Mohon tunggu...
IIN
IIN Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Pluralisme Makassar Abad ke-17

28 Mei 2016   23:00 Diperbarui: 28 Mei 2016   23:32 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

sejujurnya saya mengakui kalau saya tidak paham apa yang ingin saya tuliskan hari saat ini, namun saya akan mencoba membagi apa yang saya ketahui dari materi ini.

Yang dapat saya tangkap dari materi ini ialah semejak awal abad ke-17 Makassar menjadi titik komersial, sebagai basis bagi semua pihak yang sedang mencari jalan untuk menghindari usaha VOC memonopoli perdagangan rempah di Maluku. 

Makassar beralih dari satu keberhasilan satu ke kenerhasilan lain, tak hanya pada soal penaklukan tetapi juga dalam inovasi teknik dan intelektual.

Kemampuan Makassar bersikap pluralisme atau sikap menguasai dan menyerap kekuasaan lainnya dengan mengawini sehingga menjadi keluarga kerajaan dan menguasai benda pusakanya seperti kerajaan-kerajaan kecil di wilayah itu yang kini di kenal sebagai Takalar dan Maros membawa Makassar pada puncak kejayaannya di abad ke-17 . Dan jika saja kekuatan Belanda-Bugis tidak menginterupsi proses sentralisasi , Makassar bisa menjadikan Sulawesi Selatan sebagai kerajaan tunggal di bawah satu kekuasaan dinasti.

Kemudian pada abad ke-18 dan ke-19 pedagang pelaut kecil Bugis menjadi kelompok perekonomian lokal yang paling tanggap terhadap pertumbuhan dominasi Eropa dan China, yang tak dapat dihindari, dalam perdagangan di Asia Tenggara. Pada masa kini tetap tersisa tanda-tanda bahwa Sulawesi Selatan memiliki ciri khas yang bisa menjadi sumbangan berharga bagi Indonesia dalam perjuangan mencapai tujuan modernisasi.

Mungkin pembahasan kali ini sedikit rancuh. Namun saya tetap berharap dapat bermanfaat bagi kalian yang membacanya 

sekian dan Terima kasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun