Pagelaran usai, perlahan bimbang. jelata malam menyekap terang. jalanan penuh omong kosong telah bertembang. menanti bisikkan berbahasa sutera. dari pesan yang merambat bertamu...berteriak tanya.. otak terlalu kusut,,sulit terbangun,,terlalu lama tidur,, gundah gulanan kurasa, keluh mngesah, khawatir bergerilya,,
Iyah...Kubutuh jawaban. dari kawanan lentera berdiri mengangkang. kurang curang menjulang ke dalam lubang. bangsa pesisir geram berpeluh keringat.
bukan apa-apa bagiku. indah di mata, jauh tersembunyi di balik layar. ku tahu dari moyangnya pendongeng. sekali lagi bukan jawaban. meski kisi-kisi menebar membius pikiran. perjumpaan kata dengan tahta.
Hai, Pertiwi. . . Telah lama mendandani diri. Percuma kau lemah di layar kelam. Kau hamba dalam imajinasi kawan. beribu pun engkau terkapar, telah bapakmu merancang kegalauan.
Si Pertiwi... Anak malang beridentitas pemalu.. santapan majikan bertopeng kebaikan.. geram pun aku hanya diam, apalagi mereka, yang duduk di samping pikiranku.
candamu tak lucu,kawan..! panggung jenaka berganti neraka. saat darah dihalalkan kehidupan. teriakan selalu dibungkam, dalam kelam berlengan lebam, zaman enggan berkawan, waktu tak lagi mencumbu.
hentikan tangis bodohmu, pertiwi..! pastikan sahabatmu iri. buat aku dan kawanku tertawa. tak lagi mensyairkan puisi, mencuri kawanan kata.. tak ada lagi nyanyian ocehan tentangmu. jawaban adalah jawabanmu.. pertanyaan adakah pertanyaanku. atau harus kembali terlelap,,?? hingga dunia tak lagi membangunkanmu, mengabaikanmu. melekat pulas dalam ranjang, bercinta dengan mimpi, di atas permadani ku melukiskan air mata, tempat ku berpuisi,, dan sajakku ingin membangunkanmu,, selalu,,selalu,,dan selalu,,
-AlFian Pikoli-
Yogyakarta, 8 Januari 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H