Gejolak peta politik dalam negeri Ukraina telah memasuki babak baru. Hari Sabtu (22.02.2014) Presiden Viktor Yanukovych dilengserkan oleh parlemen (impeachment). Selain itu parlemen juga memutuskan untuk membebaskan mantan PM Ukraina, Yulia Tymoshenko, serta mempercepat pemilu yang awalnya akan diadakan pada bulan Desember menjadi bulan Mei tahun ini.
Sejarah Singkat Protes di Ukraina
Gejolak politik yang telah berlangsung sejak November 2013 lalu dimulai ketika Viktor Yanukovych memutuskan untuk mengabaikan kesepakatan untuk dapat bergabung dengan Uni Eropa serta akan mencondongkan arah politik dan ekonomi pada Rusia. Segera setelah itu, rakyat Ukraina mulai tumpah memenuhi jalan untuk memprotes kebijakan presiden.
Kesepakatan ini konon berawal dari enggannya Viktor Yanukovych memenuhi salah satu klausul dari Uni Eropa yakni untuk membebaskan Yulia Tymoshenko, yang diputus bersalah dan divonis penjara selama tujuh tahun. Yulia Tymoshenko sendiri merupakan salah satu tokoh yang melengserkan Viktor Yanukovych pada tahun 2004 lewat revolusi oranye setelah Viktor Yanukovych terpilih sebagai presiden namun dari hasil pemilu yang dinyatakan sebagai penuh kecurangan. Pada tahun 2005 Yulia Tymoshenko menjadi PM, namun pada tahun 2010 Viktor Yanukovych mengalahkannya pada pemilihan presiden. Perjalanan Yulia Tymoshenko seakan terhenti ketika Viktor Yanukovych memenjarakannya akibat kebijakan berkenaan dengan gas selama ia menjabat sebagai PM.
Disisi lain, Rusia juga menarik Ukraina untuk menjadi sekutu dengan menjanjikan kebijakan ekonomi. Pada bulan Desember tahun lalu, pemerintah Rusia menawarkan bantuan pada Ukraina dalam bentuk pinjaman dan suplai gas dengan harga yang lebih murah. Faktor pendorong dan faktor penarik inilah yang ditenggarai membuat presiden Viktor Yanukovych membuat keputusan untuk condong ke Rusia yang justru berakhir protes warganya sendiri.
Pertengahan bulan ini, kesepakatan dengan tiga menteri luar negeri anggota EU, yakni Polandia, Perancis, dan Jerman membuat Presiden Viktor Yanukovych bersedia untuk membuat kesepakatan dengan pemimpin oposisi untuk mengadakan pemilu pada Desember 2014.
Perang Dingin Masa Kini?
Rusia yang kelihatannya getol mencari sekutu dan gejolak politik akibat kecenderungan antara dua blok membuat apa yang terjadi di Ukraina saat ini seperti perang dingin. Perang dingin antara ideologi komunis/sosialis dengan ideologi demokratis/liberalis sempat membuat dunia dalam keadaan yang kaku dan terkotak-kotakkan. Namun jika ditelaah lebih lanjut, 'perang' yang ada di Ukraina saat ini lebih cenderung pada 'perang' ekonomi.
Demi memikat Ukraina, Rusia melancarkan kebijakan-kebijakan berbasis ekonomi. Demikian pula halnya EU. Setidaknya salah satu alasan para pemrotes turun ke jalan adalah perbandingan GDP dengan negara tetangga, Polandia, yang pada tahun 1990 lebih rendah dari Ukraina, namun kini GDP Polandia hampir tiga kali lipat lebih besar daripada GDP Ukraina. Bergabungnya Ukraina dengan EU juga diharapkan membawa angin segar dalam hal demokrasi dan hak asasi manusia. Meski demikian, sejarah panjang sebagai bagian dari Uni Sovyet dan sebagian wilayah Ukraina yang memasok kebutuhan untuk pangsa pasar Rusia juga  menumbuhkan rasa enggan sebagian rakyat Ukraina jika akhirnya bergabung dengan EU.
Ukraina adalah gambaran negara berkembang dijaman ini yang sedang menentukan arah untuk bergabung dengan kekuatan besar lain. Bedanya dengan masa perang dingin adalah kekuatan besar jaman ini lebih cenderung pada kekuatan ekonomi. Selama suatu negara belum berdikari secara ekonomi, negara tsb akan cukup mudah digoyangkan dengan gejolak-gejolak dalam negeri.
Tapi benarkah ketergantungan secara ekonomi membuat suatu negara dapat didikte oleh negara lain dan tidak dapat berdikari sendiri? Untuk mengetahui hal itu, selain Ukraina, negara lain yang dapat turut dicermati adalah Amerika. Negara adikuasa yang beberapa waktu lalu sempat mengumumkan "shut down" ini surat hutangnya dipegang oleh Jepang dan Cina.