“Setiap orang pasti mempunyai impian, sebuah cita-cita dan harapan yang ingin sekali ia raih. Banyak orang yang sukses menggapai impian dan banyak pula yang gagal karena berbagai alasan. Namun kadang kala mimpi itu dapat terwujud tanpa disangka-sangka, yang hadir seperti sebuah mukjizat. Impian yang ditanam dengan tulus di dalam hati ibarat doa yang tak pernah terputus...dan Tuhan akan menjawabnya”
Beberapa hari menjelang Natal secara tidak terduga Ayah dan Ibu mengabarkan keinginannya untuk datang ke Medan. Tujuan utamanya adalah menengok cucu sekaligus merayakan Natal bersama. Sejak anak pertama lahir sampai anak kedua hampir berumur 4 tahun belum sekalipun mereka melihat secara langsung Latanya dan Francis. Selama ini hanya berkomunikasi lewat telpon dan kadang kala memanfaatkan video call yang terbatas interaksinya.
Setelah menempuh perjalanan darat selama hampir 36 jam dari Palembang dengan menggunakan bis, sampailah Ayah dan Ibu di Medan pada Rabu (25/12/2013) dini hari. Walau masih terlihat lelah namun Ayah dan Ibu tetap berkeinginan untuk mengikuti Misa Natal pada pagi harinya. Sungguh tampak kebahagiaan dari raut Ayah dan Ibu yang akhirnya bisa berkumpul pada momen Natal dengan anak serta cucu-cucu yang mereka cintai. Latanya dan Francis sendiri tidak kalah gembiranya dapat bertemu langsung dengan Embah ‘kung dan Embah ‘ti mereka.
Bagi saya berkumpulnya anak-anak dengan Eyang mereka untuk pertama kalinya itu adalah peristiwa yang luar biasa. Boleh dikatakan sebagai kado Natal terindah bagi keluarga saya. Saya kemudian berembuk dengan istri bagaimana cara membalas kebaikan Ayah dan Ibu yang sudah rela ‘mengalah’ datang ke Medan. Kami ingin membuat kehadiran mereka di Medan menjadi lebih berkesan.
Akhirnya muncul gagasan untuk membawa Ayah dan Ibu melihat Danau Toba. Saya teringat, Ayah yang dulunya adalah guru ilmu-ilmu sosial itu (salah satunya Geografi), pernah mengutarakan keinginannya untuk bisa melihat langsung Danau Toba. Ia suka memandangi gambar pemandangan Danau Toba yang ada di Kalender. Sebagai seorang guru Geografi, beliau paham sekali tentang Danau Toba dan juga Sumatera Utara. Bahkan pernah, gambar pemandangan Danau Toba yang ada di agenda, beliau gunting lalu diselipkan dibawah kaca meja kerja.
Selama ini mungkin beliau memahami bahwa mengunjungi Danau Toba itu selamanya akan tetap jadi mimpi. Mana cukup gaji seorang guru biasa dapat membawanya ke sana, dan memang sampai beliau pensiun pun niat itu tetap tak pernah kesampaian.
Pada April nanti Ayah akan genap berusia 75 tahun, yang secara umum bisa disebut sudah memasuki usia senja. Di sisa hidupnya ia lebih banyak mengabdi pada kegiatan pelayanan sosial dan religi. Hasratnya untuk bisa menyaksikan keindahan Danau Toba sepertinya menjadi sekedar mimpi kosong yang hanya akan dibawa hingga akhir hayat saja.
***
Akhirnya kami sepakat untuk pergi ke Danau Toba pada tanggal 27 Desember. Destinasi kami bukan Parapat yang ada di Kabupaten Simalungun. Sebuah sebuah obyek wisata Danau Toba yang memang sudah terkenal itu. Namun kami memilih Tongging, sebuah daerah yang berada di sisi utara Danau Toba. Pertimbangan kami adalah pada musim liburan ini Parapat akan sangat ramai dan jaraknya juga lebih jauh dari Medan. Butuh waktu kurang lebih 5 jam dari Medan, belum lagi jika terkena macet. Kasihan juga jika Orangtua harus melakukan perjalanan jauh lagi.
[caption id="attachment_303404" align="aligncenter" width="612" caption="(Ilustrasi:Google Earth)"]
Segera saya hubungi pak Edi yang kendaraannya selalu kami sewa jika ada acara keluarga. Sempat ada kekawatiran tidak mendapatkan kendaraan karena biasanya pada musim libur akhir tahun mobil-mobil rental ramai disewa oleh mereka yang mudik. Kami bersyukur karena ternyata pak Edi dan Avanza hitamnya siap untuk menemani kami berlibur. Tenang hati saya karena mendapatkan sopir yang ramah serta tidak ugal-ugalan. Lain daripada itu, berdasarkan pengalaman kami merasa cocok menggunakan Avanza karena nyaman, aman, handal, dan tentu saja irit.
Jumat, tepat pukul 06.30 WIB (27/12/2013) kami sekeluarga beserta Ayah dan Ibu, dan ditambah seorang kakak ipar perempuan berangkat dari rumah menuju Tongging bersama Avanza. Avanza memang kendaraan yang cocok untuk keluarga Indonesia. Avanza mampu memuat kami semua, 5 orang dewasa dan 2 anak-anak (minus sopir). Cukup lega dan lapang tanpa harus umpel-umpelan alias berdesak-desakan.
[caption id="attachment_303434" align="aligncenter" width="300" caption="Avanza pas untuk keluarga Indonesia"]
Beruntung bahwa pagi itu cuaca sangat cerah, walaupun dalam beberapa hari terakhir wilayah sumatera bagian utara sedang mengalami intensitas curah hujan yang cukup tinggi. Sangat berharap cuaca akan terus bersahabat setibanya kami di Danau Toba, agar bisa menikmati keindahan alamnya dengan baik.
Pertama kami singgah di SPBU untuk mengisi bahan bakar untuk Avanza senilai 150 ribu rupiah, sesuai permintaan pak Edi. Nominal yang setara dengan kurang lebih 23 liter premium. Inilah hebatnya Avanza, pengisian BBM tersebut menjadi yang pertama dan terakhir dalam perjalanan liburan kami itu.
[caption id="attachment_303375" align="aligncenter" width="501" caption="Pengisian bahan bakar pertama sekaligus yang terakhir. Irit banget!"]
Ke Tongging berarti kami harus melewati Brastagi, sebuah tujuan wisata yang berjarak± 70 km dari kota Medan. Brastagi sendiri adalah kota kecil yang berada pada ketinggian 1.300 meter dpl (diatas permukaan laut). Jalan menuju ke sana meliuk-liuk dan menanjak. Bahkan di beberapa titik tanjakan ada yang kemiringannya hampir 45°. Tapi buat Avanza semua itu bukan masalah. Avanza tipe G keluaran tahun 2005 yang dibekali mesin 4 silinder, 16 katup, 1.300 cc DOHC dengan teknologi VVT-i (info lengkap di :http://www.toyota.astra.co.id/product/avanza/) itu, melahap mulus tanjakan demi tanjakan.
Kurang dari 2 jam akhirnya kami sampai di Brastagi yang udaranya begitu sejuk. Kami berhenti sebentar untuk sarapan dan juga memberi waktu bagi pak Edi untuk beristirahat. Menurut pak Edi, hanya butuh waktu kurang dari 1 jam saja untuk sampai ke Tongging.
Lepas dari kota Brastagi kami melewati Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Tanah Karo. Jalan yang kami lalui relatif bagus dan mulus walau di beberapa ruas sedang mengalami pelebaran. Pemandangan hijau mulai terlihat. Di kanan dan kiri jalan banyak terlihat perkebunan milik masyarakat, terutama perkebunan jeruk dan jagung. Sesekali tampak Gunung Sinabung, namun sayang puncaknya tidak terlihat jelas karena tertutup awan dan asap akibat erupsi.
[caption id="attachment_303381" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Sinabung dari Kejauhan"]
Sesampai di Kecamatan Merek, pak Edi melambatkan Avanza. Pada sebuah pertigaan ia mengambil arah kanan, arah menuju ke Tongging. Tidak berapa lama kami dihadapkan pada pertigaan lagi. Pak Edi mengusulkan kami singgah dulu ke Air Terjun Sipiso-piso sebelum ke Tongging. Kami semua setuju karena belum satu pun dari kami yang pernah melihat air terjun yang sudah terkenal itu.
Air Terjun Sipiso-piso adalah sebuah air terjun yang mempunyai ketinggian 120 meter dan berada di ketinggian 800 m dpl. Satu hal yang luar biasa adalah dari sini tampak Danau Toba. Ayah saya sampai tertegun dan geleng-geleng kepala menyaksikan keindahan Danau Toba. Saya bisa menyaksikan ada kegembiraan dan antusiasme dari raut wajah beliau. Sebuah pemandangan yang dulu hanya Ayah lihat dalam selembar kertas saja. Di sini saya menawarkan Ayah untuk turun ke bawah melihat lebih dekat Air Terjun Sipiso-piso, namun beliau menolak. Memang untuk mencapai ke bawah pengunjung harus menuruni anak tangga yang jumlahnya ratusan. Bahkan ada yang menyebut ada seribu anak tangga! Saya sadar bahwa berat sekali bagi orang seusia ayah untuk turun naik anak tangga sebanyak itu.
[caption id="attachment_303382" align="aligncenter" width="610" caption="Air Terjun Sipiso-piso"]
Kami tidak menghabiskan banyak waktu di obyek wisata Air Terjun Sipiso-piso, karena sepertinya Ayah tidak sabar untuk segera ke tepi Danau Toba. Segera kami lanjutkan perjalanan menuju ke Tongging yang hanya berjarak 7 km saja dari Air Terjun Sipiso-piso. Jalan menuju ke Tongging ternyata menurun, berkelok-kelok dengan jurang disisi kanan. Pak Edi mengemudi Avanza dengan kecepatan sedang dan cermat. Avanza yang dilengkapi sistem rem cakram di roda depan dan rem tromol untuk roda belakang membuat semuanya berjalan sempurna. Pemandangan danau Toba dan sekitarnya semakin jelas terlihat. Kami semua dibuat kagum dengan keindahan alam yang dimiliki Indonesia ini, terlebih Ayah.
[caption id="attachment_303453" align="aligncenter" width="600" caption="Panorama indah menuju Tongging"]
Akhirnya kami sampai juga di Tongging, di tepi Danau Toba. Bersama Avanza kami menyusuri jalan desa dan melewati sebuah pasar yang sedang ramai. Mungkin hari itu adalah hari ‘pasaran’ bagi masyarakat setempat. Avanza yang berbadan compact itu dengan mudah menembus keramaian pasar tanpa harus memakan badan jalan. Kemudian sampailah kami di sebuah pondok yang cukup bersih yang berada diatas Danau Toba. Kami lalu menyewa pondok yang berada diatas permukaan Danau Toba itu, seharga 30 ribu rupiah dan bisa kami pakai sepuasnya.
[caption id="attachment_303386" align="aligncenter" width="600" caption="Panorama indah dari tepi Danau Toba"]