Oleh: Vega Ma’arijil Ula
Baru-baru ini publik dikejutkan oleh sosialisasi melalui media cetak, elektronik dan spanduk-spanduk di jalanan yang menuliskan “TAX AMNESTY”, ungkap, tebus, lega. Begitulah bunyinya. Publik tentuu bertanya-tanya apa itu tax amnesty. Beberapa mungkin sudah mengenalnya, namun sebagian lainnya tentu belum mengenal istilah ini.
Sebenarnya pengertian tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, namun dilakukan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak.
Bisa dikatakan bahwa program amnesti pajak ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam perekonomian negeri ini. Bagaimana tidak, untuk target kloter pertama saja menargetkan 18T tapi kini justru tembus ke angka 90T di akhir penutupan kloter pertama. Sejatinya tujuan utama tax amnesty yaitu memberi pemasukan pada perpajakan. Dengan pemasukan ini diharapkan target penerimaan pajak akan tercapai.
Nah, untuk jangka panjangnya adalah para wajib pajak akan mempunyai data sebagai wajib pajak, sehingga memudahkan untuk menyusun target penerimaan perpajakan di tahun-tahun berikutnya. Tak hanya itu, manfaat lainnya adalah terjadi repatriasi aset dalam hal ini dana luar negeri, maka terjadi uang masuk dan dapat digunakan untuk pembangunan. Selanjutnya, supaya dana yang ada di luar negeri masuk ke Indonesia. Dengan begitu diharapkan investasi juga semakin baik. Yang saya sebutkan tersebut sejatinya belum merupakan manfaat secara keseluruhan, akan tetapi jika benar tax amnesty bergerak lancar, maka manfaat tersebut sudah bisa dikatakan cukup sukses.
Sebut saja negeri paman sam, Amerika Serikat bahkan menyebut kesuksesan program tersebut merupakan yang terbesar sepanjang sejarah pelaksanaan tax amnesty. Bahkan, perolehan uang tebusan program tax amnesty pada periode pertama juga melebihi target. Pada periode pertama uang tebusan mencapai 90 triliun. Sungguh luar biasa dan tentunya patut diapresiasi.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah, publik masih kebingungan di dalam memahami tax amnesty ini, misalnya siapa target yang wajib melakukan kegiatan tax amnesty. Bahkan di media televisi juga sempat beredar ketakutan masyarakat yang berprofesi sebagai petani, nelayan, dan pedagang. Apakah mereka juga harus ikut tax amnesty ini atau tidak.
Singkatnya tax amnesty yaitu menarik dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri dan harus kembali ke Tanah Air atau yang umum disebut repatriasi. Jadi targetnya tentu bukan rakyat kecil melainkan mereka para konglomerat yang menyimpan hartanya di luar negeri. Jadi bukan yang sudah tertib membayar pajak justru dikejar-kejar, atau katakanlah mereka-mereka yang notabene pajaknya kecil. Rumor-rumor ini tentu perlu dibenahi agar proses tax amnesty berjalan lancar. Toh presiden Joko Widodo juga sudah berkali-kali menegaskan bahwa targetnya adalah mereka para wajib pajak kelas kakap.
Tak hanya Presiden, Gubernur DKI Jakarta, Ahok juga mendukung dengan adanya tax amnesty ini. Mengutip kata-kata Ahok bahwa program ini sebaiknya dimanfaatkan para pelaku usaha, khususnya di Jakarta, untuk melaporkan hartanya kepada negara. Nah jika sudah begini tentu enak dan publik tidak perlu takut atau ragu dengan program pemerintah ini.
Beberapa poin di atas masuk kedalam poin positif. Jadi apakah tax amnesty ini lolos dari sisi negatif? Tentu tidak. Menurut saya setiap program tentu memiliki dua sisi, ada positif tentu ada negatifnya pula. Jadi mari kita telisik sedikit terkait dampak negatif yang hadir dalam program tax amnesty ini. Patut diwaspadai juga terkait dengan dampak negatifnya seperti Kekhawatiran publik berupa kewajiban membayar tarif tebusan tax amnesty yang nantinya akan membebani keuangan masyarakat. Kondisi itu akan mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya. Sehingga akan menghambat konsumsi belanja masyarakat pada semester II.
Terlepas dari itu semua program pemerintah ini patut didukung, kita tak perlu berlebihan mencemaskan resikonya, mengingat program ini adalah program yang bagus dalam menggenjot finansial negeri ini yang sedang pasang surut. Bagaimana tidak, pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5-5,4 persen justru berubah menjadi 4,9-5,3 persen. Hal ini lantaran keputusan pemerintah yang memangkas anggaran belanja sehingga mengerem laju ekonomi pada semester II di tahun 2016 ini. Hal ini sungguh meprihatinkan. Padahal, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2016.