Mohon tunggu...
Vellen Melodya
Vellen Melodya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penyebab "Eritroblastosis Fetalis" dan Bagaimana Solusi Pencegahannya

23 November 2017   16:58 Diperbarui: 23 November 2017   20:23 2641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tubuh manusia terdapat sistem sirkulasi darah yang berfungsi untuk mengedarkan zat-zat makanan, sisa metabolisme, hormon, enzim, oksigen, dan karbon dioksida. Sistem sirkulasi berkaitan dengan sistem peredaran darah dan sistem peredaran limfa. Perbedaan keduanya terletak pada tempat, dimana peredaran darah terletak pada sumsum tulang belakang merah, sementara limfa terletak pada hati dan sumsum tulang kuning. Perbedaan berikutnya yaitu fungsi, darah berfungsi untuk membawa gula, protein, oksigen dan vitamin B dan C, sementara limfa berfungsi untuk membawa lemak dan vitamin A, D, E, dan K. Darah disusun oleh komponen, yaitu plasma darah, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Klasifikasi dari darah suatu individu disebut golongan darah. Golongan darah dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem ABO dan berdasarkan sistem rhesus. Sistem ABO adalah penggolongan darah berdasarkan ada tidaknya aglutinogen (antigen) pada permukaan eritrosit. Sementara sistem rhesus berdasarkan ada tidaknya aglutinogen (antigen) RhD pada permukaan sel darah merah. Di mana antigen RhD berperan dalam reaksi imunitas tubuh. Orang yang memiliki antigen RhD disebut Rh positif dan orang yang tidak memiliki antigen RhD disebut Rh negatif. Rhesus yang dimiliki oleh setiap individu tidak berpengaruh terhadap kesehatan tetapi itu berpengaruh terhadap ibu yang sedang mengandung. Dimana perbedaan rhesus yang terdapat pada ibu dan janin dapat menyebabkan eritroblastosis fetalis. Eritroblastosis fetalis sendiri dapat terjadi ketika seorang wanita yang memiliki Rh negatif menikah dengan seorang pria yang memiliki Rh positif dan mengandung anak, janin mungkin akan memiliki Rh positif. Mengapa? karena Rh positif memiliki sifat dominan secara genetik. Hal ini akan menyebabkan ketidakcocokan Rh dan komplikasi kehamilan. Di mana tubuh ibu akan membentuk antibodi anti-RhD untuk melindungi tubuh ibu dan melawan antigen RhD janin yang dianggap sebagai benda asing, hal ini akan menyebabkan sel darah merah janin hancur dan pecah.

Nah, pada essai ini kita akan membahas mengenai eritroblastosis fetalis. Terdapat sumber yang mengatakan bahwa eritroblastosis fetalis tidak mungkin disembuhan dan ada pula yang mengatakan bahwa eritroblastosis fetalis dapat disembuhkan. Dari kedua pendapat itu, saya lebih setuju bahwa eritroblatosis fetalis dapat disembuhkan karena terdapat cara untuk mencegah terjadinya eritroblastosis fetalis dan menangani dampak yang ditimbulkan dari eritroblastosis fetalis ketika bayi lahir pada kehamilan selanjutnya. Di mana jika efek yang ditimbulkan dapat ditanggulangi, itu berarti adanya eritroblastosis fetalis pada tubuh bayi juga berkurang atau dapat disembuhkan. Namun, penyebab dari kemunculan eritroblastosis fetalis pada janin yaitu eritroblas tidak dapat ditangani. Mengapa pada kehamilan kedua atau berikutnya? Hal tersebut karena pada kehamilan pertama, janin tidak terpengaruh karena pada kehamilan pertama ibu belum menghasilkan antibodi yang akan melawan sel darah janin yang mengandung antigen. Baru kelahiran kedua, janin akan memiliki potensi terkena eritroblastosis fetalis. Mengapa? karena pada kehamilan kedua pada tubuh ibu sudah terbentuk antibodi yang dihasilkan pada kehamilan pertama. Adanya antibodi yang dihasilkan oleh ibu yang menganggap bahwa sel darah janin adalah benda asing, membuat janin harus melepaskan sel darah muda atau disebut eritroblas ke dalam sirkulasi darah menangani masalah kekurangan sel darah merah.

