Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pergi

7 November 2021   01:15 Diperbarui: 8 November 2021   12:41 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kepergian adalah momen yang tentu saja pernah dialami oleh semua orang. Secara sederhana, Kepergian dapat dimengerti sebagai peristiwa bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain; Pergi berarti, memindahkan tubuh dari titik berangkat ke titik tujuan. Dalam pemahaman yang seperti ini, Pergi adalah sejauh fisik bergerak dari sini menuju ke sana.

Namun, pernahkah anda berpikir tentang pengalaman Pergi yang lebih dari sekadar perpindahan fisik? Pernahkah suatu hari, anda berada dalam sebuah gereja atau mesjid, tetapi pada saat yang sama, pikiran anda malah mengingat pertandingan sepak bola yang anda tonton sehari sebelum hari itu?

Perlu diketahui, makhluk bernama manusia selalu memiliki dimensi yang jauh lebih esensial ketimbang tubuhnya, yakni: jiwanya, emosinya, rasionya, rohnya. Oleh karena itu, pengalaman Pergi bukan sekadar soal tubuh yang berpindah dari kost ke kampus atau dari gereja ke pasar. Lebih dari itu, pengalaman Pergi tidak lain adalah soal status jiwa atau kondisi emosional di manapun tubuh kita berada.

Kita pernah memutuskan untuk Pergi dari kehidupan seseorang secara fisik, tetapi kita selalu merasa dekat dengan orang tersebut secara emosional. Kebenaran ini dapat dibuktikan berdasarkan relasi kita dengan ibu kandung kita. Kita mungkin pergi dari rumah dan berada jauh dari ibu kita, tetapi kita selalu merasa dekat dengannya secara emosional.

Sebaliknya, sering kali, pasangan suami-istri yang selama bertahun-tahun tidur di kasur yang sama, keduanya malah merasa sangat jauh secara emosional. Keduanya kehilangan gairah romantisme, kehilangan rasa memiliki dan bahkan kehilangan gairah seksual. Kemudian sang istri atau suami berceloteh: "Dia bukan lagi orang yang saya kenal di belasan tahun yang lalu. Dia yang saya kenal dulu, sekarang telah Pergi, entah ke mana".

Pergi dengan demikian bukan sekadar momen perpindahan posisi fisik, melainkan juga peralihan disposisi batin atau status perasaan. Yang jelas, Pergi adalah saat ada gerakan batin atau gerakan perasaan dari menuju ke; dari benci ke sayang, dari bahagia ke sedih, dari nyaman ke tak nyaman, dari rasa memiliki ke rasa tak peduli dan seterusnya.

Oleh: Venan Jalang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun