Mohon tunggu...
VEGA MA'ARIJIL ULA
VEGA MA'ARIJIL ULA Mohon Tunggu... KARYAWAN SWASTA -

Alumni Universitas Negeri Semarang. Hobi membaca koran, menulis dan bermain futsal. Penggemar tim sepakbola Arsenal FC. vegaensiklopedia10@gmail.com vegaensiklopedia10.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Bersejarah Calon Presiden AS: Pemain Politik Baru vs Pemain Politik Lama

20 Oktober 2016   07:54 Diperbarui: 20 Oktober 2016   08:07 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Vega Ma’arijil Ula

Debat dua calon presiden Amerika Serikat digelar pada 27 September 2016 lalu. Debat tersebut dihelat di New York pada pukul delapan pagi waktu setempat. Kandidat partai Demokrat, Hillary Clinton serta kandidat dari partai Republik, Donald Trump sudah saling serang sebelum debat digelar. Hal tersebut semata-mata untuk meraih simpati rakyat AS pada pemilu presiden 8 November 2016 mendatang.

Beberapa pengamat belum bisa memprediksi siapa yang akan keeluar sebagai pemenang dalam debat tersebut. Akan tetapi CNN telah merilis bahwa Hillary Clinton unggul atas Donald Trump dengan presentase 44 persen berbanding 42 persen. Sementara itu, beberapa pihak juga menjagokan Donald Trump sebagai pemain politik baru, dimana mereka juga ingin melihat sesuatu yang baru dari tokoh kontroversial bernama Donald Trump.

Hal yang menarik sekaligus bersejarah tentunya bahwa Hillary harus berhadapan dengan pemain politik anyar yang belakangan ini namanya melejit. Berbeda dengan lawannya, Hillary sendiri merupakan pemain politik lama yang notabene ditahun 2008 sudah bertarung dengan Barrack Obama. Kembali ke ranah debat, Trump mengatakan bahwa ia akan menghormati lawannya jika Hillary juga memperlakukannya dengan baik. Tentu atmosfer ini akan membuat persaingan di panggung debat semakin panas.

Saya akan bahas dari masing-masing kubu. Dimulai dari Hillary Clinton yang tak hanya populer dikalangan pendukungnya saja. Hillary juga populer di mesin pencari Google. Buktinya visi dan misi serta isi pidatonya menjadi ranah pencarian terpopuler. Utamanya pada saat dirinya dinobatkan sebagai capres dari partai Demokrat. Bahkan presiden Amerika Serikat saat ini, Barrack Obama menggambarkan masa depan Amerika yang optimistis pada konvensi partai Demokrat guna mendukung Hillary Clinton  sebagai capres. Obama menuturkan agar partai Demokrat membantu Clinton. Presiden kulit hitam pertama di Amerika itu beralasan bahwa Hillary adalah orang yang tepat untuk mewujudkan keinginan dan harapan warga Amerika.

Bentuk dukungan Obama didorong oleh faktor ketidaksetujuannya kepada Donald Trump. Menurut Obama, apa yang direncanakan Trump bukanlah cita-cita Amerika pada jalur yang sebenarnya. Amerika saat ini seperti pendapat Obama merupakan bangsa yang peduli terhadap adanya perbedaan ras serta ikut peduli pada isu-isu politik.

Tak dapat diremehkan, Trump sebelumnya juga sempat unggul atas Hillary. Hal tersebut menandakan bahwa dukungan terhadap partai Republik semakin tinggi. Padahal sebelumnya Trump sempat dijegal dengan gerakan #NeverTrump, akan tetapi bisa kita lihat bahwa faktanya Trump semakin menjadi. Survei dari Washington Post dan New York Times memberikan penilaian yang sama atas hasil yang diraih pengusaha kontroversial itu. Dari sisi lain, warga berkulit putih juga tak lupa memberikan dukungan. Bukan hal yang aneh memang jika mayoritas pendukungnya datang dari ras kulit putih menginggat Trump sering melontarkan kata-kata kontroversial terhadap ras kulit hitam.

Meski demikian, Trump tetap harus berhati-hati dengan keadaanya saat ini. Pasalnya, Trump sering melontarkan kata-kata kontroversial. Seperti merendahkan ras Afrika-Amerika, kemudian Trump juga pernah menolak menyewakan apartemennya kepada ras Afrika-Amerika. Yang paling beresiko bagi dirinya, Trump pernah menghina ras Afrika-Amerika pada Presiden Barrack Obama. Hal-hal sedemikian rupa tentu riskan apabila diketahui publik.

Terlepas dari itu semua, setiap pihak tentunya memiliki opininya masing-masing, meski secara langsung hal tersebut tidak akan berpengaruh. Karena sejatinya hasil akhir berada ditangan warga Amerika Serikat. Namun, jika berbicara head to head, keduanya memiliki peluang yang sama. Jadi bisa dibilang fifty-fifty.

Bagaimana tidak, mayoritas pemilih melihat bahwa keduanya mrupakan capres yang bisa dibilang tidak hebat-hebat amat. Terbukti dari beberapa survei bahwa keunggulan selisihnya sangat tipis yaitu hanya dua persen saja. Hasil ini cukup bagus juga untuk Trump yang notabene belum berkecimpung di dunia politik. Hasil akhir nanti yang akan menentukan tampaknya juga hanya berdasar kepada calon yang mereka sukai dan calon yang tidak mereka sukai. Tentu menarik untuk dinanti hasil akhirnya pada 8 November 2016 mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun