Dalam Mosco (1996), spasialisasi yaitu terjadinya proses transformasi antara batasan ruang dan waktu di kehidupan sosial.Â
Dalam dunia media, singkatnya spasialisasi merupakan proses penyebaran produk yang dilakukan oleh media terhadap audiens.Â
Bagaimana audiens sebagai penerima produk, tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu, karena adanya bantuan teknologi komunikasi di era digital ini.
Salah satu film yang menggunakan teori Spasialisasi, yakni film Sweet 20 (2017).Â
Film ini merupakan hasil kerjasama Starvision Plus (Indonesia) dan CJ Entertainment (Korea Selatan), karena diadaptasi dari versi Korea Selatan, yang berjudul Miss Granny.
SinopsisÂ
Menceritakan kisah tentang Fatmawati yang berumur 70 tahun (diperankan oleh Niniek L. Karim) tinggal bersama keluarga anaknya (diperankan oleh Lukman Sardi, Cut Mini dan Kevin Julio). Ia kerap terlibat perdebatan dengan menantu dan cucunya.Â
Suatu hari, Fatmawati mendengar diskusi bahwa ia akan dikirimkan ke panti jompo oleh anaknya. Fatmawati yang sakit hati, lantas pergi meninggalkan rumah secara diam-diam.Â
Singkat cerita, dalam perjalanannya ia menemukan studio foto misterius. Fatmawati pun memutuskan untuk mampir dan berfoto disana.Â
Tiba-tiba saja, hal ajaib terjadi. Dalam semalam, ia berubah menjadi gadis berusia 20 tahun. Fatmawati pun harus menjalani kehidupan barunya di umur 20 tahun.
Mengambil genre komedi keluarga, film yang tayang pada saat lebaran 2017 ini harapannya dapat menghibur para penonton di Indonesia. Film ini pun berhasil tembus hingga lebih dari 1 juta penonton dalam penayangannya.Â
Spasialisasi dalam Sweet 20
Dalam pelaksanaannya, Sweet 20 mengaplikasikan beberapa penerapan spasialisasi. Seperti yang terlihat dalam berikut ini:
Dukungan dari pemain Miss Granny
Adanya dukungan dari Kim Soo Hyun dan Shim Eun Kyung selaku pemeran Miss Granny yang berasal dari negeri ginseng ini lantas meningkatkan awareness dari masyarakat, bahwa Sweet 20 merupakan film adaptasi hasil kerjasama Starvision Plus dan CJ Entertainment.Â
Penayangan di Bioskop
Dalam penyebarannya, spasialisasi terlihat dari bagaimana film Sweet 20 mengedarkan produk film mereka ke dalam bioskop-bioskop di seluruh Indonesia.Â
Mulai dari Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan masih banyak lagi. Sweet 20 ingin menjangkau lebih banyak audiens untuk menikmati produk yang mereka pasarkan, yakni produk film.
Â
Mengadakan Nonton Bareng bersama Para PemainÂ
Untuk lebih menjangkau para audiensnya, tim Sweet 20 lantas mengadakan tur keliling bioskop Indonesia dan membuat event nonton bareng (nobar) seperti yang bisa dilihat dalam gambar di bawah ini.
Memproduksi Official Merchandise
Tak hanya mengedarkan film secara komersial saja, tim Sweet 20 juga memproduksi official merchandise dalam bentuk CD yang berisi soundtrack film mereka, pulpen dan pin bergambar poster Sweet 20.Â
Adanya merchandise ini harapannya dapat membuat audiens merasa dekat dengan film Sweet 20.
Dapat ditonton di Netflix
Masyarakat yang belum sempat menonton Sweet 20 pada tahun 2017 kini tidak perlu khawatir lagi. Karena Sweet 20 sudah tersedia di layanan film berbasis streaming Netflix.Â
Spasialisasi disini terlihat bahwa audiens sebagai penerima produk terbantu oleh adanya kecanggihan teknologi komunikasi masa digital ini.
Itu dia Spasialisasi yang dapat dilihat dari Film Sweet 20. Apakah anda salah satu penggemar dari film ini dan merasakan spasialisasi yang dilakukan dalam film ini? Oh iya, jika anda tertarik untuk menonton, film Sweet 20 kini dapat dinikmati melalui layanan streaming Netflix. Selamat menonton! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H