatnya makan di dangau, dikelilingi hijaunya sawah dan semilir angin. Masa kecil saya dulu juga suka sekali kalau masa panen raya, ikutan main di sawah melihat para petani menuai padi dengan ani-ani (alat pemetik padi dengan bambu dan bilah pisau kecil).
Suasana alam yang asri kini makin ditinggalkan, anak-anak banyak yang tidak mengenal berlarian di pematang sawah dan tercebur di lumpur. Bahkan tak pernah juga merasakan nikmatnya makan di tengah sawah hanya dengan sambal dan tempe goreng.
Kini banyak para pengusaha rumah makan melihat peluang ini menjadi daya tarik konsumen. Membangun rumah makan dipinggiran sawah dengan berbagai hidangan ala ndeso lengkap dengan alas daun pisang.Â
Salah satunya ada di Waroeng Sawang daerah pasar wage Bumiayu, Kabupaten Brebes. Bangunan dari bambu berupa gazebo-gazebo layaknya dangau di tengah sawah, pepanggan bisa memuaskan mata melihat padi menguning dan pipit beterbangan.
Menu pecak mujair sambal kecombrang menjadi andalan, segarnya bunga kecombrang menambah sensasi pedasnya sambal dan gurihnya ikan. Nasi pulen dalam wadah ceting (bambu) terlihat sangat khas pedesaan, berbagai menu lain juga bisa dipesan sesuai selera konsumen.
Inilah warna warni zaman, yang telah modern kembali merindukan suasana pedesaan yang alami dan asri. Rindu dengan ketenangan dan aroma padi saat dipanen, merindukan bumi yang damai dengan segala kemegahan ciptaanNya.
Vera shinta KBC-26
KomBes Brebes Jateng
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H