Peta politik hasil Pilkada DKI hari ini menunjukkan warga Jakarta sedang galau. Kita bisa membacanya seperti ini. Agus-Silvy sulit mendapatkan kepercayaan warga karena performa Agus-Silvy yang dianggap sulit meyakinkan warga Jakarta.
Selanjutnya, Anies-Sandy yang tidak diunggulkan tiba-tiba melejit melampaui prediksi sejumlah lembaga survei. Ahok-Djarot sebagai petahana seharusnya bisa menuntaskan pertandingan dengan satu putaran, nyatanya tidak cukup kuat dan harus puas lanjut pada putaran kedua.
Di sini jelas sekali terbaca. Warga DKI meninggalkan Agus-Silvy dengan segala kerumitan SBY kontra Antasari, lalu Anies dilihat sebagai calon alternatif, dan Ahok yang tersandung kasus penodaan agama. Dengan kata lain, warga DKI sedang galau. Mau pilih Ahok dianggap tidak bela agama, mau pilih Anies dianggap kurang credible untuk pimpin Jakarta. Suasana inilah yang akan menjadi kegalauan warga DKI hingga pencoblosan putaran kedua bulan April nanti.
Dengan demikian, ada 3 pergeseran yang akan terjadi pasca putaran pertama. Yang pertama, massa calon nomor satu akan berpindah ke calon nomor 2 atau 3. Yang kedua, ada calon nomor 2 yang berpindah ke nomor 3 dan sebaliknya (swing voter). Yang ketiga adalah undecided voter atau yang golput terpanggil untuk menentukan pilihan.
Sekarang kita lihat satu per satu. Pemilih Agus-Silvy tidak lain adalah segaian besar loyalis Partai Demokrat, loyalis SBY, partai pendukung termasuk PPP, PKB, dan PAN. Partai-partai ini justru lebih mudah bergabung dengan PDIP, Nasdem, Golkar, dan Hanura yang mendukung Ahok, yang apalagi di Parlemen mereka dikenal justru pendukung Pemerintahan Jokowi.
Yang kedua, rasanya tidak akan terjadi perubahan berarti (swing voter) dengan massa kedua pendukung. Meski demikian dibanding massa Ahok, massa Anies justru lebih cair, karena tambahan pasokan suara Anies-Sandy yang datang 1-2 hari sebelum tanggal 15. Yang sebetulnya massa tersebut tadinya mendukung Agus-Silvy. Kalaupun terjadi pergerakan, hanya kecil sekali karena sebagian besar pemilih mereka makin diyakinkan setelah pilihannya masuk di putaran kedua.
Yang Ketiga adalah, pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau mereka yang dihilangkan dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). Mereka ini kalau terpaksa menggunakan hak pilihnya cenderung akan memilih orang yang telah unggul di putaran pertama, mereka turun karena merasa suara merekalah yang ditunggu-tunggu agar kemenangan calon yang unggul menjadi telak.
Sebenarnya, hanya ada dua isu besar alasan warga DKI memilih. Pertama, isu antikorupsi yang melekat pada Ahod-Djarot, dan Anies Sandy dianggap mewakili ekspresi umat Islam Jakarta. Karena itu Anies-Sandy tepat menggunakan tagline pilih pecinya. Dua isu ini akan menjadi pertarungan hebat jelang putaran kedua nanti.
Dilihat dari materi kampanye, sesungguhnya pasangan Anies-Sandy sudah mentok dengan perolehan suara seperti itu karena sebagian besar warga DKI adalah pemilih cerdas yang sejatinya tidak terpengaruh isu agama lagi. Sebaliknya, pasangan Ahok-Djarot berpeluang besar memenangkan kontestasi politik ini karena isu figuritas yang kuat, bersih, dan kosisten. Maka sebetulnya, apabila Ahok-Djarot berhasil meyakinkan warga DKI bahwa isu agama bukan masalah penting bagi kehidupan bermasyarakat dan membangun DKI, dipastikan Ahok-Djarot akan memenangkan kontestasi politik DKI pada putaran kedua nanti. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H