Mohon tunggu...
AULIA VERA ROZIDA
AULIA VERA ROZIDA Mohon Tunggu... -

Hidup Itu Pilihan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masih Adakah Sosok Kartini ?

2 Desember 2010   05:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih adakah sosok Kartini ?

Kartini merupakan sosok perempuan luar biasa yang mewakili suara banyak perempuan di dunia. Sifat kepeloporan, keberanian dan perjuangan yang dilandasi sikap pantang menyerah yang dimilikinya, mampu memberikan inspirasi bagi perempuan dulu maupun masa kini. Namun, hal yang paling fundamental dan harus diingat ialah Kartini mempunyai semangat juang yang tinggi. Dia berjuang mengumandangkan kesetaraan kaum hawa dengan siapa pun baik dalam keluarga maupun di bidang pemerintahan.

Budaya masyarakat yang kerap menganggap perempuan hanya bisa berkutat pada dapur, sumur, dan kasur merupakan interpretasi dari budaya jahiliyah yang belum hilang sampai sekarang. Walaupun hal ini masih terus dipraktekan di pelosok-pelosok desa, namun Kartinilah yang memberikan pemahaman bagi kita semua untuk mengetahui bahwa peran perempuan bukan hanya berkutat di wilayah-wilayah domestik saja, melainkan peran dan arti penting perempuan di bidang publik.

Kartini tidak hanya istimewa jika dilihat dari kecantikan yang dimilikinya. Kartini bukan geisha yang berbekal paras wajah cantik, yang mampu membuat senator Garry Hart mundur dari pencalonannya sebagai presiden AS puluhan tahun silam. Kartini juga bukan Cleopatra yang mampu menaklukkan Napoleon Bonaparte yang dijuluki singa daratan Eropa. Atau bahkan Margaret T. yang dijuluki the iron lady (wanita besi).

Dia merupakan sosok perempuan yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan atas hak-hak perempuan untuk tidak diselewengkan begitu saja oleh laki-laki. Dia merupakan pejuang perempuan yang akan berkoar-koar memprotes setiap pernyataan maupun kebijakan-kebijakan yang terkesan memarginalkan perempuan.

Lewat segala hal yang ditunjukkan Kartinilah, kita dapat mengetahui apa yang harus kita lakukan demi mempertahankan nilai-nilai perjuangan itu dan demi mempertahankan eksistensi kaum hawa di tengah ancaman globalisasi ini.

Dengan melihat fenomena perilaku perempuan saat ini, apakah sifat dan perilaku yang dimiliki Kartini dapat terlihat jelas dalam implementasinya? Jawabannya belum. Karena, bagaimana mungkin hal itu dapat terealisasikan dengan baik jika sosok perempuan-perempuan masa kini sudah tidak bisa lagi dikatakan “Kartini-Kartini” muda harapan bangsa.

Budaya hedonisme yang kerap kali muncul menghantui perempuan-perempuan sekarang merupakan bukti nyata kegagalan mereka melanjutkan estafet kepemimpinan perempuan sebelumnya. Mereka tidak pernah sadar bahwa mereka selama ini menjadi santapan empuk para kapitalis lewat produk-produk yang dipromosikan. Mereka tidak pernah sadar bahwa mereka hanya menjadi komoditi kepentingan berbagai pihak.

Kalaupun saat ini sedang marak perempuan berbondong-bondong beraktualisasi di bidang politik, ini belum menunjukkan eksistensi perempuan yang sesungguhnya. Karena mereka hanya memperjuangkan kuantitas, yakni bagaimana supaya jumlah laki-laki dan perempuan seimbang. Kalaupun perempuan terjun ke ranah publik, mereka tidak pernah diberi posisi strategis, dan hanya sebagai pelengkap. Kita bisa melihat berapa banyak caleg perempuan saat ini yang benar-benar memiliki kecerdasan sesuai disiplin ilmunya.

Hal- hal yang terjadi pada perempuan-perempuan Indonesia saat ini tentunya hanya berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai landasan proses yang jelas. Artinya, “Kartini-Kartini” muda hanya terdapat pada mereka yang setiap saat berpikir tentang perubahan, tantangan, maupun proses yang akan mengantarkan mereka ke arah pengembangan potensi diri, guna mewujudkan sosok-sosok Kartini masa kini yang mampu menyuarakan kebebasan perempuan di wilayah manapun. Dan satu hal yang harus diingat oleh semua generasi bangsa adalah Kartini tidak mengajarkan kita untuk melawan laki-laki melainkan untuk melawan kebodohan. Ve

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun