Perlu pembuktian khusus untuk menyimpulkan bahwa diskotek adalah sarang dari peredaran narkoba. Bagaimanapun idealnya diskotek termasuk dalam kategori tempat hiburan. Tempat di mana orang mencari hiburan atau dijadikan sebagai tempat untuk sekedar hang out.
Apa yang ada di dalam sebuah diskotek? Diskotek tidak akan lepas dari musik. Sudah tentu saat ini yang paling dominan adalah musik-musik jenis house music yang dipandu oleh disc jockey (DJ). Semua itu dibalut dengan tata cahaya yang biasanya mengikuti irama music. Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam sebuah diskotek adalah ketersediaan minuman baik alkohol maupun non-alkohol.
Bagi mereka yang penat dengan kesibukan dan tekanan pekerjaan dapat memanfaatkan diskotek sebagai sarana pelepas stress. Turun ke lantai dansa, bergoyang seirama dengan musik yang keras bersama teman atau sekedar menyaksikan para escort meliuk-liukan tubuh bisa meredakan ketegangan otak. Maka tidak jarang saat ini banyak diskotek kelas atas berada di sekitar wilayah perkantoran.
Namun tidak jarang kita membaca atau melihat berita di media bahwa sering kali Badan Narkotika Nasional melakukan razia terhadap tempat hiburan malam dalam hal ini diskotek. Ditengarai bahwa diskotek menjadi bagian dari peredaran narkoba. Beberapa pengunjung kedapatan menyimpan narkoba. Lalu ada yang kedapatan mengkonsumsi narkoba setelah di lakukannya test urine.
Silakan simak kutipan berita dari beberapa sumber di bawah ini:
BNN Akhirnya Bisa Razia di Dua Diskotek Kebal Hukum
... Dua tempat diskotek, Ilegal dan Stadium, Jalan Hayam Wuruk Jakarta Pusat yang selama ini seolah sulit disentuh akhirnya berhasil dirazia oleh tim gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN) Propinsi DKI dan POM TNI. ..... Mereka yang diperiksa tes urine tidak saja pengunjung setempat juga sejumlah selebritis terdiri dari peragawati, pelawak, dan pemain sinetron turut terjaring razia antinarkoba di diskotik Ilegal dan Stadium.
Tidak hanya di Pulau Jawa saja, diskotek kota-kota lain di luar Jawa pun tidak luput dari peredaran narkoba. Tengok apa yang terjadi di Kepri dimana BNNP berhasil menangkap 18 orang pengguna narkoba. (BNNP Kepri Gelar Razia, 18 Orang Ditangkap)
Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Anang Iskandar pun mengamini bahwa tempat hiburan malam seperti diskotek dan cafe disinyalir menjadi lokasi empuk bagi peredaran narkotika. Berita lengkap silakan simak di sini (BNN: Diskotek Surga Peredaran Narkoba).
Seumur hidup saya baru 2 kali masuk ke diskotek. Sesungguhnya saya kurang menyukai tempat yang hingar bingar seperti itu. Lebih enak rasanya nongkrong saja bersama teman sambil ngobrol sembari bermain gitar. Alasan lain karena merasa bukan dari golongan the have.
Pertama kali masuk diskotek pada akhir tahun 90-an. Suatu ketika saya ke Surabaya untuk bertemu dengan teman yang kenal via internet. Sampai di Surabaya hari sudah malam, mungkin sekitar pukul 9. Saya dijemput di terminal Purabaya (Bungurasih) oleh teman lalu ditawari untuk sekalian ikut bersama teman-temannya ke “K”, seperti sebuah nama kota di Hong Kong sana. Saya sih oke saja karena mengira itu adalah nama restoran kebetulan saya juga belum makan. Maklum saja, “K” sendiri kalau di Yogyakarta adalah nama sebuah restoran chinese food.
Ternyata oh ternyata saya diajak ke sebuah diskotek yang berada satu gedung dengan sebuah plaza dan hotel terkenal. Masuk harus ternyata membayar cover charge dulu. Di dalam sudah ramai pengunjung, beruntung teman saya dan her gank sudah reserve meja. Bagaimana rasanya di dalam sebuah diskotek? Untuk orang yang baru pertama kali masuk tentunya campur aduk. Satu hal yang pasti saya merasa lapar. Beruntung ada cemilan kacang dan french fries yang bisa mengganjal perut saya waktu itu. Teman-teman hanya memesan minuman cola, namun kemudian dicampur dengan Chivas Regal yang dibawa dari luar dengan sembunyi-sembunyi.
Di dalam diskotek jika badan tidak bergoyang rasanya lain. Tubuh seakan otomatis akan mengikuti rentak musik yang berdentam itu. Semua orang bergoyang dengan gayanya sendiri-sendiri. Di atas panggung wanita-wanita yang katanya disebut lady escort menari dengan gaya yang dinamis dan erotis. Asap rokok memenuhi ruangan yang cukup besar itu. Dengar-dengar diskotek K itu baru buka dan menjadi yang terbesar di Surabaya masa itu. Satu hal yang saya ingat saya sempat ditawari seseorang pil (mungkin ekstasi) tapi saya tolak dengan halus.
Waktu tidak terasa, rasanya ketika kami pulang tidak lama kemudian terdengar adzan subuh. Saya sudah lelah dan sangat mengantuk begitu pula teman saya. Tetapi tidak pada seorang teman yang terus terlihat fit, dari cerita diketahui ia mengkonsumsi sabu.
