Dalam rangka mendukung peran perempuan dalam pembangunan yang lebih inklusif, LP2M mengadakan lokakarya untuk menguatkan kapasitas pejabat publik perempuan, yang disebut juga dengan Femokrat, dalam isu Pencegahan Perkawinan Anak ( PPA ) usia di bawah 19 tahun serta Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) dengan perspektif GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion). Kegiatan ini melibatkan peserta dari pejabat publik perempuan pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang merupakan wilayah program INKLUSI. Diharapkan dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap isu-isu ini, para Femokrat dapat memainkan peran strategis dalam memastikan kebijakan dan program di wilayah mereka semakin responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.
1. Mengupas Kondisi Perlindungan Perempuan dan Anak di Sumatera Barat
Sesi pertama yang difasilitasi oleh Madonna membahas kondisi terkini perlindungan perempuan dan anak di Sumatera Barat. Dalam diskusi ini, para peserta diajak untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi dalam mencegah perkawinan usia di bawah 19 tahun dan menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak. Madonna memaparkan fenomena yang mendorong terjadinya perkawinan usia di bawah 19 tahun, mulai dari faktor individu, hubungan, komunitas, hingga negara.
2. Identifikasi Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak Usia di Bawah 19 Tahun dan Kekerasan terhadap Perempuan
Pada sesi ini, yang difasilitasi oleh Ramadhaniati, para peserta melakukan identifikasi terhadap kebijakan dan program yang telah berjalan terkait pencegahan perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan. Dalam kelompok, peserta menelusuri kebijakan yang ada di masing-masing instansi, seperti Sekolah Ramah Anak dan pusat informasi kesehatan remaja. Program-program ini kemudian dikategorikan menjadi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk memudahkan pemetaan dan evaluasi.
3. Strategi Memperkuat Kebijakan dengan Perspektif GEDSI melalui Analisis APKM
Lokakarya ini menyoroti pentingnya menggunakan APKM (Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat) untuk memastikan kebijakan lebih berperspektif GEDSI. Peserta diperkenalkan kembali dengan analisis APKM guna memaksimalkan manfaat dari program dan kebijakan yang dijalankan. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, diharapkan setiap kebijakan lokal dapat semakin responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H