Langkah awal untuk mencegah terjadinya eritroblastosis fetalis, yaitu melakukan pengujian rhesus pada ibu, ayah, dan janin. Pengujian ini diawali dengan menguji jenis darah ibu, dan menentukan apakah dia memiliki antibodi anti-Rh dalam darahnya dari kehamilan sebelumnya. Jika dia memiliki antibodi Rh-negatif darah dan Rh, maka darah ayah akan diuji. Jika golongan darah ayah adalah Rh negatif, tidak diperlukan pengujian lebih lanjut. Tapi jika golongan darah ayah adalah Rh positif, atau jika dia memiliki antibodi anti-Rh, darah ibu akan diuji lagi antara 18 sampai 20 minggu kehamilan dan lagi pada 26 sampai 27 minggu. Jika tingkat antibodi mulai meningkat, dokter mungkin merekomendasikan tes untuk mendeteksi aliran darah arteri serebral janin, yang tidak menyerang bayi. Dan dari pengujian tersebut, eritroblastosis fetalis akan dicurigai jika aliran darah bayi terkena. Ketika diketahui hal tersebut, maka akan diadakan pemeriksaan rhesus pada janin. Pengujian pada janin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, ultrasound yaitu teknik mengggunakan gelombang suara frekuensi tinggi dan komputer untuk membuat gambar pembuluh darah, jaringan, dan organ tubuh. Dimana hal ini berfungsi untuk mendeteksi pembesaran organ atau penumpukan cairan pada janin. Kedua, dengan cara amniosentesis yang berfungsi untuk mengukur jumlah bilirubin dalam cairan amnion, untuk menentukan kelainan kromosom dan genetik dan cacat lahir tertentu. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum melalui dinding perut dan rahim ke dalam kantung amnion untuk mengambil sampel cairan ketuban. Ketiga, pengambilan sampel sebagian darah dari tali pusar janin selama kehamilan untuk memeriksa antibodi, bilirubin, dan anemia pada janin.

Penanganan berikutnya setelah di diagnosis dan diketahui jika ada kemungkinan bila bayi dapat terkena eritroblastosis fetalis, yaitu dengan menyuntikan RhoGAM, atau Rh immunoglobulin. Penyuntikan RhoGAM pada ibu bertujuan untuk mencegah darah ibu memproduksi antibodi yang akan melawan sel darah pada janin. Hal ini juga berguna untuk mencegah reaksi yang merugikan bagi ibu jika terdapat plasenta bayi yang masih berada di dalam rahim. Penyuntikan RhoGAM terjadi selama kehamilan ataupun setelah kelahiran. Pada masa kehamilan, dilakukan selama minggu ke 28 kehamilan. Dan pemberian suntikan kedua sekitar 72 jam setelah kelahiran bayi Rh positif. Jika seorang wanita melakukan kehamilan di luar 40 minggu, akan dilakukan penambahan dosis suntikan RhoGAM.

Selama kehamilan, penanganan untuk mencegah dan menangani eritroblastosis fetalis pada bayi dapat dilakukan dengan cara transfusi darah intrauterin sel darah merah ke dalam sirkulasi bayi. Transfusi ini digunakan untuk mengganti sel darah bayi yang dihancurkan oleh antibodi pada sel darah ibu. Transfusi ini dibedakan menjadi dua, yaitu transfusi intravaskular (VSPK) dan transfusi intraperitoneal (VBPK). Perbedaan keduanya terletak pada lokasi awal pemberian transfusi. Di mana transfusi intravaskular (VSPK) dilakukan melalui perut ibu ke tali pusat janin dan ini merupakan prosedur paling umum. Sementara transfusi intraperitoneal (VBPK) dilakukan melalui perut ibu dan rahim ke dalam rongga perut janin. Hal ini dilakukan jika transfusi intravaskular mustahil dilakukan karena posisi bayi dan tali pusat. Pada proses pelaksanaan akan diberikan obat penenang agar janin tidak bergerak. Transfusi intrauterin akan diulang selama satu sampai empat minggu. Namun jika terjadi komplikasi pada janin atau tanda bahaya sekitar 32-34 minggu pada masa kehamilan, akan segera dilakukan persalinan untuk mencegah memburuknya efek yang akan ditimbulkan dan mencegah agar calon bayi tidak meninggal di dalam rahim. Persalinan dini akan mungkin dilakukan jika paru-paru dan hati janin sudah cukup matang.

Setelah bayi dilahirkan, terdapat beberapa efek yang akan dialami oleh si bayi. Efek itu seperti anemia, gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia, kernicterus, pembesaran hati, limpa, dan jantung. Anemia yang dialami oleh bayi dapat berupa anemia ringan dan anemia berat. Bila bayi mengalami anemia berat, bayi dapat mengalami gagal ginjal. Hiperbilirubinemia adalah keadaan terbentuknya bilirubin pada darah, jaringan lain, dan cairan pada tubuh janin yang disebabkan karena sel-sel darah merah bayi rusak. Di mana bayi tidak dapat dengan mudah menyingkirkan bilirubin meskipun plasenta bisa menghilangkan bilirubin dalam presentase kecil. Adanya bilirubin dalam tubuh bayi menyebabkan terjadinya penyakit kuning pada kulit bayi dan jarigan karena adanya pigmen atau pewarna pada bilirubin. Sementara kernicterus adalah bentuk yang paling parah dari hiperbilirubinemia dan hasil dari penumpukan bilirubin pada otak. Dan hal ini dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak, ketulian, bahkan kematian. Efek-efek yang terjadi pada janin dapat ditanggulangi dengan beberapa cara. Pertama, Transfusi darah untuk menangani anemia, cairan intravena untuk tekanan darah rendah, pemberian bantuan pernafasan dengan menggunakan surfaktan, oksigen, atau mesin pernafasan mekanis, penggunaan imunoglobulin intravena (IVIG), dan transfusi tukar. Cairan intravena yang dimaksud adalah pemberian cairan ke dalam tubuh ke dalam pembuluh balik atau vena melalui sebuah jarum. Tujuan pemberian cairan tersebut untuk menggantikan cairan atau zat-zat makanan yang hilang dari tubuh. Transfusi tukar bertujuan untuk menggantikan sel darah bayi yang rusak dengan darah segar, untuk menurunkan tingkat bilirubin pada si bayi, menggantikan eritrosit bayi yang diselimuti oleh antibodi dari ibu dengan eritrosit normal dengan tujuan untuk menghentikan terjadinya hemolisis, dan menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu. Transfusi tukar dilakukan dengan berulang kali memberi dan menarik darah bayi dalam jumlah kecil melalui pembuluh darah atau arteri. Transfusi tukar akan diulang jika kadar bilirubin dalam tubuh bayi tetap tinggi. Kadar bilirubin yang tinggi pada tubuh bayi dapat membuat penumpukan pada otak yang mengakibatkan kerusakan otak permanen bahkan kematian bayi. Selain dengan cara transfusi tukar, kadar bilirubin yang tinggi pada tubuh bayi dapat juga diatasi dengan penggunaan imunoglobulin intravena atau IVIG. Imunoglobulin atau IVIG terbuat dari plasma darah yang mengandung sistem kekebalan tubuh bayi. Pengurangan kadar bilirubin juga dilakukan dengan cara fototerapi. Pada fototerapi digunakan lampu blue violet. Tetapi terapi ini hanya bersifat membantu dan tidak bisa dijadikan sebagai terapi tunggal. Cahaya ini menyebabkan perubahan pada molekul bilirubin yang terbentuk, dan adanya perubahan bentuk membuatnya lebih mudah untuk diekskresikan.

Jadi kesimpulannya, penyebab dari penyakit eritroblastosis fetalis yang berupa kemunculan eritroblas tidak dapat ditangani Tetapi terdapat cara untuk meminimalisir terjadinya eritroblastosis fetalis dan menanggulangi dampak yang disebabkan pada kehamilan selanjutnya. Ketika dampak dari eritroblastosis fetalis dapat ditangani dan dikurangi itu berarti pada akhirnya eritroblastosis fetalis pada tubuh bayi juga mengalami pengurangan atau bahkan sembuh. Cara meminimalisir diawali dengan tindakan diagnosis dimana akan dilakukan pengujian darah pada ibu, ayah, dan ketika diketahui bahwa ibu memiliki rhesus negatif sementara ayah rhesus positif maka akan dilakukan pengujian terhadap janin. Setelah itu akan dilakukan penyuntikan RhoGAM untuk mencegah pembentukan antibodi pada sel darah ibu. Cara kedua dengan transfusi intrauterin sel darah merah ke dalam sirkulasi bayi untuk mengganti sel darah janin yang telah hancur karena diserang antibodi ibu. Dan dilakukan penanganan untuk mengurangi efek yang dialami ketika bayi sudah dilahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

(2017, 11 18). Retrieved from https://www.academia.edu/23348610/SISTEM_PEREDARAN_DARAH

(2017, 11 18). Retrieved from https://www.scribd.com/doc/172352418/1-MAKALAH-ERITROBLASTOSIS-FETALIS

(2017, 11 19). Retrieved from https://www.medicalnewstoday.com/articles/314472.php

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun