06 November 1961-25 September 2022
Bapak yang kusebut durhaka itu sudah tiada. Mungkin sebenarnya aku juga anak durhaka tapi enggan kuakui. Saat bapak kandungku tutup usia, tak ada sebutir pun air mata menetes. Hatiku kosong. Tak ada rasa penyesalan. Tak ada kemarahan. Tak ada kehilangan. Yang tersisa adalah (masih) sebuah tanda tanya yang kusimpulkan sendiri jawabannya.
Seperti ini jalan yang kau pilih untuk pergi. Sampai akhir pun tak terucap pamit dan maaf. Selesai sudah drama-drama sepanjang telenovela. Usailah debat kusir dan perang urat syaraf.
Karena jarak tempuh, kita memang jarang bertemu. Tak kusangka kunjunganku ke RS swasta ruang Melati lantai 2 itu adalah perjumpaan terakhir kita. Di siang hari Sabtu, hujan angin menampar-nampar atap kayu dengan riuhnya, membuat seisi kamar pasien di sepanjang koridor itu setengah panik, melongok keluar dan masuk lagi sembari menutup pintu juga jendela.
Keluar masuk IGD selama beberapa tahun terakhir mungkin sudah kau anggap biasa. Gula darah naik, tensi tinggi dan juga syarafmu bermasalah. Makanan yang tak bisa kau takar sendiri menjadi sebab utama kambuhnya sakitmu. Tiga hari kau dirawat inap. Bersyukur aku masih sempat menyuapimu sepotong biskuit dan segelas air jeruk.Â
Aku menyeka mulutmu yang kotor karena tersedak makanan. Ada sedikit luka di sudut bibir kirimu. Kubersihkan butir nasi yang sudah mengering di kumismu yang tak dicukur berminggu-minggu. Memindahkan posisi tidurmu yang sudah seharian miring. Tak lama setelah itu kau mendengkur, secepat itu kau terlelap. Bahkan sebelum kunyahan di mulutmu selesai kau telan.
Tante, istrimu harusnya juga diinfus. Drop karena asam lambungnya kambuh ditambah kecapekan menjagamu. Tak ada yang bisa gantian menginap di RS. Tante mengutarakan ketidaksanggupannya merawatmu, menyerahkanmu pada kami, darah dagingmu.Â
Sempat berbeda pendapat untuk menempatkanmu dimana setelah sembuh. Tapi kini hasil diskusi itu sudah tak jadi soal.
Mungkin kau tak ingin merepotkan istrimu lagi. Mungkin juga kau enggan bersama kami, keluargamu yang hubungannya harusnya sangat dekat namun kau membangun tembok tinggi sehingga berjarak dan bersekat. Entah kau selama ini merasa nyaman dengan itu semua, aku tak paham.
Sampai-sampai beberapa waktu lalu kau membawa brosur sebuah panti sosial. Pergi kesana dengan bentor langganan. Tentu keadaan panti itu sangat berbeda dengan yang digambarkan di drama Korea. Jangan harap fasilitas lengkap dan bersih. Panti disini diperuntukkan bagi homeless, seadanya dan kumuh.Â