Bergulirnya wacana untuk menghidupkan pasal penghinaan terhadap kepala negara tentu bukan tanpa sebab. Bagi yang giat di media sosial tentu paham betul bagaimana kejamnya dunia maya terhadap Jokowi. Mulai dari meme hinaan, cacian, fitnah keji hingga ancaman tebas leher dialamatkan ke Jokowi. Sejak jaman pilkada DKI 2013 hingga pilpres 2014 menyebar hingga ke pelosok negeri. Pelakunya mulai dari politikus terhormat sampai tukang sate.
Ketika Jokowi resmi menjadi presiden republik ini ternyata sepertinya semakin menjadi-jadi. Mungkin di dunia ini, Jokowi adalah pemegang rekor presiden paling sering dinistakan oleh sebagian rakyatnya sendiri.
Terus terang awalnya saya masih bimbang apakah mendukung diberlakukan pasal penghinaan terhadap Jokowi. Karena di satu sisi saya sangat mendukung kebebasan berpendapat. Karena itu adalah elemen penting dari sebuah demokrasi. Melihat era Soeharto dimana begitu banyak orang yang ditangkap atas dasar pelanggaran undang-undang subversif, rasanya tidak ingin hal itu terulang kembali.
Tetapi akhirnya saya putuskan untuk mendukung jika pasal penghinaan terhadap presiden diberlakukan. Dengan beberapa alasan antara lain,
- Menimbulkan efek jera dan takut
Adalah absurd jika pasal ini diberlakukan maka akan ada ribuan orang yang akan ditangkapi karena menghina presiden. Pasal ini akan membuat jera pelaku dan membuat orang lain berpikir dua kali untuk melakukan penghinaan. Bukankah ini pula esensi dari sebuah peraturan. - Membuat masyarakat lebih beradab
Masyarakat yang beradab itu diukur bukan saja dinilai dari modernitas. Tetapi dari bertutur serta berperilaku. Baik di rumah, di jalan, maupun di media sosial.
Pilpres 2014 jelas-jelas membuat sebagian orang sudah jauh dari identitas dan kepribadian bangsa Indonesia yang adiluhung. Sopan santun dan tatakrama yang sudah diajarkan oleh orang tua dan sekolah seolah lenyap dimakan kemarahan dan kekesalan atas sebuah kekalahan.
Penghinaan terhadap Presiden Jokowi akan menimbulkan aksi balas terhadap pribadi yang lain. Akhirnya begitu terus dan tidak akan pernah selesai.
Orang Indonesia akan menjadi lebih beradab ketika menggunakan media sosial, ada hal-hal positif yang bisa didapat daripada sekedar menghina dan mengancam presiden. - Melindungi generasi muda
Jika sejak remaja sudah berani menghina bahkan menghancam seorang kepala negara saya pastikan moralnya patut dipertanyakan. Bahkan perlu dipertanyakan juka kejiwaan mereka-mereka yang mulai berani mengatai kepala negara dengan kata-kata kotor dan bahkan ingin bertindak bar-bar. Betul-betul miris.
Generasi muda sendiri banyak mencontoh para orang tua mereka. Jika misalnya seseorang yang sering muncul di televisi menghina-hina presiden dikawatirkan akan menjadi contoh buruk.
Saya rasa Jokowi sudah cukup sabar selama ini. Cuma kesabarannya disalahartikan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Ketika Jokowi ‘bergerak’ orang mulai terusik. Orang mulai menjadi tiba-tiba bodoh tidak tahu perbedaan antara mengkritisi dan menghina.
Mengapa takut dengan pasal tersebut? Bukankah nanti ada proses pengadilan yang akan menentukan salah atau benar. Silakan sewa pengacara terbaik, dan saya yakin juga banyak pengacara yang suka rela membela. Atau banyak politikus yang tidak segan menjaminkan diri agar anda tidak ditahan polisi. Atau jika perlu suruh orangtua anda ke istana, sungkem sama presiden. Berharap bisa dimaafkan.
Saya berpikir bahwa Jokowi akan menjalani 2 periode memimpin negara ini. Beliau sayang sama sebagian rakyatnya. Sebagian yang selama ini berbuat dosa berkepanjangan yang sebenarnya tidak perlu. Menghina, mencaci, memfitnah, dan mengancam seorang presiden. Sehingga timbul niatan agar pasal tersebut diberlakukan. Niat baik Jokowi ini perlu kita dukung bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H