Mohon tunggu...
Lovely Christi Zega
Lovely Christi Zega Mohon Tunggu... Psikolog -

Untuk informasi terkini, terlengkap, dan terpercaya hubungi ketok magic kenalan terbaik anda.... - Pemilik majalah online a-and-o.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cuma Modal Tampang Doang

16 Maret 2016   19:42 Diperbarui: 16 Maret 2016   19:59 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seseorang memberikan tanggapan pada saya melalui email. Hal yang menggugah saya adalah komentarnya soal keluarga Rotschild yang dalam 20 tahun sudah termasuk orang terkaya dunia karena memiliki kenalan dari komunitas rahasia (secret society). Tak dijelaskan maksudnya komunitas rahasia itu apa. Pun saya tidak bertanya dan tidak mau tahu lebih lanjut arti dari komunitas rahasia tsb.

Saya tidak tahu persis keluarga Rotschild. Tahu pun hanya dari media. Namun membandingkan keluarga Rotschild yang "hanya" dalam waktu 20 tahun sudah menjadi orang terkaya menggelitik pikiran saya. Selamat datang di era digital, dimana Mr. Nobody (istilah dari penulis email) dapat menjadi "somebody" dalam waktu "semalam" saja. Maksud saya dalam hal ini adalah Jack Ma dan Mark Zuckerberg. Kalau ada yang ingat dan tahu sejarah dua orang tsb, mungkin dapat meruntut berapa lama mereka "tiba-tiba" termasuk golongan orang kaya dunia. Pastinya mereka jadi "somebody" dalam waktu kurang dari 20 tahun.

 Apakah kemudian Jack Ma dan Mark Zuckenberg memiliki hubungan dengan komunitas rahasia? Mungkin saja. Namanya juga komunitas rahasia, bukan rahasia lagi dong kalau orang lain tahu. Apakah mereka beruntung karena sesuatu hal? Mungkin.

Jalan hidup orang mana ada yang tahu, kecuali mungkin paranormal ya. Kesuksesan (apapun definisi atau pendapat orang tentang kesuksesan) terlihat dari luar seperti tiba-tiba. Tiba-tiba orang beli mobil, tiba-tiba orang beli tanah, dsb, dll, dkk. Darimana uangnya?

Kakak saya misalnya, kebetulan punya suami orang bule. Enak dapat suami orang bule? Mungkin. Waktu kakak ipar saya kerja di Indonesia, ia "hanya" punya motor. Rumah pun rumah dinas. Mebel juga seperlunya saja. Setelah beberapa tahun kerja di Indonesia, ia pulang ke negara asalnya dan dalam waktu beberapa tahun ia sudah dapat membangun rumah sendiri. Jika orang hanya kenal sebentar dan sekilas, mereka hanya tahu bahwa kakak ipar saya baru kerja beberapa tahun saja dan sudah bangun rumah di negara yang notabenenya bangun rumah itu muahal, bahkan lewat kredit bank sekalipun. 

Hal yang mereka tidak tahu adalah kakak ipar saya itu tenaga ahli. Ia bekerja sudah di beberapa benua. Pengalaman kerjanya pun sudah puluhan tahun sebelum menikah dengan kakak saya. Waktu bekerja di Indonesia pun gajinya tetap standar gaji dari negara asalnya. Memang ia kelihatan muda, tapi apakah terlihat muda berarti sama dengan kurang pengalaman? Dulu dia "hanya" naik motor. Disini pun beli mobilnya mobil bekas. Lalu kenapa? Prioritas orang berbeda-beda. Warren Buffet saja masih tinggal di rumah dan mengendarai mobil yang sama selama puluhan tahun. Jadi mungkinkah kesuksesan datang tiba-tiba sebagaimana kelihatannya?

Mungkin anda pernah dengar enci-enci dan engkoh-engkoh yang hanya dasteran dan singletan saja tapi anaknya sekolah di luar negeri. Jangankan enci-enci dan engkoh-engkoh, Steve Jobs dan (lagi-lagi) Mark Zuckerberg saja dengan sengaja memilih busana yang itu-itu saja untuk meminimalisir pikiran dan waktu yang terbuang hanya demi memilih baju mana yang pantas. Seorang presenter berita televisi di Australia bahkan dengan sengaja menggunakan jas, kemeja, dan dasi yang sama selama setahun penuh hanya untuk mengetahui apakah ia akan mendapat kritikan sebagaimana rekan presenter lain yang adalah perempuan yang sering menerima hujatan dan kritikan karena penampilannya. Jadi bisakah penampilan semata yang merepresentasikan sebuah kesuksesan?

Ada saja orang berpendapat bahwa saya bisa kuliah di luar negeri karena kakak ipar saya bersedia menjadi sponsor lewat Verpflichtungserklärung (surat sponsor) agar saya dapat kuliah disini. Mungkin saja. Hanya perlu diingat bahwa surat sponsor tsb pun ada syaratnya. Seseorang dapat mensponsori jika memiliki pemasukan yang mencukupi bagi pihak yang disponsori. 

Selain itu, pihak kedutaan pun bertanya berbagai hal yang kira-kira dapat menggambarkan apakah seseorang mampu untuk tinggal di negara tujuan. Saya pernah dengar kabar kalau seseorang ditanya nilai raportnya. Saya sendiri ditanya soal IPK, rencana kuliah, dan daftar riwayat hidup, karena saya pernah bekerja. Pertanyaan petugas kedutaan memang macam-macam dan berbeda-beda, namun intinya tetap untuk mengetahui apakah seseorang mampu untuk hidup disana. Jangan heran jika ada saja orang yang ditolak visanya, bahkan meski jika memiliki anak atau saudara kandung di luar negeri.

Saya beruntung kuliah di luar negeri karena disponsori kakak ipar? Betul. Hanya patut diketahui bahwa untuk kuliah di Jerman pun ada syaratnya. Salah satunya adalah harus lulus tes bahasa sesuai kelas yang dituju. Jika kelas yang dituju adalah kelas internasional maka tes bahasanya adalah bahasa Inggris.

 Jika kelas yang dituju adalah kelas bahasa Jerman, maka harus lulus tes bahasa Jerman. Kebetulan kelas yang saya tuju adalah kelas bahasa Jerman, karena untuk jurusan saya jarang ada kelas internasional. Bagi saya mempelajari bahasa Jerman bukanlah hal yang mudah, apalagi berdasarkan aturan jika dalam waktu dua tahun saya tidak lulus tes bahasa, berarti sebagai orang asing non Eropa harus kembali ke negara asal. Untungnya dalam waktu kurang dari dua tahun saya lulus tes bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun