Beberapa waktu lalu Satgas Covid-19 melalui juru bicaranya, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa kemungkinan Indonesia akan menghadapi kenaikan kasus yang tinggi dalam 2 hingga 3 minggu ke depan. Masyarakat diminta tetap waspada seiring varian Omicron yang sudah masuk ke Indonesia. Penting bagi masyarakat untuk tetap disipilin menerapkan protokol kesehatan.
Pemerintah sendiri bekerja sama dengan beberapa pihak terus melaksanakan pemberian vaksin bagi anak sekolah dasar. Termasuk pemberian vaksin booster bagi mereka yang sudah menerima tiket melalui aplikasi PeduliLindungi.
Tetapi bisa kita saksikan bersama, kerumuman-kerumunan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, betul-betul melukai mereka yang secara sadar menjalankan prokes dan aktif mendapatkan vaksin. Mereka yang rela mengeluarkan untuk membeli masker. Kesadaran menjalankan protokol kesehatan dan vaksin bukan saja demi menjaga diri dan keluarga tetapi demi Indonesia yang sehat.
Lautan massa pada konser musik Tri Suaka di Taman Kukulu Subang, atraksi barongsai di Mal Citylink Bandung, dan terakhir konser musik di Makassar yang dihadiri ribuan orang, Â betul-betul membuat geleng-geleng kepala dan sulit diterima akal sehat ketika kita semua berjuang melawan pandemi.
Apa kerja Satgas Covid-19 dan aparat keamanan setempat? Setiap ada pelanggaran selalu pihak penyelenggara acara yang disalahkan. Terjadi penyalahgunaan izin acara! Lagu lama dari kaset usang yang diputar terus menerus.
Bagaimana Satgas Covid-19 tidak memantau? Apakah pihak kepolisian tidak mempunyai intel untuk mendeteksi akan terjadi pelanggaran atau tidak? Di mana sejatinya tanggungjawab moral pimpinan-pimpinan instansi yang terkait dalam penanganan Covid-19 di daerah?Â
Kerumunan ribuan orang dalam situasi pandemi jelas beresiko tinggi terjadi penularan, terus mengapa seakan terjadi pembiaran? Apakah Satgas Covid-19 sudah menganggap bahwa sebenarnya virus Covid-19 ini sebenarnya sudah seperti virus flu biasa?
Kerumunan massa yang kasat mata saja Satgas Covid-19 tidak mampu menangani apalagi yang tidak kasat mata. Ulah oknum-oknum 'bebas' karantina di bandara pun tidak terdeteksi. Kalau ada selegram ketahuan melanggar karantina itu pun karena keteledorannya sendiri.
Mengapa terjadi pelanggaran? Jelas karena sanksi tidak memberikan efek jera. Dari kasus di Subang misalnya, masyarakat berpikir bahwa memang telah terjadi pembiaran, jika viral tinggal dikasih sanksi untuk meredam kegusaran masyarakat. Melihat di TV dimana pihak yang berwenang merasa kecolongan dan seribu satu alasan adalah sebuah hal yang konyol.
Saya yakin jika di Jepang atau negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai tanggungjawab dan integritas pejabatnya sudah mengundurkan diri dalam kasus seperti ini. Entahlah, belum mendengar respon ketua Satgas Covid-19 dalam kasus kerumunan ribuan orang ini.