Mohon tunggu...
Ajie Marzuki Adnan
Ajie Marzuki Adnan Mohon Tunggu... profesional -

Manusia biasa, suka tidur, suka browsing internet, suka baca komik Doraemon juga. Getting older but still a youth!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lagi-lagi Mahasiswa, Lagi-lagi Kekerasan, Lagi-lagi Demokrasi

20 Oktober 2010   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:16 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tampaknya beberapa oknum Mahasiswa di negeri ini tidak ada lelahnya membuat onar di tempat umum. Mulai dari bakar-bakar ban, blokir jalan hingga bentrok sehari-hari sudah menjadi berita yang biasa kita dapatkan hampir setiap bulannya. Lokasinya pun tidak hanya terbatas di Ibukota saja, tapi juga di kota-kota lain di Indonesia tengah dan Timur.

Mahasiswa Makassar beberapa hari lalu melakukan “aksi brutal” bahkan bisa disebut “premanisme mahasiswa” pada saat kunjungan SBY ke sana. Mereka rusuh dan bentrok dengan polisi. Dengan emosi mereka berteriak-teriak “Turunkan SBY!” sambil melempari batu ke arah aparat yang berjaga.

Dengan menggunakan alasan klasik “DEMOKRASI”, mahasiswa itu sebenarnya telah mencederai arti dan makna dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi dijadikan suatu alasan untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vandalism. Oknum Mahasiswa itu pada tingkatan lebih juga turut memperburuk citra mahasiswa di negeri ini baik itu oleh masyarakat dalam negeri ataupun luar negeri.

Kasus lainnya yang menurut saya cukup parah adalah kekerasan Mahasiswa Papua yang dalam rekaman video memang terlihat cukup beringas. Tidak tanggung-tanggung bahkan ada seorang polisi yang tewas karena kepalanya di hantam batu. Yang saya pertanyakan lalu apa bedanya mahasiswa dengan pembunuh?

Mahasiswa adalah kaum terpelajar, kaum intelektual, kaum yang penuh pertimbangan matang dan kemampuan berlogika yang tinggi. Mahasiswa bukan tentara atau prajurit yang mengutamakan kemampuan ototnya. Mahasiswa adalah kaum yang mengutamakan kehebatan otaknya dan kemampuan berpikirnya untuk menjadi agen-agen perubahan dalam masyarakat. Mahasiswa bukan tentara yang bertugas melakukan perubahan dengan kekuatan fisik dan kekerasan. Mahasiswa bukan seorang prajurit yang memang sudah dilatih untuk “bertarung” di lapangan.

Sayapun pernah menjadi seorang mahasiswa yang terlibat dalam berbagai organisasi pemuda, baik itu dalam kampus ataupun diluar kampus dan saya tidak pernah menemukan alasan yang cukup logis untuk menjustifikasi kelakuan barbar saat berunjuk rasa atau melakukan aksi lainnya. Dan berdasarkan kesaksian pengalaman rekan-rekan yang terlibat bentrok, kurang lebih 90% dari mereka melakukan itu hanya karena ikut-ikutan dan emosi melihat kawannya (yang tentunya melakukan tindakan anarkis lebih dulu) di tahan aparat.

Untuk kasus di Makasar, mereka (para mahasiswa) kerap menggunakan alasan klise mengapa mereka menjadi mahasiswa urutan no.1 dalam hal kekerasan, yaitu karena karakteristik bangsa bugis yang memang keras. Justru menurut saya alasan semacam ini sangat tidak masuk akal dan makin menunjukkan kebobrokan mereka. Karena pendidikan dibuat dengan tujuan menghilangkan karakter-karakter non-logis (minimal mengurangi) dan mengarahkan sang akademisi menuju perilaku yang lebih modern (logis). Kalau seorang mahasiswa yang penuh dengan ilmu-ilmu hasil pendidikannya namun dia tidak bisa mengontrol karakter non-logisnya, maka apa gunanya dia kuliah? Saya pun juga meragukan apakah mahasiswa yang bentrok itu mencari kuliah dengan tujuan mencari IP bagus semata ataukah memang ingin mencari ilmu yang hakiki?

Kekerasan Mahasiwa Indonesia inilah yang saya sebut sebagai premanisme terselubung. Terselubung oleh apa? Terselubung oleh "demokrasi", "kepentingan rakyat", "suara rakyat", dan "kegagalan pemerintah". Dengan menggunakan alasan-alasan itu mahasiswa anarkis membenarkan perilaku anarkisnya. Alasan klasik memang, namun tetap saja mahasiswa-mahasiswa itu sering menggunakannya hingga hari ini. Sebenarnya kalau ditelaah lebih lanjut akan muncul pertanyaan "demokrasi macam apa yang melegitimasikan anarkisme?", "kepentingan rakyat mana yang mendukung pengerusakan fasilitas publik?", "suara rakyat mana yang menyuarakan kekerasan?", "kegagalan pemerintah di sektor apa yang sampai mengijinkan suatu pihak untuk melakukan vandalisme?"

Dan jangan samakan Mahasiswa dengan polisi atau tentara. Polisi – Tentara adalah institusi paramiliter yang memang diciptakan dan dilatih untuk kekerasan. Polisi-tentara memang mempunyai fungsi menjaga keamanan secara fisik. Sedangkan mahasiswa berfungsi menjadi agent of change dengan cara berpikir. Jadi kalau kita bandingkan saat Polisi/tentara melakukan kekerasan ya itu cukup wajar karena mereka memang dilatih untuk itu. Sedangkan kalau Mahasiswa melakukan kekerasan itu baru aneh karena mereka samasekali tidak dilatih untuk itu.

Saya kira cukuplah mahasiswa negeri ini melakukan kekerasan, toh tidak ada gunanya. Orang tua anda menyekolahkan kita tinggi-tinggi bukan untuk melempar batu atau bom Molotov ke arah aparat. Orang tua kita mati-matian mencari uang untuk kita kuliah supaya kita bisa memperoleh ilmu dan mengimplementasikan ilmu itu untuk kepentingan umat manusia, bukan justru untuk digebuki oleh aparat. Mahasiswa adalah kaum terpelajar, kaum intelek, kaum yang mengedepankan kemampuan intelejensi, bukan kaum yang mengutamakan kekuatan otot.

Penulis adalah seorang Mahasiswa Hubungan Internasional dan Aktivis LSM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun