Sudah pukul 2 pagi ketika saya masih terjaga. Ah ya, kalau sudah jam 2 pagi di bulan ramadan ini sebentar lagi pasti mereka lewat. Iya, mereka para pemuda kampung yang berkeliling membangunkan sahur para warga.
Mereka dengan peralatan seadanya: galon bekas, gendang, gitar, dan beberapa alat sederhana yang bisa menghasilkan musik mulai terdengar berisik. Alat-alat itu diangkut dengan gerobak kecil. "Sahuuuur... sahuuuurrr." Lalu terdengar mereka menyenandungkan nyanyian bermacam-macam. Kadang dangdut, kadang sholawat, atau lagu-lagu yang sedang kekinian.
Berisik memang. Mengganggu orang tidur. Â Jam 2 pagi belum banyak orang yang sahur. Orang-orang lebih memilih sahur nanti pukul 3 atau setengah 4. Bukankah sunnah untuk mengakhirkan sahur?
Meski begitu, mereka ini amat berjasa. Mereka yang rata-rata masih berusia remaja semangat sekali untuk "thethek" membangunkan sahur. Di daerah saya biasa disebut "thethek". Mungkin istilah karena awalnya berbunyi "thek..thek.", lalu orang-orang menyebutnya "thethek", dengan huruf "k" di tengah melebur.
Para pemuda kampung itu setiap habis tadarusan tidur di sebuah basecamp dekat masjid yang biasa digunakan untuk persiapan acara-acara di kampung pada bulan ramadan. Secara tidak resmi, merekalah panitia ramadan di kampung saya. Mereka yang merintis pemuda-pemudi kampung untuk tadarusan bersama (berbeda dengan tadarus di masjid), dan aktif mempersiapkan takbir keliling yang dilombakan sekecamatan menjelang hari raya nanti.
Sehabis tadarusan, mereka akan mengobrol bersama sambil menikmati jaburan, lalu mulai diskusi mempersiapkan konsep untuk takbir keliling nanti. Bahkan seringkali sampai lembur. Bangun-bangun sudah harus keliling kampung membangunkan warga. Merekalah pemuda yang dengan sukarela menghidupkan kampung. Me-ramadan-kan kampung.
Ah, rupanya itu adalah angan-angan saya pada masa lalu. Siapa sangka suara berisik itu kini tak terdengar lagi. Ramadan tahun ini, meski tiap hari terjaga sampai pagi, saya tak pernah mendengar lagi bunyi thethek yang membangunkan sahur itu. Entah mereka yang tidak lewat rumah saya lagi, atau memang sudah tidak ada sama sekali. Sebetulnya banyak penyebabnya pemuda-pemuda itu sudah tak seaktif dulu. Antara ada yang sudah menikah, atau sering kerja lembur sehingga tidak ada waktu. Mereka sudah mulai mengurus kehidupan pribadi untuk masa depan masing-masing.
Sudah seharusnya pemuda-pemuda kampung saya ini digantikan oleh generasi baru yang memang sedang masanya untuk aktif di kampung. Hai pemuda kampung generasi baru, di manakah kalian?
Temanggung, 5 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H