Tulisan saya  merupakan refleksi dari tulisan sejenis yang ditulis oleh Hindharyoen Nts dapat diliat dari tautan berikut http://polhukam.kompasiana.com/hankam/2014/02/11/jejak-usman-harun-di-orchad-road-634280.html. Hanya kali ini tentunya dari perspektif berbeda.
Bagi Indonesia mudah saja menganggap Usman-Harun sebagai pahlawan. Sepanjang mereka melakukan perjuangan mereka demi kepentingan Indonesia maka halal menjadikan mereka sebagai pahlawan. Memang tidak terbantahkan lagi bahwa kejadian di Orchard Road dilandasi oleh perjuangan untuk kepentingan Indonesia saat itu. Tapi tidak demikian tentunya bagi Singapura.
Tidak perlu kaget sebenarnya jika Singapura menganggap Usman-Harun sebagai penjahat perang. Apakah mungkin Singapura menjadikan mereka sebagai tokoh terhormat atau bahkan sekedar WNI biasa? jika itu yang terjadi maka itu namanya "keblinger". Apakah reaksi negatif mereka atas penamaan KRI itu berlebihan? lebih-lebih PM Singapura pernah berkunjungan ke makam mereka seolah-olah permasalahan berhenti disitu. Saya rasa tidak.
Singapura perlu marah dan itu adalah hal yang wajar. Bayangkan ini, beberapa warga negara Singapura datang dan berhasil meledakkan Hotel Sari Pan Pacific di Jakarta, menewaskan 6 orang dan melukai puluhan, karena mereka benci negara fasis misalnya. Apakah Indonesia diam-diam saja ketika Singapura menjadi mereka nama jalan protokol di Singapura misalnya? Sangat beralasan sekali jika Indonesia protes sekalipun misalnya mereka dihukum mati oleh pengadilan Indonesia.
Lagi pula kita juga perlu melihat konteks pemboman tersebut dengan lebih objektif. Dalam salah satu komentar pada tulisan yang dibuat Hindharyoen Nts menyebutkan bahwa saat itu sedang perang jadi wajar-wajar saja jika ada ada yang tewas. Apakah Indonesia sedang perang? bagi Indonesia tentu iya, tapi belum tentu bagi Singapura. Saya lebih yakin bahwa itu klaim itu adalah sepihak dan tidak ada pernyataan perang yang dideklarasikan oleh baik Singapura dan Malaysia. Dan berikut ini adalah hal yang terpenting dan tidak boleh dilupakan. Lokasi peledakan bukan objek militer dan yang tewas bukan dari golongan militer (maksudnya tidak ada persiapan perang di lokasi tersebut).
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia kita memang sulit memahami sudut pandang Singapura, lebih-lebih Singapura juga tidak dikenal sebagai bangsa yang ramah bagi Indonesia. Hanya saja, refleksi ini penting agar kita tidak menjadi negara fasis, kalau kita memang tidak mau menjadi negara fasis. Lalu harus bagaimana bersikap? kembali kepada masing-masing kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H