Pernikahan adalah perjalanan panjang menyempurnakan ibadah. Dengan menikah kita menggenapi separuh agama. Betapa sangat sakral kedudukannya dalam Islam. Tentu saja, posisinya yang istimewa ini tidak serta merta disematkan karena alasan yang remeh temeh. Justru banyak hal yang terlihat sepele namun ternyata berat jika dilakoni secara istiqomah. Terbukti tak semua pasangan mampu mengarungi bahtera ini sampai akhir.
Partner seumur hidup saya yang sudah dipilih Tuhan khusus memang untuk saya, siapa sangka adalah teman dekat saya. Bolo plk. Konco knthl. Terasa aneh dulu waktu awal menikah. Pernah kalimat sesumbar keluar dari mulut saya "masiyo dekne mudho nang ngarepku loh aku gak kiro melok" (walaupun dia telanjang di depanku, aku gak mungkin ikut). Mungkin waktu itu kebetulan ada malaikat lewat dan laporan live. Hingga langit pun menakdirkan kami bersatu.
Karena sudah kenal njobo njero, maka tak ada jaga image dalam hubungan kami. Dia yang masih malu-malu dan agak shock therapy dengan tingkah saya yang begitu all out. Sungguh dunia yang terbalik.Â
Saya percaya tidak ada yang terjadi kebetulan di dunia ini. Semua sudah direncanakan sebaik-baiknya oleh Sang Maha Pengatur, tak terkecuali pernikahan kami. Kami bukan termasuk kategori cinta pada pandangan pertama atau dijodohkan. Hubungan kami lebih didasarkan atas rasa nyaman dan guyonan yang nyambung. Kami berdua adalah pasangan humoris yang easy going.
Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan tujuannya adalah untuk saling mengenal dan melengkapi. Kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan yang lain. Saya yang grusa grusu kerapkali ditenangkan olehnya yang penuh perencanaan matang. Betapa sabarnya dia menghadapi saya yang unpredictable. Ketabahannya sudah seperti hujan di bulan Juni.
Tak terasa satu dasawarsa sudah kami arungi bahtera rumah tangga. Ombak, badai, topan, bahkan tsunami yang mungkin levelnya intermediate telah kami lalui. Sangat bersyukur kami semakin dikuatkan dalam ikatan suci ini.
Menikah bukan melulu tentang cinta menggebu. Tetap menyayangi dan mengasihi pasangan kita bahkan pada saat terburuk, juga ketika kita dilukai adalah seni yang harus dipelajari sepanjang perjalanan seumur hidup.
Menjadikan hari-hari kami tidak jenuh dengan rutinitas adalah PR yang masih kami kerjakan hingga saat ini. Tak dipungkiri, dianugerahi 3 putra dengan jarak lumayan dekat membuat tenaga, pikiran, waktu dan rekening kami terkuras habis. Namun hati saya penuh kesyukuran. Allah jadikan kami kuat dan mampu dititipi amanah untuk menulis peradaban terbaik di masa depan. Dengan mereka visi misi keluarga kami lengkap terbentuk. Kehadiran mereka kian menyempurnakan ritme langkah kami.
Cinta yang termakan waktu bila tak dirawat akan menjadi gersang dan layu. Agar senantiasa tumbuh dan berkembang, cinta perlu disirami, dipupuk, disiangi dari gulma dan kadangkala perlu di pruning. Metode yang diterapkan dalam satu rumah tangga mungkin tak sama dengan yang lain. Berikut beberapa catatan menurut pengalaman keluarga kami.
Kenali Bahasa Cinta
Menurut Gary Chapman, ada 5 bahasa cinta yang bisa diekspresikan oleh seseorang kepada orang yang dikasihinya. Bahasa cinta tersebut adalah waktu berkualitas (quality time), pujian (words of affirmation), pelayanan (acts of service), hadiah (gifts), dan sentuhan (physical touch).
Jika bahasa cinta saya adalah waktu berkualitas dan pelayanan, sigaraning nyawa saya adalah hadiah dan sentuhan. Ya betul, tidak ada yang beririsan. Waktu belum paham akan bahasa cinta ini, seringkali kami kurang tepat dalam mengungkapkan cinta masing-masing. Seringkali jika saya dibelikan sesuatu, berujung mubazir karena hadiah tersebut kurang cocok. Sebaliknya, dia yang saya ajak berduaan saja walaupun cuma gegoleran gak ngapa-ngapain seringkali sudah terdengar dengkurnya sebelum genap menit ke-10. Zzzzz.
Meluangkan Waktu Lebih Banyak untuk Quality Time
Sibuknya kami dengan pekerjaan di kantor dan rumah serta urusan anak-anak membuat waktu semakin mahal untuk sekedar pillow talk. Apalagi saya yang bekerja di beda kabupaten, harus bangun pagi sekali untuk bersiap, pulangnya juga sudah capek. Di sela-sela marathon kegiatan tersebut kami butuh menyempatkan diri untuk bercerita tentang kejadian lucu di bis, atau tentang sifat unik rekan kerja kami. Hal ini untuk menimbulkan kembali chemistry yang sudah mulai kehilangan daya magisnya. Karena witing trisno kuwi jalaran saka ngglibet.
Bercinta dengan Mindfull
Tak dipungkiri, banyak pasangan berakhir berpisah karena urusan kasur. Kebutuhan biologis bukan hal yang tabu dalam rumah tangga. Keduanya harus terbuka tentang apa yang diinginkan dan tidak disukai. Dengan terpenuhinya nafkah batiniah, baik suami maupun istri tidak akan mencari kekurangan tersebut di luar. Naudzubillah.
Rembugan itu PentingÂ
Jika ada sesuatu yang mengganjal, sesepele apapun itu kelihatannya, please speak up. Kalau sedikit-sedikit mendem, sama halnya seperti membawa bom waktu yang setiap saat siap meledak.
Berkomunikasi tentu ada seninya. Saya harus banyak belajar pada suami yang lihai dalam hubungan diplomatis. Kalau ingin membahas sesuatu, dia selalu menimbang suasana hati, kondisi, dan waktu yang banyak berpengaruh terhadap kesimpulan pembicaraan tersebut pada akhirnya. Tidak seperti saya yang main hajar saja tanpa filter, tanpa preambule, cas cis cus, yang penting saya lega. No no no!. Bicara itu penuh intrik politik.
Mendukung Hobi Selama Positif
Saat ini, suami saya sedang gandrung dengan ikan koi dan love bird. Kegiatannya setiap bangun pagi adalah nongkrong di depan kolam dan ngobrol mesra dengan makhluk-makhluk lucu itu. Nggak papa, saya suka suka aja sih. Daripada sebelum ini dia sering ngegame, HP selalu ditenteng kesana kemari. Bertentangan dengan value yang selalu saya tanamkan pada anak-anak tentang bijak menggunakan gawai.
Saya ijinkan membeli kurungan, dan segala rupa perlengkapan untuk kolam yang ternyata seabreg. Selama peliharaannya dirawat dan disayang, saya akan dukung penuh. Saya dan anak-anak juga suka menghabiskan waktu berlama-lama di kolam, melihat ikan berenang dan burung berkicau itu penghilang penat yang mujarab.
Sesekali Memasak Makanan Favoritnya
Suami saya sebenarnya adalah orang yang gak neko-neko permintaannya kalau urusan perut. Tetapi mengingat saya adalah wanita karir, seringkali urusan masak memasak ini saya delegasikan pada ahlinya alias beli matangnya di warung.Â
Memasak akan saya lakukan ketika libur mengajar. Tak jarang saya bereksperimen resep bertema anti gagal di aplikasi online. Hasilnya tetap ada saja sih yang tak sesuai judulnya. Mungkin karena memang saya tak berbakat memegang panci. Hihihihi.
Ketika hasil uprk saya cocok di lidah pak su, porsi makannya akan meningkat menjadi double bahkan triple. Tak lupa kecupan mesra mendarat di kening saya diimbuhi senyuman termanis sambil berbisik "masakan hari ini adalah masakan terbaik mama, makasih, love you". Kalau dibuat teorema mungkin berbunyi "kenaikan BB berbanding lurus dengan keayeman pikiran".Â
Menghargai Pencapaiannya
Type suami yang pemikir menjadikannya seorang negosiator ulung. Kalau ada maunya, biasanya dia jarang minta langsung to the point. Dia akan mempersuasi, cerita ngalor ngidul dulu, baru nanti memberi pilihan terbuka yang ujung-ujungnya membuat lawan bicara meloloskan keinginannya. Susah untuk ditolak, bermain cantik.
Hal-hal yang dilakukan olehnya bukanlah hal sepele. Bagaimana tidak, yang seharusnya menjadi pekerjaan saya seringkali dia yang membereskan. Mengurus anak-anak selepas saya berangkat kerja, mengantar jemput anak sekolah, menjemur baju, bahkan mencuci piring ketika saya sudah tak sempat. Untuk itu, permintaannya saya berusaha kabulkan. Reward untuk kerja kerasnya.
Tidak Sungkan untuk Mengungkapkan Cinta
Kami berdua terbilang jarang saling mengumbar pujian. Kata sayang itu disubstitusi dengan kata lain yang hanya bisa diterjemahkan oleh kami sendiri. Contohnya, saling memandang dengan tatapan penuh arti dengan ekspresi dibuat seimut mungkin. Maunya meniru couple drama Korea tapi kok jatuhnya malah nggilani. Hahaha.
Lakukan Hal Selama Pacaran
Kadang saat saya dijemput sepulang kerja, kami putar-putar keliling kota kecil yang kami tinggali sembari membeli jajanan atau jus favorit kami. Sembari ngobrol kesana kemari dengan topik random di atas motor. Pulang ke rumah rasanya energi kami sudah di recharge.
Set Boundaries dengan Lawan Jenis
Saya yang pembawaannya tomboy merasa lebih nyaman ketika berteman dengan laki-laki. Terkadang saya lupa dan bercanda kebablasan dengan lawan jenis yang akrab. Walaupun cuma sebatas pepesan kosong, kecenderungan ini harus dibatasi karena status saya sudah menikah. Menghormati pasangan agar tidak merasa cemburu adalah bentuk penghargaan, menjaga diri kita demi nama baiknya.
Kami berdua juga masih harus terus dan banyak belajar mengenai banyak hal. Masih panjang perjalanan kami menuju koridor sakinah, mawadah warohmah. Selama ada saling memahami, gesekan antara dua pribadi yang berbeda akan semakin kecil peluangnya. Jangan sampai alasan sibuk menggerus kemesraan dan keakraban yang sudah terjalin selama ini. Menjalani rumah tangga memang penuh liku dan perjuangan. Semoga kami menjadi jodoh di dunia dan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H