Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

BBM Naik Lapo Tuak Tetap Ramai

23 November 2014   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapo tuak yang jaraknya cuma selemparan batu dari rumah itu tetap saja ramai setiap hari, tetutama malam. Apalagi kalau malam minggu bisa sampai lewat tengah malam. Orang bernyanyi diiringi gitar membawakan lagu-lagu pop daerah.

Padahal BBM sudah dinaikan, sebagian turun ke jalan. Sopir-sopir angkot di beberapa daerah mogok. Katanya BBM naik bikin hidup jadi lebih berat, apa-apa mahal.

Apa iya begitu? Kalau ongkos transportasi naik memang akan berimbas pada naiknya harga. Biasanya ongkos angkot di Medan 4000 rupiah, kini jadi 5 ribu. Pulang pergi jadi 10 ribu.

Premium naik, kerasa juga buat pemilik kendaraan. Kemarin ke Aceh, beli bensin ternyata jadi 60 ribu lebih mahal dari biasanya. Biar mahal ya tetap harus beli.

Tidak cuma lapo tuak yang ramai karena di Aceh kedai kopi pun tetap ramai. Kedai kopi di Aceh sangat mudah ditemui, sepertinya sudah jadi bagian dari budaya masyarakat Aceh. Buat saya kopi Aceh itu memang nomor satu.
Kenapa harus ngopi di kedai? Bukankah kopi bikinan istri itu gratis, rasanya juga tidak jauh beda. Lain memang, ngopi di rumah dengan di kedai. Di kedai kopi bisa sambil ngobrol ngalor ngidul. Bisa sambil menikmati nasi lemak atau kudapan lain.

Kenapa Lapo tuak dan kedai kopi tetap ramai di saat orang mengeluh BBM naik? Jangankan tempat minum milik rakyat itu yang ramai, mal dan gerai penjual gadget pun tetap ramai. Warung kopi sekelas Starbucks atau restoran cepat saji tetap ramai pengunjung. Hampir semua makan dan minum sembari bermain dengan gadget keluaran terbaru.

Kembali ke kedai tuak, yang datang rata-rata masyarakat menengah ke bawah. Kebanyakan juga sopir angkot dan penarik becak. Minum tuak bukan buat mabuk, tapi buat kesehatan. Obat capek, itu alasan orang minum tuak. Memang sih harga segelas tuak murah meriah, 1 pitcher besar cuma 10 rb tapi kalau ditambah rokok 1 bungkus ya lumayan juga uang yang dikeluarkan.

BBM naik ya mungkin memang harus dinaikan, toh sudah sering dilakukan. Mau protes juga buat apa? Mending kurangi beli rokok kalau nggak bisa stop. Kurangi jajan dan hura-hura mungkin langkah yang bijak.
Tinggal kita berharap pemerintah juga bisa bijak mengalokasi subsidi yang dikurangi itu untuk pembangunan. Alokasikan lebih banyak untuk beasiswa dan sarana kesehatan. Bikin bendungan yang banyak dan pemerataan pembangunan sampai di daerah. Jangan cuma Jawa saja yang dibangun.

Oke ya...nggak usah demo-demo lagi, malu sama mereka yang di kedai tuak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun