Pemilihan kepala daerah DKI tahun ini menjadi berita yang paling fenomenal. Semua artikel sibuk membahas perihal tersebut, ada yang berperan sebagai partisipan Foke, dan sudah barang tentu banyak juga yang berperan sebagai partisipan Jokowi. Semua mengagungkan pembenarannya masing-masing, menjatuhkan pihak lain dengan mencaci, menghina dan membodoh-bodohkan pihak yang tidak satu pemikiran.
Beragam cara dilakukan untuk membuat image yang baik pada masyarakat, termasuk didalamnya ciri khas Jokowi yang menggunakan baju kotak-kotak, foke dengan kumisnya,pencitraan yang menyangkut SARA, orang yang mati menggunakan baju kotak-kotak dengan angka 3 dan kabar terakhir teror Solo juga bagian dari pencitraan salah satu kandidat. Masyarakat dibuat bingung dengan pemberitaan yang terjadi, setiap calon tentunya merasa bahwa mereka tidak pernah melakukan perbuatan demikian.
Pemberitaan mengenai SARA yang dilakukan oleh artis dangdut dan pendakwah Rhoma Irama yang kedapatan dengan jelas bahwa ia menjatuhkan tim Jokowi dikarenakan teman batle Jokowi bukan keturunan muslim. Pada kejadian ini, tim jokowi cukup mendapat respon yang baik dari masyarakat. Bagi sebagian orang yang berpikiran moderat, tentu dengan serta merta mendukung Jokowi serta mencaci maki perbuatan Rhoma irama.
Lepas dari pemberitaan SARA, teror terjadi dikota Solo. Solo merupakan daerah kekuasaan Jokowi yang saat ini sedang menjabat sebagai walikota. Jokowi dianggap harus ikut bertanggung jawab atas kejadian ini, banyak statement kemudian bermunculan. Statement yang menyatakan bahwa ini bagian dari black campaign Prabowo agar Jokowi mendapat pencitraan yang baik dari masyarakat dengan seolah-olah tertindas akibat masalah yang menerpa, ada juga statement yang menyatakan bahwa memang ini adalah bagian dari usaha tim Foke untuk menjatuhkan citra Jokowi. Pencitraan yang dilakukan ini membuat bingung masyarakat, yang manakah pemberitaan yang memang benar terjadi. Apakah ini bagian dari usaha tim Jokowi, atau sebaliknya ini memang usaha yang dilakukan oleh tim Foke. Masyarakat Jakarta diharap lebih teliti kembali memikirkan sebelum akhirnya jatuh tempo untuk ikut dalam pemilihan.
Semua pencitraan yang dilakukan membuat masyarakat menjadi korban kebingungan, korban teror, korban suap, korban pembunuhan dan korban kebodohan partisipan partai. Masyarakat Jakarta dituntut lebih pintar lagi menilai semua permasalahan yang terjadi. Satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah menyegerakan hari pemilihan gubernur secepatnya agar masyarakat tidak lagi jadi korban, agar ibu kota negara Indonesia menjadi damai dan suasana Indonesia stabil kembali.
Salah satu kandidat yang saya suka adalah orang yang cerdas, jenaka, dan apa adanya, ditulis oleh penikmat pencitraan yang dilakukan oleh Jokowi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H