Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Adu Pinalti: Pertarungan Teknik, Mental, dan Nasib Baik

6 Juli 2015   03:34 Diperbarui: 6 Juli 2015   03:34 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak pemain profesional baik itu kelas lokal maupun internasional yang menolak ketika diminta menjadi penendang dalam babak adu pinalti. Tapi lain halnya ketika waktu normal, siapa yang mengeksekusi kadang menjadi rebutan.
Menjaringkan bola ke gawang selebar 7,32 meter bukan pekerjaan mudah. Ada seorang kiper yang harus dilewati. Kemana bola harus diarahkan, kiri atau kanan? Kira-kira bagaimana antisipasi kiper? Belum lagi gerakan-gerakan kiper yang acap merusak konsentrasi penendang.
Jadi untuk memenangkan drama adu pinalti sebuah tim harus memiliki 3 unsur. Yaitu:

Teknik
Kiper-kiper profesional selalu mempelajari gaya dan teknik para pinalty-taker lewat video. Karena setiap klub/timnas pasti ada seorang pemain yang spesialis dalam hal tendangan pinalti. Bagi para penendang, mereka pun selalu mengupdate teknik agar tidak bisa terbaca oleh kiper lawan.
Seorang kiper selain mengandalkan teknik, dia juga bisa membuat strategi tersendiri. Misalnya dalam drama adul pinalti, tendangan pertama ia akan melompat ke kanan. Berikutnya ia akan selalu bergerak ke kiri. Ini mungkin mencoba untung-untungan siapa tahu bisa lebih cepat dari laju bola.
Seorang penendang pinalti tentu tidak mau tendangannya terbaca oleh kiper. Menendang bola sekeras-kerasnya agar tidak tersentuh kiper tentu bukan jaminan. Karena salah-salah bola akan melayang di atas mistar. Penendang profesional juga melihat bagaimana posisi kaki atau kuda-kuda seorang kiper untuk mengetahui kemungkinan arah gerakan. Mereka berlatih membuat keputusan sepersekian detik sebelum kaki menyentuh bola agar bisa mengecoh kiper.

Mental
Menendang pinalti perlu ketenangan, fokus dan konsentrasi tinggi. Apalagi bermain di kandang lawan. Dibelakang gawang ada riuhnya suporter lawan bersama kibaran panji-panji mereka. Membuat gawang yang ada di depan seolah menciut. Kaki pun pasti akan terasa berat.
Beban penendang jauh lebih berat dibandingkan seorang kiper. Terutama penendang pertama tentunya. Sedangkan kiper boleh dikatakan nothing to lose. Jika berhasil ia akan jadi pahlawan. Namun jika gagal maka tidak akan ada yang menghujatnya.
Biarpun dalam sesi latihan sudah diadakan simulasi khusus adu pinalti, situasinya pasti berbeda secara emosional saat laga sebenarnya. Bermain selama 120 menit, tentu saja menguras energi yang luar biasa. Pemain yang sudah kelelahan konsentrasinya tentu berkurang.

Dua tim yang bertemu di babak knock-out apalagi final tentu adalah tim-tim terbaik. Secara teknik mereka seimbang. Buktinya tetap sama kuat walau sudah diberi waktu tambahan. Bagaimana secara mental? Ketika seorang sudah menerima tanggungjawab untuk masuk dalam daftar penendang tentu ia yakin ia pasti bisa membuat gol. Percaya diri adalah modal utama.
Lionel Messi sukses memperdayai Claudio Bravo. Ini tentu karena Messi punya skill dan mental yang bagus. Begitu pula, ketika Bravo menahan tendangan Ever Banega. Itu juga tentu hasil dari pengalaman dan latihan bertahun-tahun. Bagaimana Alexis Sanchez berani melakukan teknik Panenka dalam situasi yang krusial? Selain karena Chile dalam posisi unggul, Sanchez pasti punya mental yang baik. Ia begitu tenang sebagai penendang penentu.
Bagaimana dengan 2 penendang Argentina yang gagal itu? Tendangan Ever Banega terlalu biasa-biasa saja untuk ukuran kiper sekelas Bravo. Mudah terbaca dan pelan. Mungkin kaki Banega terasa berat untuk digerakan. Atau terlalu pede? Rasanya sih tidak, silakan simak kembali ekspresi wajah banega yang dizoom kamera, terlihat tegang.

Dewi Fortuna
Lalu siapa yang bakal menyangka bola tendangan pemain sekelas Gonzalo Higuain bakal melewati mistar? Sekilas tidak tampak raut wajah yang tegang sesaat sebelum ia mengeksekusi pinalti itu. Higuain sangat percaya diri. Tendangannya melambung, terlihat ekpresinya berubah, ia spontan marah dan kesal seolah tidak percaya kalau dirinya telah gagal.

Kita tahu ada banyak pemain sepakbola hebat di dunia ini pernah gagal dalam drama adu pinalti. Sebut saja nama Socrates (Brazil) dan Michael Platini (Perancis) di Piala Dunia Mexico ’86. Atau Roberto Baggio yang juga gagal di partai final PD 1994. Masih ingat adu pinalti final Liga Champions 2005 di Istambul, siapa yang gagal? Ada Serginho, Andrea Pirlo, dan Andriy Shevchenko!
Ada segudang pemain hebat yang pernah jadi pecundang. Entah bolanya melayang diatas mistar. Menyamping atau hanya mengenai tiang gawang. Atau secara tak sengaja masih tertahan kaki kiper. Ada juga yang bolanya jadi tidak terarah hanya gara-gara penendangnya terpeleset. Jadi ada faktor ‘x’ jika tidak mau disebut faktor kesialan yang membuat sebuah tim gagal dalam adu pinalti. Kesialan yang menimpa sebuah tim, adalah keberuntungan bagi tim lain tentunya.

Kemenangan Chile atas Argentina lewat drama adu pinalti jelas karena Chile punya teknik, mental, dan faktor keberuntungan. Bermain di depan publik sendiri jika tidak punya mental yang bagus tentu bisa jadi bumerang. Semua tendangan mereka on target dan bolanya melesat cepat. Romero bisa menebak arah bola tapi tidak cukup cepat untuk menahan lajunya.
Argentina pun punya peluang yang sama untuk bisa juara. Cuma sayang ada salah satu penendang mereka yang terlihat kurang dari sisi mental. Sayang juga, ada salah satu penendang mereka yang kurang bernasib baik. Dewi fortuna hanya bisa memihak salah satu tim saja. Sehingga Argentina harus gagal membawa pulang trofi Copa America 2015.
Inilah seninya sepakbola, ada hal-hal yang tidak bisa dihitung secara matematis untuk mendapatkan hasil akhirnya.

 

sumber gambar: sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun