Terbitnya PERPPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini menuai kontroversi publik, baru saja MK menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 itu Inkontitusional bersyarat dan secara tiba-tiba Jokowi mngesahkan PERPPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cpta Kerja maka MK menilai bahwa UU cipta kerja sebagai cacat formil karena dalam pembaharuan tidak sesuai dengan aturan dan memenuhi keterbukaan.
Alasan terbitnya UU cipta kerja yaitu pemerintah mengeklaim bahwa terbitnya UU Cipta Kerja ini bisa meningkatkan ekosistem Investasi dan kegiatan usaha serta peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Namun, alasan tersebut malah membuat para buru turun kejalan untuk melakukan aksi demo karena banyak dari mereka menolak UU Cipta Kerja.
Banyak para burui menolak UU Cipta Kerja ini karena isi dari PERPPU Cipta Kerja, seperti halnya pada pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menyebutkan pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa pada pasal ini mengatur para buru dapat dikonrak dalam jangka pendek, tanpa priode, dan tanpa batas dalam waktu sehingga menyebabkan buru kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap pada perusahaan.
Tidak dalam masalah pekerja dan ekonomi PERPPU Cipta Kerja jua bisa memperburuk krisis iklim seperti halnnya dijelaskan pada pasal 26 menyatakan penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung, dari pasal ini sudah jelas bahwa PERPPU ini menghapus keterlibatan pemerhati lingkungan hidup dan menyusun analisis mengenai dsampak lingkungan atau Amdal untuk usaha. Pada Pasal 40 PERPPU Cipta Kerja menyatakan penghapusan syarat izin lingkungan untuk memperoleh izin usaha, padahal sebelum terbitnya UU cipker ini persyyaratan untuk memperoleh izin usaha memerlukan izinn lingkungan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H