“Selamat pagi untuk mu, dan selamat siang untuk ku... Jangan lupa sarapnnya! Katanya ada ujian hari ini! Semangaaaaattt!!! Love…Moemu “
Ku tatap layar telepon seluler tua penuh kenangan dengan mata yang masih enggan membuka. Setelah itu ku lempar ke atas kasur dan berlalu ke kamar mandi. Bukan karena aku masih mengantuk sehingga tidak segera membalas sms itu, tapi itulah aku. Aku tak pernah membalas sms sapaan pagi darinya. Ah…dia tak pernah protes dengan sikapku ini. Aku terkadang merasa begitu egois dan jahat bersikap tak acuh padanya, tapi sekali lagi…,aku tak bisa mengubah semua sifat ku dengan sekejap mata. Ibu pernah berkata bahwa aku terlalu dingin, teman – teman kuliah ku memberikan julukan Die kalte Frau. Hah! Aku tak pernah peduli dan tak banyak komentar. Inilah aku dan menurutku tak perlu menyembunyikan nya meski kadang itu menyusahkan aku sendiri. Pernah suatu ketika aku dilabrak habis – habisan oleh seorang wanita pirang yang sama sekali aku tak kenal. Dia menuduhku telah memalingkan muka sang kekasih. Was für ein Witz!!!. Segala kata – kata kotor dalam bahasa ibunya, dia luncurkan pada ku. Suaranya membahana ke seluruh Mensa. Kontan saja, semua manusia yang saat itu memang tengah menikmati makan siang, menghentikan aktifitas dan menonton pertunjukan drama sabun gratis. Asygül, teman Turki ku yang kebetulan bersama terlihat pucat, memandang sekeliling dengan perasaan yang aku tak tahu, malu mungkin. Aku hanya melongo dan tanpa reaksi. Demi melihat reaksi ku, si pribumi pun kesal sendiri dan berlalu pergi.
Dari apa yang dia katakan , aku bisa menebak siapa laki- laki biang keributan ini. Sergio! Ya .......pasti pria Spanyol ini yang wanita itu maksud. Laki – laki ini sering menunjukan rasa tertariknya pada ku, bahkan beberapa kali menyatakan cinta. Namun, yaaah seperti biasa ....., aku tak pernah menanggapinya. Bukan aku tak suka padanya. Harus ku akui, untuk ukuran tampang dia sangat tampan dengan wajah yang khas. Sikap nya tak seperti laki – laki Eropa yang selama ini ada di kepalaku. Dia baik dan tak suka mengumbar mata nya pada paha dan belahan dada setiap mahasiswi yang lewat di depannya. Dan itu setahu ku, entah jika dia di belakang ku. Asygül sangat mengidolakan nya dan sangat marah ketika tahu aku tak menggubris semua perhatian dan kata – kata cintanya padaku.
“Du bist verrückt!!! “ Reaksi Asygül pertama kali ku ceritakan tentang Sergio.
“ Aku yakin hanya kamu yang bisa bersikap seperti itu! Männo….Ayesha! Dia jatuh cinta padamu!!! Dan itu tanpa kamu susah payah mencuri perhatiannya!” Sungutnya berapi – api.
“ Dan kamu…., kamu hanya menanggapinya dengan diam dan tak acuh??? Mein Gott!!....... Bist du dumm oder was???*” Lanjutnya dengan mata besarnya yang semakin terlihat besar bahkan hampir keluar menurutku.
“Ich habe doch ein Freund”. Jawabku enteng.
“Wer? Laki – laki yang selalu kirim sms padamu itu? Kamu pernah bilang padaku bahwa dia bukan siapa – siapa mu. Dan setiap kali ada laki – laki yang ingin mendekatimu, kamu pakai dia sebagai tameng! Aaaah ..….Ayesha…... Du bist so gemein!” Cerocosnya sambil membenarkan ikatan di rambut coklat ikalnya.
Aku hanya mengulas senyum di bibirku. Sejenak aku meresapi semua yang teman akrab ku barusan katakan. Benarkah aku jahat? Aku tak bermaksud mempermainkan hati laki – laki yang begitu setia mendengar segala keluh kesah ku selama ini. Walau kadang aku tak tahu diri, menelponnya di tengah malam waktu untuk nya berada, hanya untuk memaki Profesor yang tak pernah memberi nilai yang sesuai dengan hasil yang ku buat. Namun kadang aku begitu dingin dan bahkan dengan tanpa basa basi memintanya menutup telepon, karena aku sedang tidak bersemangat untuk mendengar suaranya. Jahat kah aku? Disaat laki – laki di sini mencoba mencuri perhatianku, ku pasangkan dia sebagai kekasih ku. Dan ketika dia dengan sungguh - sungguh menyatakan cintanya, ku beri dia jawaban menggantung. “ Aku lebih suka kita begini saja!” Aku tahu.., status hubungan kami ini tidak jelas. Namun sungguh......,aku menikmatinya. Aku sungguh tidak mengerti mengapa harus ada suatu kejelasan dalam sebuah hubungan. Sebut aku apa saja! Aku akan menerimanya! Tapi aku memang tidak mengerti! Aku tahu dia mencinta dan menyayangiku…, lalu apa? Haruskah aku membalasnya? Sebuah keharusan kah? Aku pernah membaca dan mendengar bahwa cinta tak harus berbalas, itu yang selama ini ku anut. Lalu kalau pun aku memang mencintainya…harus kah ku ungkapkan? Bukan kah dari bacaan yang ku temukan cinta itu tak perlu diungkapakan? Dan bagaimana jika aku tak mencintainya? Haruskan ku patah kan sayap seorang laki – laki dengan sebuah kata ”TIDAK”???
Angin bulan Oktober menyapa ku. Menggiring daun – daun berwarna jingga menyusuri tepian sungai dan berakhir dengan perjumpaannya di riak kecil air. Sang daun begitu ikhlas membiarkan dirinya terbawa entah kemana.
Keterangan:
1.Wanita yang dingin.
2. Lelucon apa ini!
3. Kantin kampus.
4. Kamu gila!
5. Ya Tuhan…kamu bodoh atau apa?
6. Aku toh sudah punya pacar.
7. Siapa?
8. Kamu jahat sekali!
*Sampe keluar keringat dingin …Cuma buat coretan ngasal kaya gini!!! Hallaagh emang ga bakat daaah… yang penting narsis aaah..salam narsis *_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H