Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Politik Dinasti (Analisis Kritis Bourdieuan)

30 September 2020   12:42 Diperbarui: 30 September 2020   12:49 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam hal ini, sistem seleksi pendidikan yang hanya menilai kompetensi tanpa latar belakang sosial siswa perlu dikoreksi. Sistem semacam ini hanya berorientasi pada produski klasifikasi sosial. Sistem ini hanya menguntungkan kelas atas yang sudah siap dengan tuntutan pendidikan karena sudah terbiasa mengoperasi komputer misalnya. Peserta didik dari kaum miskin yang tidak punya kompetensi dalam menggunakan komputer tentu saja akan kalah bersaing.

Politik dinasti sebetulnya diproduksi pertama-tama melalui sistem pendidikan yang demikian. Ranah pendidikan perlu menilai peserta didik tidak berdasarkan kompetensi semata, melainkan juga berdasarkan latar belakang sosial. Dengan demikian, ranah pendidikan menjadi tempat yang ideal bagi setiap orang dalam menginternalisasi kompetensi politik. Bila yang terjadi demikian, kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh keluarga-keluarga elite. Karakter sistem demokratis suatu negara seperti Indonesia dengan demikian dimulai sejak dini mungkin, yakni sejak saat semua orang bisa mengakses pendidikan politik secara setara dan sama.

Perlu disadari bahwa ranah pendidikan juga tidak boleh memproduksi agen politik yang berusaha mendirikan dinasti politik para pakar. Diskursus politik sama sekali tidak boleh direduksi pada gagasan dan retorika para pakar. Politk melulu memkasudkan diskursus tentang tata hidup bersama. Ranah politik harus menelorkan para pakar yang berani mengkritisi tendensi KKN. Hal ini penting agar masyarakat tidak beku dalam konsep keliru: “Korupsi itu sesuatu yang tidak bisa tidak dalam berpolitik”. 

Para pakar politik harus mampu memberikan wacana yang realistis terkait situasi riil di tingkat elite politik. Dengan demikian, selera politik masyarakat tidak diombang-ambing oleh pertarungan wacana politik di tingkat para pakar. Singkat kata, ranah politik adalah ranah tanpa monopoli pihak tertentu, melainkan melibatkan semua semua orang dengan cara kerja yang berbeda. Keberbedaan cara kerja tidak boleh dimanfaatkan untuk saling mengalienasi dan mendominasi.

Oleh: Venan Jalang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun