Deforestasi menjadi salah satu peran terbesar dalam perubahan iklim di dunia. Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) di tahun 2020, luas hutan yang ada di dunia saat ini seluas 4,06 miliar hektar Jika luas tersebut dibagi dengan jumlah penduduk sebesar 7,7 miliar, itu berarti luas hutan hanya sebesar 0,52 hektar per kapita atau hanya seluas setengah lapangan bola. Diperkirakan pada tahun 2050 bumi akan memiliki penduduk sebanyak 9,5 miliar jiwa. Bertambahnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan di bumi. Hal ini memicu masifnya pembukaan lahan, khususnya di areal hutan.
Deforestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah aktivitas penebangan hutan. Sedangkan pengertian deforestasi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.30/Menhut II/2009 tentang Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation  (REDD) menyebutkan bahwa deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Secara umum, deforestasi adalah kegiatan menebang hutan guna memenuhi kebutuhan lahan untuk berbagai kegiatan manusia. Hutan yang awalnya berfungsi untuk menjaga kelestarian lingkungan beserta ekosistem yang terdapat didalamnya berubah menjadi lahan siap pakai.
Terjadinya deforestasi secara umum disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan kompleksnya kebutuhan manusia. Peningkatan jumlah penduduk ini mengakibatkan kebutuhan terhadap tempat tinggal akan terus meningkat yang menyebabkan dibukanya lahan permukiman. Populasi manusia yang terus meningkat sangat berpengaruh pada tingginya kebutuhan pangan yang harus dipenuhi dengan cara membuka lahan pertanian dan peternakan baru untuk meningkatkan produksi pangan dan bahan baku industri. Kebutuhan manusia yang semakin kompleks juga turut memicu alih fungsi lahan untuk kegiatan pertambangan dan industri baru yang juga berujung pada pembukaan lahan dan pemanfaatan sumber daya yang terdapat di dalam hutan. Selain itu, deforestasi juga terjadi karena adanya kegiatan illegal logging atau penebangan liar yang tentunya hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya.
Deforestasi secara tidak langsung berdampak pada perubahan iklim. Kerusakan hutan dan berbagai komponen biofisiknya akibat deforestasi dianggap memiliki peranan dalam peningkatan pemanasan global. Hal ini disebabkan karena terdapat peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca yang mengakibatkan peningkatan suhu global dan memiliki dampak buruk bagi keseimbangan lingkungan. Pembukaan lahan untuk kegiatan industri menyebabkan peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer yang berasal dari asap hasil proses produksi. Penyerapan karbon dioksida untuk dikonversi menjadi oksigen melalui proses fotosintesis pun akan semakin berkurang seiring dengan hilangnya area hutan. Selain itu, deforestasi untuk membuka lahan pertanian bagi komoditas kelapa sawit, kacang-kacangan, dan tanaman pangan lainnya serta pembukaan lahan peternakan menyebabkan peningkatan kadar dinitrogen oksida dan metana di atmosfer karena penggunaan pupuk berbasis nitrogen dan aktivitas hewan ternak yang sebagian besar menghasilkan gas metana. Menurut Kristell Hergoualc'h, seorang peneliti di CIFOR (Center for International Forestry Research) dinitrogen oksida 300 kali lebih efektif dalam menjebak panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida dalam kurun waktu 100 tahun dan metana 25 kali lebih efektif. Jika peningkatan emisi gas rumah kaca ini terus berlanjut maka potensi terjadinya hujan asam yang sangat berbahaya bagi seluruh makhluk hidup di muka bumi ini pun akan menjadi sangat mungkin.
Deforestasi dan perubahan iklim memiliki dampak yang besar bagi lingkungan. Keanekaragaman hayati akan terancam kelestariannya karena habitat asli mereka yang semakin berkurang. Kurangnya daerah resapan air pada musim hujan membuat cadangan air tanah berkurang dan siklus air terganggu. Air yang tidak terserap kedalam tanah dan mengalir di permukaan tanah akan menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah dan peningkatan potensi erosi dan bencana banjir pada dataran yang lebih rendah. Tanah longsor juga dapat terjadi karena tidak ada akar sebagai pengikat struktur tanah agar tidak mudah lepas satu sama lain. Deforestasi pada hutan mangrove pun berakibat pada abrasi dan gelombang yang sampai di daratan akan tinggi karena tidak ada tanaman mangrove yang berfungsi sebagai penahan dan pemecah ombak. Deforestasi juga mengakibatkan perubahan iklim yang berdampak pada sektor pertanian. Terganggunya siklus air dan curah hujan yang tidak menentu, ditambah dengan kondisi tanah yang kurang subur menyebabkan pergeseran musim tanam dan musim panen yang berpengaruh pada ketidakstabilan kuantitas dan kualitas bahan pangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan akibat deforestasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
- Melakukan pengawasan secara rutin sebagai bentuk perlindungan terhadap hutan-hutan yang masih ada
- Memperkuat dan memperketat perizinan terkait penebangan hutan
- Melakukan reboisasi atau penanaman kembali dan upaya rehabilitasi pada area-area yang telah terdegradasi untuk mengurangi dampak yang telah ada dan sebagai persiapan di masa yang akan datang
- Melakukan sistem tebang pilih bagi industri berbahan dasar kayu
- Melakukan pertanian terintegrasi, mengolah limbah peternakan dan pertanian seperti kotoran ternak dan sisa panen menjadi energi biomassa atau pupuk organik yang dapat mengurangi kadar zat metana di amosfer
- Mengurangi penggunaan pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik untuk mengurangi kadar dinitrogen oksida di atmosfer
- Melakukan pengolahan tanah dengan tepat untuk mengoptimalkan hasil panen
Dari semua pemaparan di atas dapat kita lihat bahwa betapa pentingnya pencegahan deforestasi karena secara tidak langsung berdampak pada perubahan iklim. Charles Lindbergh pernah berkata "Ketika lingkungan berubah, pasti ada perubahan yang berhubungan di dalam kehidupan".
Written by:  Atika Nurkhalishah, Dian Nugraha Ramadhan, Safira Meylinda - IAAS LC ULM
Referensi:Â
Sasoko, Bowo Dwi. 2008. Pembangunan, Deforestasi, dan Perubahan Iklim. JMHT Vol. XIV, (2): 88-95.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H