"Dari Sabang, pakde."
"Ha....Sabang....beneran ini.. sampai ke Titik Nol dong?" tanya saya setengah tidak percaya.
"Iya, pakde."
Dalam hati saya tersenyum. Lucu juga dipanggil 'pakde'. Iseng, saya menanyakan apakah mereka dapat sertifikat atau tidak. Jujur saya agak sangsi dengan pengakuan mereka.
[caption caption="Cukup ekstrim bukan?"]
Lalu salah seorang mengambil tas ransel yang di vespa lalu mengeluarkan sertifikat itu. Dalam hati saya agak menyesal menanyakan hal itu. Betul mereka berdua memang dari Sabang!
Mereka ternyata beristirahat sambil menunggu seseorang yang katanya mau memberi mereka ban vespa bekas. Setelah itu mereka hendak menuju ke alamat yang tadi ditanyakan.
Sebagai sesama perantau saya menawarkan mereka untuk mandi dan makan di rumah. Namun mereka menolak, mungkin merasa sungkan. Saya coba memaksa namun keduanya kukuh menolak secara halus.
Saya pikir tidak ada salahnya saya yang mengalah. Bergegas saya pulang mengambil apa yang ada di rumah dan membeli sebotol air kemasan. Berdua makan dengan lahap, menandaskan apa yang ada. Maklum saja sedari siang mereka belum mengisi perut sama sekali.
Roni dan Fauzi ternyata harus menempuh perjalanan selama 7 bulan untuk sampai ke Sabang. Bersama vespa 'ekstrim' tersebut mereka melalui kota-kota besar di Pulau Sumatera. Dari Bandar Lampung, Palembang, Jambi, Pekan Baru, Medan, Banda Aceh hingga akhirnya sampai di Sabang.
[caption caption="bagi yang tidak terbiasa, bukan perkara muda mengendalikan vespa ini"]