Pilkada 2017 mencetak banyak cerita dikancah politik nusantara. Data Instrat menunjukkan bahwa partai yang mencetak kepala daerah terbanyak tahun ini adalah Golkar dengan mencatat kemenangan di 54 daerah. Kemenangan ini diikuti oleh Nasional Demokrat yang berhasil menempatkan 47 calonnya sebagai pemenang pilkada. Urutan berikutnya adalah Demokrat dan PDIP yang sama-sama menorehkan kemenangan di 45 daerah pemilihan. Gerindra yang berhasil menempatkan Anies sebagai Gubernur Jakarta menempati urutan berikutnya dengan menempatkan 40 kepala daerah baru. Catatan kemenangan yang sama juga diraih oleh PKB yang menempatkan 40 kepala daerah baru lewat pilkada tahun ini.
Data ini menunjukkan bahwa negara kita mulai melewati euforia demokrasi. Euforia demokrasi dalam arti bahwa partai-partai baru tidak lagi bermunculan bak jamur di musim hujan, melainkan partai-partai yang muncul sudah mulai berkembang ke arah kestabilan.
Data ini juga menunjukkan bahwa demokrasi kita sudah mulai berkembang. Indikator perkembangan demokrasi ini ditandai dengan kemenangan partai pemenang pemilu tidak serta merta diikuti dengan kemenangan partai di pilkada. Hal ini perlu, mengingat selama 30 tahun demokrasi kita mengalami stagnasi akibat represi orde baru.
Meski demikian, perkembangan demokrasi tetap perlu dicermati dan diperhitungkan. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa partai mesin orde baru, yakni Golkar, masih memiliki akar kuat di masyarakat. Kemenangan Golkar di 54 daerah pada pilkada 2017 yang menempatkannya sebagai pemenang pertama pilkada ini menunjukkan bahwa mesin politik Golkar masih berfungsi dengan baik. Sejarah Golkar yang masih lekat dengan orde baru perlu dicermati dengan catatan bahwa pihak-pihak yang tersingkir atau terancam tersingkir akibat pergantian kekuasaan kemungkinan besar turut ambil bagian dalam pesta demokrasi. Implikasi dari kemenangan Golkar dalam pilkada 2017 adalah bahwa perubahan ke arah lebih baik yang diharapkan oleh rakyat Indonesia belum tentu dapat tercapai. Ini bukan berarti bahwa Golkar adalah penghambat pembangunan. Maksud yang ingin saya sampaikan adalah untuk mengkritisi jalannya pembangunan Indonesia dimasa mendatang, mengingat catatan sejarah Golkar dan orde baru.
Ini bukan berarti bahwa PDIP sebagai pemenang pemilu tidak memiliki catatan kelam. Meski berhasil merebut hati rakyat dengan menempatkan Jokowi sebagai presiden, PDIP tercatat sebagai partai memiliki banyak kepala daerah yang diproses oleh KPK. Hal ini dapat berarti bahwa seleksi yang dilakukan oleh PDIP untuk memilih calon kepala daerah belum maksimal untuk menhasilkan kepala daerah yang mumpuni.
Regenerasi Golkar dan Orde Baru
Yang juga patut dikritisi adalah partai-partai pecahan dari Golkar dan orde baru, dengan kata lain partai yang didirikan oleh mantan kader Golkar atau tokoh yang identik dengan orde baru, seperti Nasional Demokrat, partai Demokrat, dan Gerindra. Nasional Demokrat yang gaungnya kurang bergema dipeta politik Indonesia ternyata justru menempati peringkat kedua di pilkada tahun ini. Hal ini mencetak rekor tersendiri bagi partai demokrat, mengingat partai ini baru didirikan tahun 2011 dan terbilang paling baru diantara partai-partai jawara pilkada 2017. Dalam diam namun menghanyutkan, Surya Paloh terbukti memiliki strategi politik dan mesin politik yang mumpuni. Agak melantur dari tema tulisan, mungkin itulah sebabnya Surya Paloh pernah cukup percaya diri untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Bagaimana sepak terjang partai ini berikutnya? Waktulah yang akan membuktikan.
Selain Nasional Demokrat, partai yang juga identik dengan Golkar dan atau orde baru adalah partai Demokrat dan Gerindra. Sepak terjang partai ini tidak perlu panjang lebar dibahas lagi. Kedua partai ini telah disoroti oleh banyak pihak serta juga telah banyak menggembar-gemborkan diri. Hal yang patut dikritisi dari sepak terjang kedua partai ini adalah bahwa partai ini entah secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi berseberangan dengan pemerintah. Nafsu berkuasa mereka tidak memperdulikan dan bahkan mempertaruhkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Salah satu indikator keberhasilan partai adalah berjalannya sistem regenerasi partai dan partai tetap bertahan dari waktu ke waktu. Hal yang terjadi lewat perhelatan pilkada 2017, terutama pilkada Jakarta, adalah bahwa metode yang pernah digunakan Golkar dan orde baru digunakan kembali secara mencolok oleh kedua partai identik dengan orde baru ini. Disatu pihak patut dicatat bahwa kemenangan yang diraih oleh kedua partai ini adalah lewat sistem demokrasi yang sah. Dilain pihak patut dicermati bahwa cara yang mereka gunakan untuk meraih kemenangan, terutama dalam pilkada Jakarta, adalah cara yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Sepak Terjang Prabowo
Kemenangan Gerindra lewat Anies-Sandi dalam pilkada Jakarta memperlihatkan strategi pengkaderan, jaringan, dan mesin politik Gerindra. Anies dan Sandi bukanlah orang yang tiba-tiba muncul. Nama mereka telah cukup banyak berseliweran dimedia nasional maupun lokal. Wajar jika kemudian keduanya "dipinang" untuk masuk partai. Metode ini juga sering dilakukan oleh partai lain yang menggunakan artis dan tokoh yang sudah terkenal lewat media sebagai penjaring suara kemenangan partai.
Metode lain yang dilakukan oleh Gerindra adalah dengan mengamati sepak terjang tokoh lokal. Sebagai contoh adalah masuknya Ahok ke tingkat politik nasional dan Ridwan Kamil lewat Gerindra. Meski akhirnya kedua pemimpin ini disesali oleh pihak Gerindra karena dinilai tidak membalas budi, metode penjaringan tokoh lokal berkelas negarawan merupakan strategi jitu Gerindra untuk memenangkan pilkada. Selain itu, lewat pilkada Jakarta, Gerindra juga jitu dalam memilih orang yang dianggap mampu untuk mendulang kemenangan dipihaknya, dalam hal ini adalah Eep Saefulloh Fatah. Hal ini juga menunjukkan bahwa Gerindra memiliki jaringan hingga ke akar rumput dan mesin politik Gerindra berjalan dengan cukup baik.
Sepak terjang Prabowo juga patut dicermati mengingat kemampuannya untuk merangkul banyak pihak. Salah satu contohnya adalah Pius Lustrilanang. Ia merupakan salah satu korban penculikan dalam tragedi kemanusiaan '98, dimana Prabowo dan timnya terbukti bersalah dipengadilan. Namun demikian, dia berhasil menempatkan Pius sebagai salah satu kader Gerindra. Kepiawaian Prabowo terlihat jelas dalam video gratifikasi paska kemenangan Anies-Sandi. Dalam video ini, terlihat bagaimana Prabowo lewat canda "memerintahkan" bentuk gratifikasi yang diberikan kepada pihak yang membantu kemenangan Anies-Sandi. Selain itu, tampak Hary Tanoesoedibjo dalam video ini. Lewat foto yang tersebar dimedia, tercatat juga beberapa konglomerat Tionghoa yang ditenggarai berpihak pada pasangan Anies-Sandi -meski tidak hadir atau tidak tampak dalam video gratifikasi.
Campur tangan MUI dalam tahap awal kasus Ahok dan penistaan agama memperlihatkan keberpihakan MUI. Setelah MUI mulai jaga jarak, kali ini yang bergerak maju adalah organisasi buruh yang terang-terangan menyatakan bahwa mereka sudah meneken kontrak dengan Anies-Sandi. Dari sepak terjang kedua organisasi ini terlihat bahwa kendaraan politik yang digunakan Prabowo adalah organisasi besar yang mewadahi banyak orang.
Pihak-pihak yang digunakan oleh Prabowo memperlihatkan kepiawaiannya dalam berpolitik. Setelah bertahun-tahun berpolitik dan bahkan mencalonkan diri sebagai presiden, tampak bahwa Prabowo semakin matang dalam berpolitik. Meski demikian, kematangannya dalam berpolitik tidak ditunjukkan dalam kematangannya dalam mengejawantahkan strategi politik. Strategi dan metode yang dilakukan Prabowo, dalam hal ini masih soal pilkada Jakarta, sangat kental bernuansa orde baru.
Catatan-catatan
Tulisan ini bermaksud untuk mengkritisi dunia politik Indonesia saat ini. Partai lain dapat menggunakan strategi positif Gerindra dengan memperluas jaringannya hingga ke akar rumput serta memonitor perkembangan tokoh lokal potensial.
Mengingat ekskalasi pilkada Jakarta dan dampaknya secara nasional, meskipun Anies-Sandi telah memenangkan pilkada, pihak-pihak pendukung Anies-Sandi tetap menggunakan cara-cara kekerasan yang mengancam keamanan dan ketertiban umum. Hal yang patut dicermati adalah organisasi-organisasi umum, entah berlatar belakang agama atau tidak, yang memiliki jumlah anggota ribuan bahkan jutaan dan tersebar diseluruh Indonesia memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai kendaraan politik Prabowo. Dengan demikian, patut dicermati dan dikritisi perkembangan kedepannya organisasi apa lagi yang akan digunakan Prabowo mengingat tujuan akhirnya sebagai presiden telah jadi pengetahuan umum.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H