Mohon tunggu...
Veraditias Apriani
Veraditias Apriani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sedang belajar...

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

[Cerpen] THR-ku adalah Doamu

6 Juni 2018   21:35 Diperbarui: 6 Juni 2018   22:03 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pinterest.co.uk

Jika yang lain menunggu-nunggu THR, apalah aku yang tidak akan pernah mendapatkan THR. Aku hanyalah pembuat kue yang kutitip ke penjual takjil di kala bulan Ramadan. Sama sekali tak pernah kuharapkan THR datang kepadaku. Lha THR dari siapa?

Sedari habis sahur aku mulai membuat kue. Bahan-bahan sudah kubeli kemarin sore menjelang berbuka, supaya ketika subuh-subuh aku membuatnya, semua bahan sudah siap. Setelah itu, akan kubangunkan anak-anakku untuk pergi sekolah. Lalu siang hari, aku akan mulai mengantar kue-kue buatanku ini ke banyak tempat. Bulan Ramadan ini menjadi berkah bagiku karena semakin banyak orang berjualan takjil. Semakin banyak pula tempat yang bisa kutitipi kue-kueku.

Sore hari, aku akan memasak untuk anak-anakku berbuka.  Lalu sehabis magrib sebelum tarawih, aku akan mengambil uang di tempatku menitipkan daganganku. Senang sekali kalau daganganku habis. Tapi namanya rezeki,  kadang tidak selalu lancar. Kalau sisa banyak, ya sudah kusimpan untuk kujual esok hari. Kue buatanku ini bisa tahan 2 hari asal disimpan dengan benar. Kadang juga aku bagikan ke masjid untuk jaburan orang-orang yang tadarus, atau kuberikan ke tetangga-tetangga.

Daganganku tak selalu habis. Masih utuh saja bahkan aku pernah mengalaminya. Sehabis hujan seharian, para penjaja takjil itu sepi pembeli. Wajar kalau kueku pun tak laku. Hujan-hujan pasti orang lebih suka makan makanan hangat.

Ah, bukan menyalahkan hujan. Meski kadang aku kesal dengan hujan, tapi di suatu tempat pasti ada orang lain yang sedang menunggu-nunggu hujan. Begitulah hidup, terus berputar bukan?

Suamiku yang sudah meninggal beberapa tahun lalu ini membuatku harus merangkap fungsi, menjalankan tugas-tugasku, dan tugas-tugasnya. Demi siapa? Ya jelas demi anak-anakku.

"Mak, baju lebaranku mau dibelikan kapan?" tanya seorang anakku yang masih kecil suatu hari.

Ah, yang begini selalu menambah beban pikiranku. Namun, seberat apapun beban pikiranku, selelah apapun diriku, aku hanya perlu berdagang setiap hari dengan senang hati. Memang betul ya, kalau aku membuat kue dengan mood yang kurang bagus, kueku jadi tidak laku. Itulah mengapa perasaanku harus selalu baik-baik saja.

Hingga suatu hari, aku baru tahu apa itu THR ketika penjual terigu langgananku tiba-tiba memberiku sebotol sirup dan sekaleng biskuit lebaran. "Mbak, ini THR-nya ya. Semoga laris dagangannya."

Aku tersenyum. Oh, begini toh rasanya dapat THR?

Lalu ketika aku membeli bahan kemasan kue, tiba-tiba si penjual menyodorkan kresek besar entah apa isinya. "Mbak, ini dandang buat bikin dagangan ya. Anggep aja THR. Semoga laris terus."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun