Tak kalah pentingnya terkait berita ini adalah masalah pengawas sekolah. Hal aneh yang terjadi dalam pelantikan tertanggal 19 Agustus 2024 adalah hanya ada 1 pengawas sekolah yang dilantik. Padahal kebutuhan pengawas sekolah masih sangat banyak. Saat ini satu orang pengawas sekolah memiliki beban tugas ada yang hingga 40 sekolah. Padahal idealnya 1 orang pengawas hanya membina 7-sampai 10 sekolah. Sementara masih banyak calon pengawas di Prov. Banten yang menunggu dengan penuh harapan untuk bisa mengabdi sebagai pengawas sekolah.
Sebelumnya dari 178 jumlah calon pengawas yang telah dilantik baru berjumlah 58, pelantikan dilakukan pada bulan Desember tahun 2022. Siapakah mereka yang dilantik? Tak ada kriteria yang jelas karena mereka yang dilantik tidak mencerminkan kriteria tertentu yang pasti. Kriteria bisa saja dari sertifikat diklat dengan kategori sangat memuaskan, namun nyatanya tidak semua yang memiliki kategori sangat memuaskan yang dilantik, masih ada yang memiliki kategori sangat memuaskan tetapi tidak dilantik.
Sebaliknya seseorang yang memiliki sertifikat dengan kategori memuaskan ada yang dilantik. Kriteria pengalaman, pendidikan, dan prestasi sama sekali tidak dilihat karena banyak yang memiliki pengalaman, pendidikan, dan prestasi yang mumpuni namun tidak dilantik. Sementara mereka dengan pengalaman yang sangat minim dan tidak berprestasi, dilantik. Mengapa ini bisa terjadi? Lagi-lagi dugaan praktik “Kuda-kudaan” terjadi karena tidak ada kejelasan dan penjelasan yang pasti.
Sementara itu penantian calon pengawas sekolah di Prov. Banten terus berlanjut dan kini sudah 6 tahun lamanya sejak pendaftaran dibuka tahun 2018. Nasib calon pengawas sangat memprihatinkan. Banyak pengorbanan sudah dilakukan oleh calon pengawas mulai dari tenaga, pikiran, dana, dan korban perasaan. Entah sampai kapan calon pengawas di provinsi Banten harus menunggu. Seharusnya ada kejelasan hingga tak ada dugaan praktik “kuda-kudaan”.
Selain 119 calon pengawas yang bersertifikat namun belum dilantik ada pula guru penggerak yang menanti adanya perubahan nasib setelah mengikuti pendidikan guru penggerak. Mereka pasti sudah sangat ingin mengimplementasikan ilmu yang didapat di tempat dan jabatan yang berbeda. Bahkan sebenarnya dari 119 calon pengawas itu sendiri ada yang sudah menjadi guru penggerak, pengajar praktik, bahkan fasilitator pendidikan guru penggerak.
Apakah kiprah guru yang terlibat dalam pendidikan guru penggerak ini mempunyai arti bagi Prov. Banten? Guru penggerak begitu pula calon pengawas bersertifikat, apalagi yang sudah memenuhi keduanya perlu apresiasi perlu wadah untuk mengimplementasikan ilmunya secara nyata dalam lingkup yang lebih luas bukan hanya bisa menjadi pemimpin pembelajaran di dalam kelas. Namun kenyataannya jalan untuk mereka masih tertutup. Apakah ini terjadi karena adanya praktik “kuda-kudaan” lagi? Wallahu a’lam bishawab. Pertanyaan ini bergulir lagi karena 1 orang pengawas yang dilantik pun tidak jelas kriterianya.
Dunia pendidikan harusnya dibuat jelas tidak buram yang menimbulkan multi tafsir. Dunia Pendidikan harusnya Merdeka dari kepentingan-kepentingan termasuk kepentingan politik yang dapat merugikan. Jangan jadikan pendidikan sebagai kendaraan politik agar mendapat kursi lebih banyak atau lebih lama. Politik harusnya mendukung dunia pendidikan berkembang mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang mengarah pada profil pelajar pancasila.
Enam dimensi profil pelajar Pancasila yaitu 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif. Praktik “kuda-kudaan” tentu sangat jauh dari dimensi ini. Kalau praktik “kuda-kudaan” terus dilakukan bagaimana pendidikan di negara ini mau berubah ke arah yang lebih baik? Jika pendidikan dijadikan kendaraan politik maka hasilnya hanya bisa dinikmati sebagian dan ini bertanda pendidikan di negeri ini masih jauh dari kata “M E R D E K A”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI