Mohon tunggu...
Lulu Vebriany Akbar
Lulu Vebriany Akbar Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Aku adalah embun yang mencintai mentari, ceria berkawan dengan hari..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa melahirkanku ?

21 Desember 2012   18:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu ? Ah, persetan sebutan Ibu. Apalagi dengan Hari Ibu. Aku memang ada karena pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Tapi entah apa yang dilakukan oleh wanita itu terhadapku. Aku tak pernah mengenalnya, tak merasakan belaian kasih sayangnya. Tak merasakan kecupan mesra seorang Ibu. Bagiku, Ibuku adalah seorang Nenek tua renta yang tak sempurna berjalannya dan mulai rabun penglihatannya. Orang bilang, aku ditemukan Nenek disudut pasar yang kumuh, menangis kencang, saat aku masih berusia belum genap satu tahun. Lalu apa yang mesti aku ingat tentang sosok Ibu ? Bagaimana aku bisa mengenalnya atau menyintainya ? Tak ada sedikitpun yang bisa aku ingat. Yang kutau, kemudian aku biasa dengan panggilan Rahmad.

Mungkin benar, banyak ibu yang baik terhadap buah hatinya. Aku pun ingin, dan sangat cemburu. Tapi aku menghibur diriku. Aku tak sendiri. Tak sedikit juga Ibu yang jahat. Sebagaimana sering yang aku dengar, lihat dan baca di berbagai pemberitaan. Termasuk Ibuku kan ? Walaupun aku tak pernah tahu bagaimana bisa aku berada disudut pasar yang kumuh, dibuang kah? diculik seseorang kemudian dibuang kah ? tertinggal kah ? Ah, semakin pusing aku dibuatnya. Mungkin aku adalah seorang anak yang tak diinginkan. Maka dari itu aku benci Hari Ibu. Pembahasan  tentang Ibu, sungguh memuakkan. Lebih tepatnya menyakitkanku.

Tapi, sudahlah ...

Aku hanya ingin menemani dan membahagiakan Nenek Renta yang telah membawaku, menyelamatkanku, merawat dan membesarkanku. Ya, Nenek Embah....begitu aku memanggilnya. Benar, bagiku dialah Ibuku.  Tak penting bagiku apa alasan wanita yang melahirkanku membuangku ataupun juga alasan Nenek Embah yang renta merawatku. Seseorang bisa menjadi ibu bukan hanya karena melahirkan, tapi juga merawat, membesarkan.


Tapi, ucapan Nenek Embah pagi tadi sedikit mengusikku :

Rahmad, jangan menyimpan benci ke Ibumu..wong kamu juga ndak tahu siapa Ibumu to, Le ? Piye-piye kamu itu sebenarnya punya ibu, yang pernah melahirkan kamu. Simbah ini sayang karo awakmu, seneng mergo awakmu eman juga karo Simbah. Anak Simbah cuma kamu, Le, Simbah ndak punya anak. Tapi pokok'e ndak boleh nyimpan benci ke orang yang pernah melahirkan kamu. Doakan yang terbaik. Nyuwun karo Gusti Allah. Yo, Le ..



Ya, benar. Untuk apa aku menyimpan benci. Sejujurnya, mungkin untuk menutupi kerinduanku maka aku memupuk subur rasa benci ini. Kadang terpikir, apakah aku cucu dari Nenek Embah...hehe entahlah. Dari hati, sebenarnya aku pun ingin bertemu wanita yang melahirkanku.....ingin bertanya : "Bu, sakitkah engkau melahirkan ku ??" kemudian  mengucapkan "Terimakasih karena telah melahirkanku". Sederhana sangat, tapi mungkinkah ?? Benar kata Nenek Embah, lebih baik berdoa, mendoakan kebaikan. Jika Allah berkenan, dengan Kuasa-Nya juga kelak aku akan bisa bertemu wanita yang pernah melahirkanku. Mungkin sulit, tapi ini sangat mudah bagi Allah.

#janganmenyerah#

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun