Sekilas menulis di Kompasiana itu hal sederhana sekali. Mudah dilakukan, ketak-ketik lalu posting. Ternyata ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Apalagi bagi kita-kita para penulis amatir ini. Berikut rangkumannya.
Nulis Gratis
Menulis di Kompasiana itu tidak dibayar sepeserpun. Kompasianer malah ‘rugi’ karena ada ongkos internet yang mesti dikeluarkan. Tidak bisa menggantungkan hidup dari Kompasiana. Di sinilah tantangannya, kita menulis memang untuk murni untuk berbagi. Berbagi informasi, opini, inspirasi serta motivasi.
Apresiasi
Siapa yang tidak ingin mendapat apresiasi? Apresiasi dari pembaca adalah fee yang kita dapat di Kompasiana. Bagi penulis strata biru tentu mudah saja mendapat apresiasi. Apapun yang mereka publish akan mendapat rate yang banyak. Sedangkan kita, sudah tidak dibayar ternyata minim pengunjung. Inilah tantangan nyata menulis di Kompasiana.
Apresiasi tidak hanya datang dari pembaca, tetapi dari admin Kompasiana. Bisa saja tulisan yang kita anggap bagus, aktual, atau inspiratif tidak mendapat status Headline atau sekedar highlight. Kebenaran waktu itu admin yang bertugas hanya seorang jadi tulisan luput dari pengamatan. Atau selera admin yang bertugas berbeda.
Narasumber
Tidak semua orang mau diekspose. Ini tantangan di lapangan bagi penulis reportase Kompasiana. Punya sesuatu yang bagus untuk diangkat menjadi tulisan tetapi susahnya mengorek informasi. Maklum saja kita tidak dibekali ID layaknya jurnalis media mainstream. Butuh waktu dan pendekatan yang intens. Terus terang saya kadang mendompleng nama Kompas.com lalu baru menjelaskan tentang Kompasiana agar narasumber lebih percaya. Setelah mendapat informasi, kendala lain adalah tidak semua orang juga suka difoto. Tidak semua orang butuh panggung untuk eksis layaknya politikus atau artis. Namun jika berhasil mengatasi tantangan ini rasanya luar biasa.
Penulis Tanpa Editor
Kompasianer adalah penulis sekaligus editor. Siapa yang mau ngedit tulisan kita, admin? Berbeda khan dengan penulis/jurnalis ber-ID yang punya redaksi. Mereka punya editor yang bisa menyunting artikel kita menjadi lebih baik. Kalau awal-awal Kompasiana dulu, admin masih rajin walau sekedar ngedit judul. Sekarang artikel jumlahnya sangat banyak jadi tidak bisa dihandle. Untuk mengembalikan sebuah tulisan ke kanal yang semestinya saja kadang tidak terkerjakan. Ini tantangan sekaligus hebatnya Kompasianer. Saya sendiri untuk membuat 1 artikel rata-rata butuh waktu 6 jam karena mesti ngedit sana-sini. Jadi benar-benar perlu waktu, menguras energi dan otak. Itu pun masih banyak salahnya entah typo atau penggunaan bahasa. Jadi menulis di Kompasiana tidak semudah yang dibayangkan.
Konsekwensi
Sudah baca disclaimer di bawah artikel kita? Menulis di Kompasiana terutama opini punya resiko tersendiri. Siap-siap disomasi pihak lain yang tidak berkenan dengan isi tulisan kita. Bisa berurusan dengan pihak berwajib. Jika tidak hati-hati dapat terkena UU-ITE. Ya Kompasiana hanya menyediakan ruang, tidak ikut bertanggungjawab jika hal diatas terjadi. Ini tentu tantangan tersendiri bagi mereka yang kritis. Berani publish atau tidak.
Tantangan menulis di Kompasiana bisa saja tidak seekstrim itu. Menulis di Kompasiana harus siap beradu argumen baik itu artikel vs artikel atau di ruang komen. Di sini kita juga harus siap-siap juga dibully oleh haters.
Copy-paste dan Popularitas
Copy paste dan penjiplakan adalah hal tabu dalam dunia kepenulisan termasuk di Kompasiana. Namun karena Kompasiana adalah surga bagi mereka yang butuh popularitas maka segala cara dipakai untuk mencapai itu. Ini tantangan besar yang harusar diatasi oleh diri kita sendiri. Ketenaran dan nama besar sebagai penulis di Kompasiana harus dijaga. Ketika suatu saat ia kering ide maka godaan untuk sekedar mencontek bisa saja datang. Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang bagus maka dicomotlah artikel bertema populer dari situs luar. Tema-tema populer sulit dideteksi karena lebih bersifat umum. Jadi sepertinya memang mudah ditulis oleh siapapun. Sudah mencomot malas menyertakan referensi, klop-lah sudah.
Masalah teknis
Terakhir adalah masalah teknis yang bisa menjadi tantangan tersendiri. Sudah siap dengan tulisan bagus eh Kompasiana down. Batal dah posting. Sungguh kecewa juga ketika tidak bisa insert foto yang memang wajib untuk disertakan. Ini kadang mempengarui emosi kita. Buat yang tidak tahan banting mungkin akan pergi dari Kompasiana.
Banyak tantangan menulis di Kompasiana, tetapi jika semuanya dikembalikan pada niat yang ikhlas untuk berbagi semua itu bukan masalah besar. Sharing & Connecting jika dimaknai lebih dalam tidak akan bisa dibayar dengan apapun. Sungguh luar biasa kita bisa berbagi walau sekedar tulisan. Dan sungguh luar biasa juga kita bisa mengenal dan membangun relasi dengan penulis-penulis lain yang penuh inspirasi. That’s why I am still here.
Tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan beberapa rekan yang heran mengapa saya masih betah ngompasiana. Btw, tantangan juga khan yang membuat hidup ini lebih indah dan punya makna. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H