Pengalaman kedua masuk diskotek terjadi sekitar 7 tahun silam. Masa itu saya bersama teman bergerak dalam usaha pengadaan barang dan jasa. Hasilnya cukup lumayan sehingga suatu saat teman mengajak untuk mencari hiburan yang lain daripada yang lain. Jika biasanya hanya ke cafe atau karaoke, kali itu kami pergi ke sebuah diskotek besar yang ada di Yogyakarta.
Baru sampai parkiran kami sudah didekati orang yang pura-pura ingin masuk tapi tidak punya uang. Jadi ia minta kami bayari tiket masuk, lalu sebagai ganti ia akan memberi barang sesampainya di dalam. Kami tidak terlalu menggubrisnya.
Kami mengambil tiket masuk yang harganya lumayan mahal karena mendapat 2 bonus khusus. Lagi pula memang ada niat untuk bergaya. Maklum saja sedang pegang uang banyak. Memang benar, masuk dengan tiket khusus ternyata mengundang wanita-wanita cantik mendekat. Karena memang tidak terbiasa ke diskotek saya pun tidak merasa nyaman. Semakin tidak nyaman ketika semakin banyak yang datang silih berganti guna menawarkan ini itu. Mereka menawarkan minuman kaleng sampai air mineral.
Dalam hati terus terang agak was-was, karena takut juga jika minuman tersebut sudah dicampur sesuatu. Naluri waspada terhadap situasi semakin mengemuka ketika beberapa gadis yang ikut ngobrol bersama kami mulai berani menawarkan pil dalam beberapa warna. Dengan bujuk rayu bahwa barang tersebut gratis asal mau mencoba mereka coba mempengarui kami dibawah kerasnya suara house music.
Saya pikir bahwa keadaan sudah tidak kondusif dan berbahaya. Segera saya ajak teman untuk meninggalkan meja. Dalam situasi begitu dan dalam lingkungan yang tidak kenal siapa-siapa itu pulang adalah langkah yang bijaksana. Kami tidak tahu siapa mereka sebenarnya. Kawatir juga bila semua itu adalah rekayasa dan tentu saja bisa menjebak.
Saya pikir, sekali mencoba maka kami akan larut dan bisa-bisa lepas kontrol. Belum lagi bila ada razia maka kami akan kena ciduk aparat. Atau bisa pula kami akan tersandera oleh oknum-oknum yang nantinya akan memeras kami karena mereka melihat kami adalah orang baru disitu.
Begitulah pengalaman saya memasuki Diskotek. Ini bukan menjudge bahwa diskotek adalah sarang narkoba. Namun kita tidak bisa menutup mata bahwa diskotek memang bisa menjadi tempat yang ideal bagi pengguna dan pengedar narkoba. Bisa kita saksikan orang-orang yang bergoyang lepas kontrol dan tanpa lelah. Atau kita kadang bisa melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana pil-pil ekstasi berpindah tangan secara terbuka.
Diskotek, cafe, karaoke dan tempat-tempat hiburan malam lainnya idealnya diperuntukan bagi mereka yang mencari hiburan. Tempat dimana orang bisa bercengkerama bersama teman sambil berdisko menikmati musik. Hanya saja, situasi telah disalah gunakan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab dengan mengedarkan narkoba.
Pengunjung diskotek yang kebanyakan orang muda dianggap pasar yang potensial bagi narkoba. Di sini tentu dibutuhkan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan aparat terkait. Razia harus sering dilakukan secara diam-diam. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tempat-tempat hiburan dibekingi oknum sehingga agak sulit untuk dilakukan razia. Perlu tindakan terpadu dari semua pihak untuk menjadikan Indonesia bebas narkoba.
Melalui tulisan ini saya hanya ingin berbagi pengalaman mengenai keadaan seputar diskotek. Tidak ada maksud saya untuk mendiskretikan pihak tertentu. Mungkin tidak semua diskotek dan tempat hiburan malam menjadi pusat peredaran narkoba. Bagi pembaca yang sudah menjadi diskotek menjadi bagian dari gaya hidup tentu lebih paham dan saya yakin sudah punya trik untuk tidak terjerat oleh narkoba. Sedangkan bagi mereka yang belum pernah masuk diskotek, saya sarankan untuk lebih baik tidak usah mencoba. Kadang kita tidak tahu apa yang bakal terjadi. Kadang kita bisa silap karena situasi dan bujukan-bujukan yang sulit untuk kita tolak.
Cari hiburan yang lebih sehat dan positif. Bercengkerama bersama keluarga adalah hiburan yang menurut saya paling indah dan menyehatkan bathin. Olah raga diyakini mampu mengalihkan seseorang untuk mencari hiburan yang tidak sehat. Energi yang disalurkan dengan bermain futsal misalnya jauh lebih baik daripada menari-nari dibawah kepulan asap rokok. Selain itu olah raga yang melibatkan banyak orang ikut membantu rasa sosial dan kesetiakawanan kita.
Atau jika merasa jenuh dengan rutinitas? Cobalah untuk menulis. Kita bisa aktif membuat tulisan di blog pribadi atau keroyokan seperti di Kompasiana ini. Selain bisa share apa saja, kita bisa mendapat saudara-saudara baru. Menulis juga menyehatkan bagi otak karena diyakini pula menulis bisa memperlambat kepikunan. Beberapa penyakit kejiwaan malah menjadikan aktivitas menulis sebagai terapi untuk kesembuhan. Jadi jika niat dalam diri memang untuk menyehatkan jasmani dan rohani maka otomatis tidak akan kepikiran untuk coba-coba menggunakan narkoba.
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H