Film Buah Hati Mama adalah salah satu film nasional yang membuat saya sangat berkesan hingga kini. Â Scene-scene dalam film ini betul-betul membekas di hati. Satu yang istimewa, film ini adalah film nasional perdana yang saya tonton di bioskop "Samudera", sebuah bioskop kecil yang letaknya dekat pelabuhan di salah satu kecamatan di Pulau Bangka pada awal '80an.
Saya masih ingat waktu itu malam minggu, tiba-tiba bapak mengajak kami ke bioskop. Girangnya minta ampun. Naik vespa bonceng 3 lah kami sekeluarga.Â
Pukul 8 malam film baru di mulai. Sebagai satu-satunya tempat hiburan dan malam minggu pula suasana di luar bioskop sudah ramai. Banyak orang berjualan rokok, minuman, dan permen berpenerangan lampu petromaks.
Jangan bayangkan bioskop dengan AC dan kursi empuk ya. Kursi dari kayu dan penuh asap rokok.  Suaranya ya begitulah, maklim saja tidak  Dolby Stereo. Tapi walau begitu menonton di bioskop atmosfernya memang beda dibanding nonton di tv misalnya.
Walau masih kecil, film Buah Hati Mama betul-betul menyentuh. Ikut merasa kasihan pada sosok Eka, seorang anak yang teraniaya. Pokoknya sungguh berkesan.
Nah,ketika video player hadir, beberapa kali saya melihat film ini. Orang-orang pada masa itu sepertinya juga menyukai film ini. Videonya cukup laris di tempat penyewaan kaset video bersama film-film nasional lain seperti Warkop DKI dan Suzanna.
Buah Hati Mama bercerita tentang sebuah keluarga yang terpaksa harus kembali ke tanah air dan menghadapi tantangan baru secara finansial dan sosial sehingga menimbulkan tekanan psikologi terutama pada Nona, sang ibu.
Pasangan suami istri Hendrik (Sophan Sopian) dan Nona (Widyawati) memiliki 3 orang anak (Ryan Hidayat), Eka (Nyonyo Sabir), dan Putri (Puput Novel). Entah mengapa Eka selalu menjadi sasaran pelampiasan kemarahan Nona.
Eka sendiri digambarkan sosok yang pemberani, lugas, dan mau bergaul dengan siapa saja. Ia berani melawan mereka yang menghina ayahnya. Eka bahkan sampai dihukum karena membela Putri yang diganggu anak tetangga.
Adegan yang paling menyedihkan dimulai ketika TV berwarna yang baru dibeli pecah kena bola tenis. Padahal tv tersebut dibeli dari hasil penjualan piano. Nona kalap dan marah besar dan langsung memvonis Eka yang salah. Eka dipukul berkali-kali dan akhirnya dikurung di kamar mandi.